Keteladanan Seorang Guru

 

Sumber: Google (hanya ilustrasi, bukan gambar asli dari kisah sebenarnya)

Sekelompok anak muda menghadiri resepsi pernikahan. Salah seorang di antaranya melihat guru SMA-nya. Murid itu menyalami gurunya dengan penuh penghormatan, seraya berkata, "Masih ingat saya 'kan, Pak Guru?”

Gurunya menjawab, “Wah maaf, aku tidak ingat."

Murid itu heran, "Masa sih, Pak Guru tidak ingat saya? Saya 'kan ... murid yang dulu mencuri jam tangan punya salah seorang teman di kelas. Ketika anak yang kehilangan jam itu menangis, Pak Guru menyuruh kami semua untuk berdiri, karena akan dilakukan penggeledahan saku semua murid," kisah murid itu.

"Saat itu saya berpikir, bahwa saya akan dipermalukan di hadapan para murid dan para guru, dan akan menjadi tumpahan ejekan dan hinaan. Mereka pasti akan memberikan gelar "pencuri" kepada saya. Harga diri saya pasti akan hancur selama hidup saya," lanjutnya.

"Bapak menyuruh kami berdiri menghadap tembok dan menutup mata kami semua. Bapak menggeledah kantong kami, dan ketika tiba giliran saya, Bapak ambil jam tangan itu dari kantong saya, dan Bapak lanjutkan penggeledahan sampai murid terakhir," ia berhenti sejenak.

"Setelah selesai, Pak Guru menyuruh kami membuka penutup mata, dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Saya takut Bapak akan mempermalukan saya di depan murid-murid lain yang semuanya teman-teman saya."

"Bapak tunjukkan jam tangan itu dan Bapak berikan kepada pemiliknya, tanpa menyebutkan siapa yang mencurinya. Selama saya belajar di sekolah itu, Bapak tidak pernah bicara sepatah kata pun tentang kasus jam tangan itu, dan tidak ada seorang pun guru ataupun murid yang bicara tentang pencurian jam tangan itu."

"Bapak masih ingat saya 'kan Pak? Bagaimana mungkin Bapak tidak mengingat saya??? Saya adalah murid Bapak, dan cerita itu adalah cerita paling pedih yang tak akan terlupakan selama hidup saya."

"Saya sangat mengagumi Bapak. Sejak peristiwa itu saya berubah menjadi orang yang baik hingga sekarang saya jadi orang sukses. Saya mencontoh semua sikap dan perilaku Bapak."

Sang Guru itu pun menjawab, "Sungguh aku tidak mengingatmu, karena pada saat menggeledah itu, aku sengaja menutup mataku agar aku tidak mengenalmu. Aku tidak mau merasa kecewa atas perbuatan salah satu muridku. Aku sangat mencintai semua murid-muridku ..."


Sumber: Sahabat Inspirasi 

Kisah Inspiratif: Penyesalan Tukang Bangunan



Sumber foto: Google (hanya ilustrasi, bukan gambar asli dari kisah sebenarnya)


Seorang tukang bangunan senior merasa sekaranglah saatnya untuk pensiun. Ia ingin menghabiskan masa tuanya bersama keluarga tercinta.

Ia sudah lama bekerja dan merupakan tukang bangunan terbaik di tempatnya bekerja. Soal membangun rumah, ia memang ahlinya dan setiap ada proyek membangun rumah mewah, ia pasti dilibatkan.

Saat menyampaikan kepada pemilik perusahaan tempatnya bekerja, majikan dan mandor merasa sangat sedih, tetapi mereka memakluminya. "Pak, saya punya satu permintaan sebelum Bapak pensiun. Tolong Bapak buatkan satu rumah terbaik sebelum Bapak pensiun," pinta sang majikan.

Meski berat hati, tukang bangunan itu menyanggupi permintaan majikannya. "Saya percayakan kepada Bapak untuk mengerjakannya. Gunakan semua bahan terbaik, hasilkan sebuah karya terbaik sebelum pensiun. Bila perlu sesuatu, hubungi mandor, beliau akan menyiapkan semuanya," lanjut majikannya.

Sebenarnya sang tukang bangunan tidak ingin bekerja lagi, tapi karena ini permintaan langsung dari majikan, ia terpaksa mengiyakannya. Mulailah ia bekerja. Ia ingin menyelesaikan rumah ini secepat mungkin, bukan sebaik mungkin. 

Hal ini tak mengalami kendala karena tidak ada yang mengawasinya. Bahan yang digunakan adalah semua bahan yang ada di gudang perusahaan. Apa yang ada saja, kayu tua, besi keropos dan berkarat, langsung dipakainya. Semua hal buruk ini tak akan terlihat, toh nantinya akan tertutup cat, pikirnya.

Singkat cerita, rumah itu diselesaikannya dengan sangat cepat karena dikerjakan asal-asalan. Majikan mendatangi rumah itu, lalu memeriksa bagian luar dan dalamnya. Setelah memeriksa bagian dalam rumah, majikan menutup pintu, lalu menyerahkan kunci kepada tukang bangunan.

"Pak, ini hadiah untuk Bapak yang selama ini telah bekerja dengan baik. Ini ucapan terima kasih dari saya atas pengabdian Bapak selama ini," kata sang majikan.

Mendengar ucapan majikannya, tukang bangunan merasakan penyesalan yang amat dalam karena membuat karya terakhir secara asal-asalan.

Selesaikan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan sebaik mungkin. Ini demi kebaikan bersama. Seandainya rumah itu pesanan konsumen dan hasilnya memuaskan, nama baik pekerja terjaga, nama perusahaan tetap baik, dan konsumen puas. Tak akan ada rasa penyesalan.

Sumber: ditulis ulang dan diedit Hendry Filcozwei Jan dari cerita kiriman teman via WA. 

Jeritan Hati Seorang Anak




Please tolong dibaca dan disebarkan ya sahabatku...., jika dirasa bermanfaat bagi para ibu dan ayah.

Seorang anak perempuan kecil seusia SD kelas 1 sedang duduk tersimpuh sambil menangis di sudut ruangan, sepertinya anak ini habis dimarahi oleh mamanya.

Tantenya yang kebetulan sedang menginap di rumahnya dengan lembut menghampiri, dan bertanya, “Mengapa kamu menangis sayang ...? Memangnya ada apa ...?”

Mendapat pertanyaan dari tantenya, maka tangis anak itu makin tersedu .... Pipinya yang mungil basah kuyup oleh air mata kesedihan.

Segera tantenya merundukkan badannya, lalu duduk persis di sebelahnya. Kemudian lalu dipangkunya anak itu sambil membelai-belai rambutnya ....

Sambil tetap membelai rambutnya, sang tante berbisik lembut di telinganya, “Ayo sayang cerita dong sama tante, apa sih yang telah membuat kamu begitu bersedih...? Mumpung tante sedang ada di sini lho....” 

Perlahan-lahan si anak menyeka air matanya dan sambil terisak, ia mulai bicara .... “Barusan Mama marah sama aku Tante, karena aku kalah di perlombaan kemarin siang ....” 

Trus Mama bilang begini, kamu ini bagaimana sih...!!! Ikut perlombaan kalah terus, di sekolah juga nggak pernah jadi juara kelas!!! Trus kamu ini mau jadi apa???” 

Lalu dengan lembut tantenya bertanya, “Memangnya kalo kamu sudah besar mau jadi apa sayang?” 

Anak itu terdiam sejenak, kemudian dia berkata, ”Sebenarnya aku tidak ingin jadi apa-apa kok tante. Aku cuma ingin jadi mama yang baik seperti Tante, yang nggak pernah marah-marah dan paksa-paksa anaknya untuk menang lomba dan jadi juara kelas.” 

“Tapi aku takut bilang sama Mama, aku takut Mama akan semakin marah.” Lalu kembali anak kecil itu menangis tersedu-sedu sambil memeluk tantenya erat-erat.

Keluarga Indonesia yang berbahagia, salahkah jika seorang anak hanya memiliki keinginan sederhana seperti ini? 

Apakah ini sederhana atau sesungguhnya mulia? Bayangkan bagaimana jika kamu kebetulan jadi anak dari seorang mama yang merasa terpaksa jadi mama?

Salahkah anak kita jika dia tidak memiliki ambisi seperti kita para orang tuanya? Mari kita renungkan bersama.


Sumber cerita dan foto: Kopi Maya

Sumber foto: You Lose 
abcs