Tulisan Prof Agus Budiyono, alumni ITB & MIT (Massachusetts Institute of Technology, Amerika)
Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi
Saya dididik dan dibesarkan di sebuah lingkungan khusus di Amerika yang membuat saya tidak mudah gumunan. Di kelas saya setiap orang praktis adalah pelajar terbaik di negaranya. Di departmen saya ada pelajar terbaiknya Imperial College-London, juaranya Tokyo Tech, nomor satunya Seoul National University, dan sebagainya. Rata-rata IQ di kisaran 150 dan bila orang asing, TOEFL di sekitar 648 (sekitar betul semua), dan pada ujian tertentu sebagian besar adalah pemegang patent di bidangnya.
Laboratorium mereka pada zamannya mengembangkan teknologi yang merespon serangan Jepang di Pearl Harbor yang membantu memenangkan Amerika di Perang Dunia. Rombongan yang datang sebelumnya adalah kelompok kunci yang menjawab tantangan Soviet yang meluncurkan Sputnik dan menempatkan manusia pertama di ruang angkasa. Selang beberapa tahun kemudian Amerika mampu mendaratkan manusia di bulan.
Kelompok seangkatan saya adalah yang mampu melahirkan perusahaan sekelas Google dan Amazon. Yang menjadi motor utama industri di Route 95 (pantai timur) dan Silicon Valley (pantai barat). Capaian semua ini saya anggap wajar dan biasa saja, pas dan sesuai dengan arus, latar belakang dan milleu-nya.
Namun demikian dalam setting di tanah air, saya justru menemukan beberapa fenomena yang membuat saya kagum. Bisa gumun kali ini. Bilamana pencapaian orang-orang MIT itu saya anggap luar biasa, maka apa yang saya kagumi di Indonesia justru bahkan lebih dari luar biasa. Different league. Different level.
Saya ingin mengkristalisasi rasa kagum dan hormat ini dengan tiga figur yang saya jadikan judul di atas. Hanya kebetulan saja, sekali lagi, ketiganya sama-sama dari Jawa dengan latar belakang budaya dan filosofi yang saya pahami. Ketiganya orang-orang hebat yang menggunakan filosofi: "nglurug tanpa bala, sugih tanpa banda dan menang tanpa ngasorake." Saya jauh mengagumi beliau-beliau ini dibandingkan apa yang saya lihat dan alami sendiri di almamater saya. Kenapa?
Orang-orang MIT itu hebat dan lingkungannya memahami mereka, dan oleh karena itu mereka bisa mengapresiasinya. Oleh karena itu wajar dan malah expected. Sementara itu ketiga figur yang saya kagumi berada di lingkungan dimana orang-orang yang justru dibantu dimakmurkan ekonominya, yang menggunakan kemudahan yang mereka ciptakan dan menikmati suasana kondusif (ipoleksosbud hankam) yang mereka perjuangkan, banyak yang tidak paham. Boro-boro menghormati.
Namun demikian, ini yang saya kagum dan perlu banyak belajar, mereka semua tidak bergeming. Diremehkan juga tenang saja. Dicaci maki juga tidak gusar. Difitnah sana sini, juga tetap sabar. Pendeknya ketiganya mewakili, saya sebut dengan bangga dan haru, kualitas penduduk Nusantara yang unggul dan mumpuni. Kul dan kewreeen. Pantas untuk menjadi pemimpin dan memimpin bangsa sebesar Indonesia dengan semua kompleksitasnya.
Masing-masing berkontribusi pada bidang keahlian yang berbeda. Juga mempunyai jalur karir yang sama sekali beda. Namun ada kesamaan benang merah dari ketiganya. Kesamaan yang distinct and unmistakeable. Dalam pengamatan saya, ketiga figur adalah orang-orang yang lurus. Orang yang lempang hatinya. Figur yang hatinya tidak terbeli dengan kekuasaan dan kekayaan.
Figur yang bisa menjadi panutan dan teladan dalam hiruk pikuk perubahan global yang serbacepat. Dunia berubah. Cina dan Amerika berubah. Eropa berubah. Di masa yang tidak terlalu jauh, Cina akan menjadi ekonomi nomor 1, menggeser Amerika yang turun jadi nomor 2. Cina tidak akan menjadi negara berpenduduk terbanyak, posisinya diganti India. Indonesia dalam konstelasi tersebut, diprediksi akan menjadi ekonomi nomor 5. Negara makmur, tidak ada penduduk yang berkategori miskin. Bangsa Indonesia perlu pegangan dalam lingkungan yang serba berubah cepat ini.
Saya merasa sosok Sutami, SMI, dan Jokowi adalah mercusuar di tengah ketidakpastian gelombang laut dalam langit yang kelam. Bisa diandalkan untuk menjadi pegangan dalam menentukan arah. Ketiga figur tersebut, nilai-nilai hidupnya selayaknya dicontoh, diteladani dan diambil pelajarannya untuk generasi sekarang dan utamanya generasi millenials, Y dan Z.
Figur yang berprestasi tinggi, dengan pengakuan dunia, tapi tetap tawadu’ dan rendah hati. Figur yang tidak serakah, tidak tamak dengan kekuasaan, tidak menyodor-nyodorkan anak-anaknya, istri atau suaminya, saudara-saudaranya, untuk ikut memanfaatkan kemudahan-kemudahan, privilege atau keistimewaan dari jabatan atau pun bahkan pengaruh yang mereka punya.
Siapa orang Indonesia tidak kenal dengan Menteri Sutami, menteri termasyhur dalam sejarah NKRI? Sutami, berkat reputasinya, adalah satu-satunya menteri era Soekarno yang tetap dipilih oleh Soeharto di kabinetnya. Hidupnya lurus lempang tidak ada cacat.
Empat belas (14) tahun menjadi menteri tapi tidak mempunyai rumah sendiri. Pernah listriknya diputus karena terjadi tunggakan. Pak Jokowi juga menjadi presiden pertama RI yang mendapatkan recognisi dan strong opinion tentang komitmennya menciptakan pemerintahan yang bersih. Hal ini karena beliau benar-benar walk the talk. Bukan lamis-lamis lambe. Bukan NATO. Menerapkan dalam kesehariannya. PM Mahathir menyebutnya secara khusus standar Jokowi “reaching the unprecendented level” dalam sejarah Indonesia.
Penting ini karena datang dari tetangga sebelah yang tahu rumah tangga kita. Pemimpin bisnis terdepan Cina, Jack Ma, juga memberikan pujian kepada Jokowi tentang resilience-nya dalam menghadapi badai fitnah. Begitu juga dengan pemimpin-pemimpin dari Korea yang langsung saya dengar sendiri. Mereka semua all in kepercayaannya kepada Jokowi.
Mereka mengatakan bila Indonesia bisa dijaga untuk tetap bisa memunculkan pemimpin seperti Jokowi maka memang sudah keniscayaan Indonesia akan menjadi salah satu dari 4 adidaya dunia. Beberapa pemimpin Korea, saya tahu persis karena langsung membantu, sudah menaruh uangnya di pasar investasi Indonesia. Orang Korea, bahkan dalam level pemimpin, saja percaya. Masak kita yang asli orang Indonesia tidak?
Saya tidak heran, bila selama perjalanan bisnis terakhir saya ke Seoul selama lima hari bertemu dengan pimpinan 16 perusahaan besar Korea. Mereka semua, semuanya, bertanya dan ingin memastikan pemerintah sekarang berlanjut ke periode berikutnya.
Saya mengatakan dan mengafirmasi dari big data saya, jawabannya YA. Saya mahfum dari pengamatan saya mengajar dan mendirikan bisnis di sana selama 8 tahun, bahwa pemerintah yang bisa menciptakan iklim bisnis yang certain, yang pasti, sangat diharapkan untuk keberlanjutan bisnis dan investasi jangka panjang.
Prinsip ini sebenarnya yang menjadi sokoguru Keajaiban Ekonomi Korea (The Mirable of Han River). Dunia bisnis tidak menyukai kecenderungan kepada hal yang serba tidak pasti. Yang abu-abu dan tidak jelas juntrung-nya. Yang perlu maneuver pat pat gulipat. Pong pong garengpong. Ini semua dibersihkan ketika figur seperti Jokowi dan Sri Mulyani menjadi pimpinan. Tujuannya adalah menciptakan iklim bisnis dan investasi yang mempunyai kepastian. Yang sehat dan saling memakmurkan dalam semangat kolaborasi dan bahu-membahu antar komponen bangsa bahkan antarbangsa.
Kemarin saya menghadiri dan mengikuti dengan seksama paparan Kepala Bappenas, Professor Bambang S. Brodjonegoro, di Fairmont Jakarta, berisi “Sosialisasi Visi Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur. Banyak faktor disebut sebagai prerequisite agar Visi Indonesia 2045 bisa terwujud. Bagi saya yang paling penting adalah SDM yang perlu disiapkan untuk menjadi pemimpin Indonesia. Haruslah sosok-sosok yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral dan berakhlak yang baik. Yang bisa amanah bila diberi mandat dan kepercayaan.
Figur seperti Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi.
P.S. Mohon bantu di-share dan disebarluaskan ke berbagai kalangan terutama generasi penerus. Kita bersama saling mengingatkan dalam kebaikan. Menjaga agar suasana Indonesia sehat dan kondusif. Akan baik bila ajakan ini bisa dibaca jutaan orang Indonesia demi pendidikan karakter bangsa.
TRIBUN-TIMUR.COM - Tanggal
14 Juli 2004 silam, atau 14 tahun yang lalu, Indonesia kehilangan salah
satu figur yang akan dikenang karena kejujurannya, Jenderal Polisi
(Purn) Hoegeng Imam Santosa, dalam usia 82 tahun.
Kejujurannya jadi legenda
Hingga Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid Gusdur pernah berkelakar.
"Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur,
patung polisi, dan Hoegeng."
Dalam
momen-momen seperti hari ulang tahun Bhayangkara ke-72 yang diperingati
tiap 1 Juli, kejujuran dan kesederhanaan Soegeng selalu diceritakan.
Sosok polisi yang terkenal akan kejujuran dan keberaniannya. Namanya begitu melegenda di republik ini.
Berikut adalah salah satu fragmen kehidupan mantan Kapolri RI 1968-1971 ini.
Jendral Hoegeng Imam Santosa
Yogyakarta, 21 September 1970. Sumarijem, seorang penjual telur
berusia 18 tahun, tengah menunggu bus di pinggir jalan. Tiba-tiba dia
diseret ke dalam mobil oleh beberapa pria.
Sum dibius dan dibawa ke rumah kecil di wilayah Klaten. Di sana dia
diperkosa bergiliran oleh para penculiknya. Setelah itu Sum ditinggal
begitu saja dipinggir jalan.
Gadis malang ini kemudian melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum
malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu. Dia
diancam akan disetrum jika tidak mau menurut.
Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari
tanda palu arit di tubuh wanita malang itu. Karena melibatkan anak-anak
pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani.
Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri
Yogyakarta. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun
percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu.
Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak
terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo
disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak
mentah-mentah.
Dalam
putusan hakim dibeberkan pula nasib Sum selama ditahan. Dia dianiaya
dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso.
Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
HOEGENG TURUN TANGAN
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis
bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto
dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono.
Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik
Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum.
“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya
takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,”
tegas Hoegeng.
Jenderal pemberani ini lantas membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning.
Kasus ini terus membesar dan menjadi santapan media. Sejumlah pejabat
polisi dan sipil yang anaknya terkait dengan kasus ini coba membantah
lewat media massa.
Tak disangka, kasus ini terus membesar dan dianggap mengganggu stabilitas nasional.
Presiden Soeharto bahkan sampai turun tangan agar kasus ini berhenti.
Dia meminta agar kasus ini diserahkan ke Tim pemeriksa Pusat Kopkamtib. Wow!
Persidangan lanjutan pun digelar.
Polisi mengumumkan tersangka pemerkosa Sum ada 10 orang dan semuanya bukan anak pejabat seperti yang dituding Sum.
Para terdakwa ini membantah keras dan menyatakan siap mati jika benar memperkosa.
Hoegeng seperti tersadar. Ada kekuatan besar yang membelokkan kasus ini.
Benar saja. Pada 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri.
Usai dipensiunkan di umur 49, seperti dikisahkan dalam buku Hoegeng:
Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono, Hoegeng kemudian mendatangi
ibundanya untuk sungkem.
“Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu,” kata Hoegeng.
Sang ibunda menjawab tenang. “Kalau kamu
jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan
garam,” kata sang ibunda.
Kalimat sang ibunda menenangkan hati Hoegeng dan keluarganya.
Dan, hingga akhir hayatnya, Hoegeng tetap setia di jalan kejujuran yang dipilihnya.
Tahun 2001, Gaji Rp 7500 Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yg anti disogok.
Pria yg pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah.
Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian.
Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yg kemudian menjadi
satu-satunya mobil yg ia miliki.
Pengabdian yg penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari.
Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri
dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yg masih
dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.
Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.
Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.
“Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.
Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah
perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah
segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu.
“Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.
Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa
pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan
Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja,
mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia
kembalikan semuanya.
Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis.
Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai
keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001
hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!
Dalam acara Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan
gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan
seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000.
Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun.
Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya. Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.(*)
Jakarta -
Dandanan mentereng, rumah, dan mobil mewah agaknya sudah
menjadi gaya hidup para pejabat saat ini. Masyarakat pun kembali
merindukan figur-figur pemimpin yang sederhana dan pantas untuk
dijadikan teladan.
Suatu hari, di tahun 1950, Wakil
Presiden Muhammad Hatta pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di
rumah, ia langsung ditanya sang istri, Ny. Rahmi Rachim, tentang
kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang Republik Indonesia) dari 100
menjadi 1.
Pantas saja hal itu ditanyakan, sebab, Ny.
Rahmi tidak bisa membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya akibat
pengurangan nilai mata uang itu. Padahal, ia sudah cukup lama menabung
untuk membeli mesih jahit baru. Tapi, apa kata Bung Hatta?
"Sunggguhpun
saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan
kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh
negara. Kita coba menabung lagi, ya?" jawab Bung Hatta.
Kisah
mesin jahit itu merupakan salah satu contoh dari kesederhanaan hidup
proklamator RI Bung Hatta (1902-1980) dan keluarganya. Sejak kecil, Bung
Hatta sudah dikenal hemat dan suka menabung. Akan tetapi, uang
tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membantu
orang yang memerlukan.
Saking mepetnya keuangan Bung
Hatta, sampai-sampai sepasang sepatu Bally pun tidak pernah terbeli
hingga akhir hayatnya. Tidak bisa dibayangkan, seorang yang pernah
menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah bisa membeli sepasang sepatu.
Mimpi itu masih berupa guntingan iklan sepatu Bally yang tetap
disimpannya dengan rapi hingga wafat pada 1980.
Bung
Hatta baru menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan setelah memproklamasikan
kemerdekaan RI bersama Bung Karno atau tepatnya pada 18 November 1945.
Saat itu, ia berumur 43 tahun (beliau menepati janjinya, tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka). Apa yang dipersembahkan Bung Hatta
sebagai mas kawin? Hanya buku "Alam Pikiran Yunani" yang
dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.
Setelah
mengundurkan diri dari jabatan Wapres pada tahun 1956, keuangan
keluarga Bung Hatta semakin kritis. Uang pensiun yang didapatkannya amat
kecil. Dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1," Ny Rahmi
menceritakan, Bung Hatta pernah marah ketika anaknya usul agar keluarga
menaruh bokor sebagai tempat uang sumbangan tamu yang berkunjung.
Ny
Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut menerima rekening
listrik yang tinggi sekali. "Bagaimana saya bisa membayar dengan
pensiun saya?" kata Bung Hatta. Bung Hatta mengirim surat kepada
Gubernur DKI Ali Sadikin agar memotong uang pensiunnya untuk bayar
rekening listrik. Akan tetapi, Pemprov DKI kemudian menanggung seluruh
biaya listrik dan PAM keluarga Bung Hatta.
Bung Hatta
adalah pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom
yang handal. Di balik semua itu, ia juga adalah sosok yang rendah hati.
Sifat kesederhanaannya pun dikenal sepanjang masa. Musisi Iwan Fals
mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul "Bung Hatta".
Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu Bernisan bangga, berkafan doa Dari kami yang merindukan orang Sepertimu Untuk mendengar lagu Bung Hatta, silakan klik: Bung Hatta
Menurut Emil membangun kota harus bekerja sama
dengan pemerintah dan swasta, juga banyak mendengar dan berkomunikasi
dengan semua komunitas dan para ahli.
Priiit!Kick off pertandingan Persib Bandung vs Pusamania Borneo FC dimulai.
Persib
langsung dominan. Sundulan bek Persib asal Montenegro Vladimir Vujovic
masih bisa diselamatkan kiper Galih Sudarsono di menit awal
pertandingan.
Di babak kedua, Vujovic malah menghantam tubuh Rizky Pora--pemain Pusamania--dengan dengkul. Wasit mengganjarnya kartu merah.
Mochamad
Ridwan Kamil menghela napas, sembari membetulkan kacamatanya yang agak
melorot. Dia memakai peci dan kaos hitam lengan panjang berkerah dengan
tiga baris kancing. Tampak bayangan hitam di bawah matanya seakan tak
tidur tadi malam.
"Saya lagi absen dulu nonton Persib, sedang
sakit," kata Emil, sapaan akrabnya, kepada Fajar W Hermawan, Heru
Triyono dan fotografer Bismo Agung dari Beritagar.id ketika wawancara, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung.
Sebagai bobotoh
(pendukung), Emil mengaku memiliki rekor yang belum terpecahkan hingga
kini: Persib tak pernah kalah jika ia lihat langsung pertandingannya.
"Malam ini semoga enggak kalah," kata Emil, yang pernah melakukan aksi kontroversial dengan buligir (telanjang) dada bersama ribuan bobotoh di Stadion Jakabaring, Palembang, dua tahun lalu.
Pertandingan yang digelar di Stadion Jalak Harupat, Bandung, pukul 20.30 WIB itu dimenangkan Persib 1-0, lewat gol Samsul Arif.
Meski tak jarang yang dilakukannya jadi kontroversi dan berakhir di-bully,
sang arsitek ini adalah sosok populer di Tanah Air. Dia hangat, mudah
diakses lewat media sosial, dan merupakan pembicara berbakat.
Wali
Kota Bandung ini diundang berbicara di Globe Forum 2016 di Vancouver,
Kanada, yang berisi ratusan chief executive officer (CEO) dunia, akhir
Februari lalu.
Ia mempresentasikan tentang peluang bisnis infrastruktur di Indonesia yang menggunakan Public Private Partnership (PPP) alias kemitraan pemerintah dengan swasta.
Dengan
popularitas dan kemampuannya itu, Emil ibarat perempuan nan seksi yang
sedang diperebutkan banyak partai untuk dipinang. Awalnya, ia diprediksi
beberapa pengamat bersedia menjadi calon gubernur DKI Jakarta
Tapi,
setelah tiga bulan maju mundur cantik, akhirnya ia putuskan tidak ikut
dalam persaingan. "Saya lebih percaya suara masyarakat, keluarga dan
hati sendiri," ujarnya.
Di Facebook dan Instagram-nya memang
menunjukkan hal tersebut. Lebih dari 90 persen pengikutnya tidak sudi
jika dia hijrah ke Jakarta.
Didasari survei itu, Emil memilih
tetap menjadi Wali Kota, dan menyelesaikan programnya untuk memperbaiki
Bandung. "Dulu ada yang menjuluki Bandung, the City of Pigs. Sekarang kondisi mulai berubah," ujarnya.
Tulisan Bandung, the City of Pigs dimuat 2,5 tahun lalu di blog venusgotgonorrhea.wordpress.com
yang ditulis warga Bulgaria, Inna Savova. Dalam tulisannya, Savova
mengeluh betapa Bandung dipenuhi sampah, sementara warganya seperti tak
peduli dan merasa nyaman.
Ketika kami menyusuri Bandung sebelum wawancara Emil, spot-spot yang dimaksud Savova memang masih ada. Salah satunya bukit sampah di Taman Tegalega. Tapi, di beberapa spot
juga, yang menjadi etalase kota, memang ada perubahan drastis.
Contohnya, Alun-alun Bandung, sebuah lahan seluas 4000 meter disulap
menjadi taman bersih, yang dilapisi rumput sintetis.
"Kalau itu (Tegalega) bukan dibiarkan, tapi dana perbaikannya baru ada tahun ini," kata pria berusia 44 itu.
Selama
satu jam lebih Emil bersedia menjawab pertanyaan kami. Mulai dari
strategi menarik investor ke Bandung, karier politik, hingga menjadi
aktivis media sosial. Beberapa jawaban harus off the record karena ia khawatir dimultiinterpretasikan pihak lain.
Di beberapa momen obrolan, ia mengangkat lengannya dengan telapak tangan terkepal dan jempol teracung. Berikut petikannya:
Satu hari setelah menyatakan tidak maju dalam pencalonan Gubernur
DKI Jakarta Anda berangkat ke Vancouver, Kanada, pada Selasa (1/3/2016),
memenuhi undangan Globe Forum 2016. Bagaimana ceritanya bisa terpilih?Lebih
dari 30 perwakilan negara datang ke Bandung sejak saya menjadi wali
kota. Tiap datang, saya ngobrol dengan mereka dengan gaya pebisnis. Ya jualan Bandung saja.
Saya ini sudah menolak banyak rencana kunjungan. Nah,
mungkin dari jualan Bandung itu mereka (negara lain) tertarik
mendatangkan saya untuk bicara. Tapi saya tidak tahu teknis terpilihnya
saya bagaimana.
Mewakili wali kota se-ASEAN berpidato di depan ratusan CEO dunia, ada kesempatan untuk membahas Kota Bandung dalam presentasi?Awalnya
memang saya bicara soal MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), yang memiliki
pasar 600 juta orang, dan merupakan ekonomi terbesar ketujuh di dunia.
Seperti Uni Eropa, ASEAN sudah bisa lintas negara tanpa visa. Setelahnya
saya bicara Bandung dan Indonesia.
Apa yang Anda tawarkan kepada ratusan chief executive officer (CEO) dunia itu tentang Bandung?Saya bilang ke mereka, Bandung itu untuk jadi kota modern, butuh Rp60 triliun. Terdiri dari dua rute light rail transit atau disingkat LRT, cable car (kereta gantung) sepanjang 40 kilometer, tiga rumah sakit dan sebagainya.
Yang
tidak banyak diketahui para investor adalah proyek infrastruktur kota
dan kabupaten di Indonesia. Nilainya memang lebih kecil, tapi kalau
dilihat jumlahnya sebanyak 500 kota kabupaten, maka totalnya jadi besar.
Kalau Bandung saja butuh Rp60 triliun, dikalikan saja dana itu
dengan 500, sama dengan Rp3 ribu triliun. Ini sebuah peluang yang tidak
pernah orang tahu dan tidak mau tahu.
Saya juga baru ngeh
ketika jadi wali kota, dan saat diundang ke Inggris. Ternyata, kota-kota
di sana dibangun oleh swasta. Dari mulai rumah sakit, jalan raya, tiang
lampu, pokoknya semua. Nanti si kota bayar jangka panjang selama 25
tahun, semacam konsesi.
Menurut Anda apa keuntungan yang didapat Bandung dari skema kerjasama antara pihak swasta dan pemerintah kota tersebut?Masyarakat
akan senang. Karena tidak harus menunggu lima tahun, kelamaan.
Perubahan sudah bisa datang dalam tahun kedua kepemimpinan seseorang.
Ekonomi bergerak karena kapital masuk, kemudian pengangguran diserap,
dan juga cash flow tidak terganggu.
*Cash flow adalah masuk dan keluarnya uang pada suatu periode tertentu.
Nah
logika ini dipakai di kota-kota dunia kecuali Indonesia. Sekarang, jadi
ketahuan kenapa kota-kota di negeri ini lambat berkembang, karena cara
belanjanya konvensional.
Yang Anda maksud konvensional ini
terbiasa mengandalkan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD)
dalam membangun infrastruktur kota?Bandung, dalam 5 tahun itu,
hanya sanggup membelanjakan Rp15 triliun, sementara untuk jadi kota
maju, minimal butuh Rp60 triliun seperti yang saya sebut tadi.
Sebab itu investasi infrastruktur yang sehat harus dikejar, dalam bentuk public private partnership (kerjasama pemerintah dengan swasta)
Jadi, selama seminggu di Kanada, apa "oleh-oleh" yang konkret untuk Bandung?Di sana saya menemukan tiga penyedia teknologi sampah menjadi energi (waste to energy).
Sudah saya undang, dan memang Bandung disiapkan pemerintah jadi contoh
pengolahan sampah 1500 ton menjadi listrik. Kalau lancar, akhir tahun
ini program dilaksanakan.
Sebagai wali kota saya harus pro aktif
untuk menarik orang datang ke Bandung. Tidak bisa lagi berkonsep jaga
warung, menunggu orang lewat. Kita harus jadi salesman.
Anda memiliki tim khusus yang bertugas melakukan lobi untuk menarik investor datang berkunjung?Jujur, saya tidak punya sumber daya yang bisa cas cis cus
(lobi) di PNS (pegawai negeri sipil), karena kulturnya tidak begitu.
Apa yang terjadi? Akhirnya saya menyewa dua orang, yang saya bayar pakai
uang operasional sendiri untuk jadi duta besar Bandung--dalam tanda
kutip.
Dua orang itu lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung).
Satu menjadi duta besar Amerika, satu lagi menjadi duta besar di Eropa.
Sudah setahun berjalan dan mulai menuai hasil.
Peran apa yang Anda bayangkan untuk sektor swasta dalam rencana Anda memajukan mobilitas perkotaan di Bandung?Saat
ini, 80 persen dari populasi menggunakan kendaraan pribadi, sementara
angkutan umum 20 persen. Mau saya adalah membalik angka itu dengan
meningkatkan perbaikan, dan jangkauan infrastruktur transportasi kita.
Makanya, LRT dan cable car
itu pekerjaan rumah mahal saya. Sampai hari ini saya terus kejar. Tapi
karena jumlahnya triliunan, makanya mengandalkan investor.
Untuk
orang yang menyerah, mimpi besar itu tidak akan datang. Tapi, saya tidak
akan menyerah, makanya di Kanada saya ajak bicara investor, juga ke Pak
jokowi agar proyek ini terealisasi.
Di republik ini rezeki itu harus dikejar, tidak bisa ditunggu. Proactive governance saat ini menjadi gaya saya. Perubahan harus dikejar.
Tapi
masyarakat Bandung masih menghadapi masalah sama di bidang
transportasi, yang masih dirasa belum ada perubahannya, yakni kemacetan
di titik-titik tertentu...Saya sudah melakukan banyak upaya, sudah lebih dari lima cara. Mulai dari bike to work, bike to school,
bis sekolah gratis, menertibkan pedagang kaki lima dan pasar tumpah,
juga menertibkan parkir liar. Tapi memang belum akan mencukupi sebelum
warga pindah dari membawa mobil ke angkutan umum.
Padahal mengatasi macet termasuk janji politik Anda saat kampanye dulu?Janji
politik saya waktu itu adalah mengatasi banjir di akhir tahun ini, jadi
masih ada waktu. Macet juga semoga teratasi di akhir tahun menunggu LRT
terealisasi. Cuma bagi orang yang tidak sabar, ya menyerang terus. Tapi tidak masalah.
Beberapa kalangan menyebut Anda tidak peduli dengan pinggiran kota Bandung fokusnya hanya di tengah?Justru
saya ini wali kota satu-satunya yang kasih dana ke setiap RW (rukun
warga) masing-masing Rp100 juta, untuk dibelanjakan. Di Bandung ada 1500
RW, jadi total ada Rp150 miliar.
Maksud pemberian uang ini biar
pembangunan merata, termasuk di pinggiran. Jadi, tidak ada sejengkal pun
tanah di Bandung yang tidak tersentuh pembangunan. Caranya? Ya RW itu membelanjakan Rp100 juta.
Bagaimana dengan penanggulangan sampah. Kami masih melihat adanya tumpukan sampah di Taman Tegalega?Memang baru semester ini Tegalega akan ditangani.
Kenapa tidak segera, sampah membuat kota jadi terkesan kumuh?Begini.
Target 100 persen, tetapi duit hanya punya untuk 20 persen bagaimana?
Pertanyaannya juga Saya ini harus prioritas kemana. Banyak orang
berpikir dua tahun itu bisa selesai semua.
Saya jelaskan ya.
Tegalega itu baru dianggarkan tahun ini sebesar Rp25 miliar, untuk
membongkar semua borok yang ada di sekitarnya. Jadi kalau dibilang di
situ masih banyak sampah memang iya. Tapi tempat lain sudah jauh berubah. Lihat saja alun-alun saat ini.
Kota Bandung sempat ditulis oleh warga Bulgaria yang tinggal di Bandung, bernama Inna Savova, sebagai city of pigs, 2,5 tahun lalu. Apa ada perbaikan-perbaikan untuk menjawab tulisan itu?Dua
tahun sudah saya beresin, Terbukti, Bandung dapat Piala Adipura,
walaupun belum sempurna. Kalau Kota Surabaya saya akui keren, skornya
sudah tinggi.
Yang penting, dalam istilah saya, kami ini sudah masuk liga primer lah walau di papan bawah, sementara Surabaya di papan atas.
Namun semuanya dalam tahap perbaikan, termasuk Tegalega tadi. Saya terima bahwa memang ada spot-spot belum maksimal yang harus diperbaiki, tapi bukan berarti dibiarkan.
Ya, begitulah jadi wali kota, tangannya kotor. Mau beresin kota, tapi juga harus bisa bicara fiskal, pemikiran besar, pergi ke Kanada, ngomongin visi, tapi urusan printilan seperti sopir omprengan juga harus ditangani.
Mana yang Anda prioritaskan sementara dana juga terbatas?Semua diurus tapi sambil membangun sistem. Contoh membangun sistem: ada aduan dari beberapa pengusaha yang dipingpong RT RW dalam membuat izin. Kemudian saya membuat sistem bahwa untuk usaha mikro tidak usah lagi pakai izin.
Jadi,
malam ini punya ide, besok bisa langsung usaha. Caranya, daftar saja
lewat pemerintah kota, melalui telepon seluler. Nanti sesekali kami cek
ke lapangan.
Apa di tingkat bawah praktek pungutan liar masih ada selama ini?Pungli
hilang karena saya putus prosedur itu di awal. Sama halnya pendaftaran
sekolah di Bandung yang dulunya dikendalikan oleh kepala sekolah.
Akibatnya,
banyak orang mendekati kepala sekolah dan menyogok. Anak yang nilainya
jelek, asal bisa nyogok, maka bisa mendapat kursi. Coba saja dikalikan
berapa total kursi sekolah di Bandung? Totalnya mencapai Rp30 miliar.
Sekarang saya cut PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) ini dengan mesin. Selesai.
Mekanisme pencegahan korupsi seperti ini menuai hasil?Pemerintah
Kota Bandung sekarang rapor kinerjanya ranking 1 Nasional (Februari
lalu), lompat dari ranking ratusan. Penghargaan ini diberikan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Bandung
juga satu-satunya yang mendapat nilai A dengan skor 80.2, yang lain di
bawah 80. Jadi, menurut saya, santai saja dalam reformasi birokrasi.
Tidak usah pakai marah-marah terus.
Bukannya Transparency
International Indonesia (TII) menempatkan Bandung di posisi terbawah
dalam Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015?Transparency
melakukan survei pada Mei 2015 kepada pebisnis yang mengurus izin. Saya
akui birokrasinya memang masih jelek, tapi bulan Juni saya meluncurkan
perizinan online.
Kalau dokumen sudah siap, saya kirim
pakai tukang pos, jadi tidak ada pertemuan lagi warga dengan petugas,
dan itu memotong celah korupsi juga. Cuma saja, survei bulan Meinya itu
diumumkan di akhir tahun.
Tapi saya terima survei itu, tapi tolong survei lagi hari ini. Karena, saya yakin ceritanya akan berbeda.
Beratkah menyembuhkan penyakit birokrasi di pemerintahan?Saya
tidak terlalu percaya orang dalam waktu dekat bisa berubah pola
pikirnya. Orang yang berantakan kemudian jadi rapih itu sulit. Saya
ceramahin pun tidak jaminan. Yang paling jaminan adalah membuat sistem
baru.
Makanya saya senang dikasih tantangan penyakit itu. Dan
syukurnya, hampir semuanya sudah membaik, meski semester ini ada
beberapa lagi dinas yang harus saya bongkar.
Bongkar di sini dalam arti orang-orangnya diganti?Bukan
juga. Tapi dalam arti ada praktek-praktek yang masih dilaporkan terjadi
(pungli), dan saya belum turun tangan untuk memotongnya.
Sebagai aktivis media sosial, berapa lama sehari Anda memantaunya?Kalau saya terlihat aktif banget (di medsos), itu biasanya lagi di jalan tol. Ketimbang bengong saja dua jam terkena macet, mending berkicau. Ya,ngetwit kan hanya satu menit, baca 15 menit. Dalam sehari kira-kira satu jam.
Apakah semua tweet yang ditujukan kepada Anda selalu dibalas?Saya membalas yang fatalis-fatalis saja, seperti cuit akun @Kurawa atau yang agak fitnah. Walau kadang akunnya tidak jelas, tapi saya merasa punya hak untuk menjawab.
Di republik ini kan orangnya senang mencari kesalahan. Saya tanya ke Anda, ada enggak Presiden yang enggak dibully? Dari mulai Pak SBY dibully, Pak Jokowi juga, Bu Mega dulu juga dibully, hanya saja bukan dengan medsos ketika itu. Bahkan, andai saja Sukarno hidup pada hari ini, sudah pasti dia dibully juga.
Anda mengurus akun Anda sendiri, atau memiliki tim media sosial yang mengelola?Tidak. Saya hanya punya admin satu saja, itu pun hanya untuk Facebook, dan untuk urusan posting reguler saja. Terlihat kok dari bahasanya, agak beda.
Sebenarnya apa motivasi Anda tetap aktif di medsos selama menjadi wali kota?Saya
melatih negeri ini pejabat itu tidak ada bedanya dengan warga biasa.
Cuma kerjanya saja lebih besar, yakni mengurus umat. Sementara pejabat
lain dikontruksikan berkomunikasi satu arah, maka saya melakukannya dua
arah.
Coba lihat Ahok, apakah pernah menjawab Twitter-nya? Kan
enggak. Kemudian Pak Jokowi? Enggak juga. Akan tetapi, komunikasi mereka
dikontruksi oleh jawaban mereka di media elektronik atau cetak. Kalau
saya enggak, yang mem-bully, saya jawab. Karena saya ,merasa sedang melakukan edukasi.
Banyak yang menganggap pejabat yang aktif di medsos itu tidak produktif...Lihat
saja ukuran keberhasilan dan kegagalannya. Misalkan begini, saya banyak
main di medsos, apakah Bandung raportnya jelek? Jika iya baru tudingan itu saya terima.
Sebelum berkicau di media sosial, apakah Anda sudah mengkalkulasi bahwa kicauan itu akan menimbulkan kontroversi atau tidak?Selalu.
Termasuk yang soal Surabaya. Kicauan saya itu juga sudah dipikirkan.
Karena tidak ada pilihan lain, saya harus sampaikan lewat media Twitter.
Pertanyaan orang, kenapa tidak diselesaikan saja lewat japri atau lewat telepon?Orang lain tidak tahu letak masalahnya di mana.
Jika kicauan Anda kerap menjadi kontroversi, apa tidak kapok aktif di medsos?Kontroversi akan selalu terjadi. Saya ingin mendidik masyarakat, bahwa yang penting saya tidak bohong dan bicara fakta.
Anda dianggap terlalu baper (bawa perasaan) atau lebay?Masalah gaya mah
masing-masing. Mitos pemimpin itu jangan ditunggalkan. Semua harus
seperti Sukarno atau semua harus seperti Jokowi, kan tidak bisa. Bagi
saya, gaya itu karakter, dan yang lebih penting lagi adalah hasil.
Pertanyaannya, dari gayanya itu menghasilkan perubahan dan kemajuan atau
tidak?
Sepertinya Anda nyaman-nyaman saja diserang para pem-bully?Para pem-bully
itu menyerangnya pasti ke gaya, bukan substansi. Karena, kalau soal
substansi, saya selalu punya jawaban. Makanya saya senang di medsos ada
yang mengkritik, karena saya bisa jawab.
Tidak terbayang jika
saya tidak punya instrumen (medsos) ini. Karena bagi saya, media sosial
adalah keniscayaan masa depan yang tidak bisa dilawan. Bedanya, orang
masih menggunakan medsos ini untuk sebatas hal biasa. Kalau saya,
menggunakannya untuk hal luar biasa. Sekarang, lihat saja setiap dinas
di Bandung punya akun Twitter.
Mereka melaporkan kegiatan di Twitter sekaligus menjawab kritik?Pokoknya dari Bandung setiap hari minimal ada 200 berita dalam bentuk tweet. Saya wajibkan mereka setiap hari ngetwit,
dan foto. Mulai dari kegiatan PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga),
membersihkan gorong-gorong, penertiban pedagang, dan lain-lain. Ini
adalah politik karya. Jadi tidak usah capek-capek ngebranding, biar si berita itu saja cerita sendiri soal kinerja kami.
Soal
politik. Apa pertimbangan masa depan karier politik Anda ke depan,
tertarik untuk masuk bursa calon Gubernur Jawa Barat 2018? Pilihan
karier saya ada tiga: satu, menjadi Gubernur Jawa Barat, dua,
melanjutkan wali kota jilid dua, dan ketiga menjadi arsitek lagi.
Bagaimana dengan pilihan karier pada 2019?Maksudnya? Oh he-he.
Kalau 2019 (pemilihan presiden dan wakilnya) itu adalah logika
momentum-- kalau dalam istilah saya. Jadi, kita lihat saja momentumnya
bagaimana. Saya menunggu momentum saja, jangan berandai karena itu
terlalu jauh.
Momentum yang Anda maksud itu seperti apa?Tiba-tiba
situasi mendukung, survei bagus, dan peluang ada, serta rakyat
mendukung, maka itu tidak ada masalah. Tapi, kalau tidak ada dukungan, ngapain diniat-niatkan begitu, hanya membuat gede rasa saja. Kalau 2018, memang agak terukur.
Lebih berpeluang menang ya...Begini. Kalau ke saya Jawa Barat, kan masih di Bandung juga kantornya. Cuma, kalau provinsi itu kan koordinator, nah kalau wali kota itu manajerial. Sementara ini saya lagi menikmati menjadi manajer.
Kalau keluarga lebih senang yang mana?Jadi
arsitek. Kalau jadi wali kota itu hidup penuh dinamika. Waktu juga
terbatas, banyak gangguan, dan banyak segala rupa lah. Pekerjaan public service itu adalah pekerjaan yang bukan mencari ketenangan, justru mencari keributan, tapi yang ada amalnya.
Menurut Anda dari tiga pilihan karier itu Anda lebih cenderung kemana?Semua
masih 50-50 kalau mau jujur. Jika orang mengira saya mau jadi Gubernur
Jawa Barat, silakan saja berteori, nanti batin saya akan bercerita
sendiri. Persis seperti kemarin, ketika orang menyangka maju di DKI,
saya justru mundur.
Padahal banyak yang berharap Anda ke Jakarta?Itu
di sisi yang berharap. Masalahnya, warga Bandung tidak ada yang
mendukung, termasuk ibu dan keluarga saya. Kalau mereka bilang terserah,
oke lah saya ke sana.
Sudah ada partai yang mendekat untuk mengusung Anda sebagai Gubernur Jawa Barat ?Banyak.
Tapi dalam pengalaman saya, detik-detik terakhir suka berubah. Rute
yang paling aman adalah melanjutkan wali kota jilid dua, nah kalau sudah lunas baru berpikir lagi.
Liputan6.com, Yamagata -
Seorang pria yang selama 40 tahun mengirim donasi tanpa nama untuk
pembelian buku di sebuah sekolah dasar mengungkapkan jati diri. Ia
melakukan itu setelah mengetahui sekolah tempat ia memberikan uang tiap
bulan akan ditutup musim semi mendatang.
Pria itu adalah Shoji Konno. Ia akhirnya bertemu dengan murid-murid
sekolah tempat ia menyisihkan gajinya tanpa pernah absen, tiap bulan,
selama 40 tahun. Konno adalah mantan pegawai yang tinggal di kota
Sendai, Jepang.
Lahir di kota Haguro, ia lulus dari SD Hirose yang kini bernama Daisan Elementary School, di Perfektur Yamagata.
Kisah amalnya bermula pada 1973. Saat itu, ia bersama pemuda Jepang
lain mendatangi pelosok membantu warga. Saat itu Konno muda terenyuh
dengan sekolah Daiyon Elementary School, sekolah cabang Daisan.
Sekolah itu begitu kecil dan pilihan bukunya sedikit. Murid-murid
harus berebut untuk membaca. Sedih dengan kondisi tersebut, apalagi
kehilangan ayahnya saat bersekolah, membuat ia bertekad untuk melakukan
sesuatu.
Saat Konno mulai bekerja setahun kemudian, pada 1974, ia bertekad
mewujudkan janjinya. Tiap bulan, ia sisihkan gajinya sebesar ribuan Yen
untuk donasi sekolah itu.
Di amplop yang berisi uang tunai itu, Konno selalu menuliskan 'Pria
tua dari Tsuruoka', di dalamnya ia menulis surat bahwa uang itu
diperuntukkan untuk membeli buku.
Kalau ditotal, pria yang kini berusia 68 tahun telah menyumbang 2,2
juta Yen kepada sekolah itu. Mereka pun kini telah mempunyai 1.500 buku
berkat kebaikan hatinya.
Kisah 'Old Man' Penyumbang Rahasia di Sekolah Jepang Terungkap (The Mainichi Shimbun)
Tak hanya itu, tiap tahun, sekolah tersebut mengadakan festival 'Old Man' yang dipersembahkan bagi donatur rahasia itu sebagai tanda terima kasih kepadanya.
Dalam festival 'Old Man', tiap murid, guru dan orangtua membaca buku
keras-keras. Namun, dengan jumlah murid yang menurun drastis,-- tahun
ini hanya 24 orang--, sekolah itu tak punya pilihan untuk menutupnya.
Konno mendengar kabar itu. Saat itulah, ia memutuskan untuk
mengakhiri donasi dan mengungkapkan jatidirinya, seperti dilansir dari The Mainichi Shimbun, Sabtu 5 Desember 2015.
Ia menuliskan panjang lebar kisah dan alasannya kepada sekolah
tersebut menggunakan nama aslinya. Pihak sekolah dan administrasi daerah
itu memintanya untuk datang dan bertemu para sisa murid dan alumni.
Festival 'Old Man' terakhir diadakan pada Jumat 4 Desember 2015.
Konno hadir sebagai undangan. Murid kelas akhir bernama Mashiro Maruyama
terpilih menjadi murid yang mengucapkan banyak terima kasih.
"Aku sangat bahagia setiap saat buku-buku baru tiba. Terima kasih
atas kebaikan Anda selama 40 tahun yang telah menghidupkan imajinasi dan
menambah pengetahuan kami," kata siswi berusia 11 tahun.
Konno awalnya enggan untuk datang. Ia takut kedatangannya akan merusak impian murid-murid itu.
"Awalnya aku khawatir kalau datang bakal merusak impian mereka," kata Konno.
"Namun ternyata, bertemu mereka, aku merasakan kebahagiaan yang
mereka dapatkan dari membaca buku. Mereka telah mendapatkan tentang
indahnya punya mimpi dan harapan," ujarnya penuh haru. Sekolah Daiyon
akan bergabung dengan Daisan. Nama sekolah akan berganti menjadi Hirose
Elementary School. Buku-buku hasil donasi 'old man' akan turut dibawa
serta.
Terima kasih, Pak Tua...
Kisah nyata melakukan perbuatan tanpa pamrih. Semoga masih banyak orang-orang seperti ini... Sumber: Liputan 6
SINGAPURA, KOMPAS.com — Lee
Kuan Yew tidak terbantahkan sebagai sosok yang berpengaruh. Ia memimpin
Singapura selama 31 tahun. Sosok Lee, yang meninggal dalam usia 91 tahun
pada Senin (23/3/2015) dini hari itu, juga tidak terlepas dari
kontroversi terkait gaya kepemimpinannya yang otoriter, dan terkenal
dengan sejumlah ucapannya.
Berikut adalah 8 pernyataan Lee yang paling berkesan menurut pilihan Kompas.com.
1) "Dicintai
atau ditakuti, saya selalu percaya bahwa apa yang dikatakan oleh
Machiavelli adalah benar. Jika tidak ada yang menakuti saya sebagai
pemimpin, maka saya tidak ada artinya."
2)
"Saya tidak pernah memperhatikan atau terlalu memedulikan hasil survei
atau popularitas saya. Menurut saya, pemimpin yang terlalu peduli akan
survei adalah pemimpin yang lemah. Jika pemimpin terlalu cemas dengan
popularitasnya yang naik turun, maka pemimpin itu bukanlah seorang leader. Mereka hanya mengejar angin... mengikuti ke mana angin berembus, dan saya tidak memerintah untuk itu."
3) "Saya
harus memenjarakan lawan, tanpa pengadilan, baik komunis, sauvinis,
atau ekstremis agama. Jika saya tidak melakukannya, negara ini akan
hancur."
4) "Saya selalu dituduh mencampuri
kehidupan pribadi warga Singapura. Benar. Jika saya tidak melakukan itu,
Singapura tidak akan maju seperti ini hari ini. Saya tanpa penyesalan
sedikit pun mengatakan tidak akan ada kemajuan ekonomi jika saya tidak
mencampuri urusan pribadi Anda, siapa tetangga Anda, di mana Anda
tinggal, keluhan Anda, bagaimana Anda meludah, dan bahasa apa yang
dipergunakan. Kita memutuskan apa yang baik dan benar, tidak peduli apa
yang dipikirkan warga."
5) "Masalah yang sering
muncul adalah manusia belum mampu mengerti apa yang dimaksud dengan
karakter. Kamu dapat mengukur IQ atau kepintaran setiap orang dengan
segala macam tes.... Sungguhlah mencengangkan, di dunia ini, banyak
sekali orang ber-IQ tinggi yang tidak berbuat apa-apa untuk menolong
sesama. Karakter adalah sebuah kualitas yang tidak dapat diukur.
Karakter yang baik ditambah mental yang kuat, kepintaran, dan
kedisiplinan-lah yang melahirkan kepemimpinan yang baik.”
6)
"Apa yang penting di dalam hidup saya? Keluarga dan negara saya. Istri
saya menjaga keluarga saya. Dia membesarkan anak-anak. Saya rutin
menghabiskan waktu dengan mereka untuk mengajarkan sejumlah nilai. Akan
tetapi, Singapura tetaplah orioritas saya hingga ajal menjemput."
7)
"Saya memiliki banyak memori yang indah bersama dengan beliau selama 63
tahun. Tanpa dia, saya adalah lelaki yang berbeda dengan kehidupan yang
berbeda. Beliau selalu mendedikasikan dirinya untuk saya dan anak-anak.
Dia selalu ada ketika saya membutuhkan kehadirannya. …Pada momen
terakhir ini, perasaan saya sangat berduka." (Eulogi Lee kepada
istrinya, Kwa Geok Choo)
8) "Ini peribahasa Tionghoa, 'Jangan
menghakimi atau mengukur manusia hingga Anda menutup peti matinya'.
Tutup peti mati, dan kemudian analisis. Saya tidak mengatakan semua yang
saya lakukan adalah benar, tetapi saya ingin mengatakan bahwa semua
yang saya lakukan adalah untuk tujuan yang mulia. Terkadang saya harus
melakukan sesuatu yang kejam, seperti memenjarakan orang tanpa
pengadilan."
Klik label yang Anda inginkan, maka akan muncul tulisan-tulisan dengan label tersebut. Angka di belakang label tulisan adalah jumlah artikel untuk kategori itu.
Baca atau telusuri tulisan-tulisan di sana. Jika sampai tulisan terakhir, Anda ingin melihat tulisan sebelumnya dengan label yang sama, klik tulisan "Postingan Lama", begitu seterusnya.
Jika ingin kembali ke menu awal, klik "Beranda", Anda akan kembali ke halaman utama blog.
Imbauan
Semua tulisan di blog penulis boleh di-copy paste & disebarluaskan untuk tujuannon-komersial dengan mencantumkan links sumber-nya. Mari saling menghargai ide dan pemikiran sesama blogger. Terima kasih...
Sejak SMP, Dhika aktif ikut organsisasi. Saat kuliah di India, Dhika tetap aktif ikut organisasi. Berikut jejak organisasi Dhika dan aktivit...
Keyword Blog
1000 = 1 1001 internet alumni almamater alumni bangau alumnus artikel bahasa kelirumologi rekor berpikir kreatif (all email=g) bisnis online berpikir ker*s bukan solusi cukup sekali dari admin download gratis (twitter/x h1105@yΦ≈sar) foto bicara toleransi indahnya info rekoris (h1105@yΦ≈ email) inspirasi YouTube kisah inspiratif klipping komputer internet kontrasnya dunia logika berpikir obrol ojol ojek online pemilu 2019 profil sekolah kehidupan sosok teladan tempo doeloe tentang korupsi update terus butuh bantuan editor buku artikel cerita beasiswa (FaceBook InstaGram h2000Φ≈) (tji@.lΦ≈ email) HFJ Hendry Filcozwei Jan