Tampilkan postingan dengan label Sosok Teladan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosok Teladan. Tampilkan semua postingan

Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi

Tulisan Prof Agus Budiyono, alumni ITB & MIT (Massachusetts Institute of Technology, Amerika)



Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi


Saya dididik dan dibesarkan di sebuah lingkungan khusus di Amerika yang membuat saya tidak mudah gumunan. Di kelas saya setiap orang praktis adalah pelajar terbaik di negaranya. Di departmen saya ada pelajar terbaiknya Imperial College-London, juaranya Tokyo Tech, nomor satunya Seoul National University, dan sebagainya.  Rata-rata IQ di kisaran 150 dan bila orang asing, TOEFL di sekitar 648 (sekitar betul semua), dan pada ujian tertentu sebagian besar adalah pemegang patent di bidangnya. 

Laboratorium mereka pada zamannya mengembangkan teknologi yang merespon serangan Jepang di Pearl Harbor yang membantu memenangkan Amerika di Perang Dunia.  Rombongan yang datang sebelumnya adalah kelompok kunci yang menjawab tantangan Soviet yang meluncurkan Sputnik dan menempatkan manusia pertama di ruang angkasa. Selang beberapa tahun kemudian Amerika mampu mendaratkan manusia di bulan. 

Kelompok seangkatan saya adalah yang mampu melahirkan perusahaan sekelas Google dan Amazon. Yang menjadi motor utama industri di Route 95 (pantai timur) dan Silicon Valley (pantai barat). Capaian semua ini saya anggap wajar dan biasa saja, pas dan sesuai dengan arus, latar belakang dan milleu-nya.

Namun demikian dalam setting di tanah air, saya justru menemukan beberapa fenomena yang membuat saya kagum. Bisa gumun kali ini.  Bilamana pencapaian orang-orang MIT itu saya anggap luar biasa, maka apa yang saya kagumi di Indonesia justru bahkan lebih dari luar biasa. Different league. Different level.

Saya ingin mengkristalisasi rasa kagum dan hormat ini dengan tiga figur yang saya jadikan judul di atas.  Hanya kebetulan saja, sekali lagi, ketiganya sama-sama dari Jawa dengan latar belakang budaya dan filosofi yang saya pahami. Ketiganya orang-orang hebat yang menggunakan filosofi: "nglurug tanpa bala, sugih tanpa banda dan menang tanpa ngasorake."  Saya jauh mengagumi beliau-beliau ini dibandingkan apa yang saya lihat dan alami sendiri di almamater saya. Kenapa?

Orang-orang MIT itu hebat dan lingkungannya memahami mereka, dan oleh karena itu mereka bisa mengapresiasinya. Oleh karena itu wajar dan malah expected. Sementara itu ketiga figur yang saya kagumi berada di lingkungan dimana orang-orang yang justru dibantu dimakmurkan ekonominya, yang menggunakan kemudahan yang mereka ciptakan dan menikmati suasana kondusif (ipoleksosbud hankam) yang mereka perjuangkan, banyak yang tidak paham. Boro-boro menghormati. 

Namun demikian, ini yang saya kagum dan perlu banyak belajar, mereka semua tidak bergeming. Diremehkan juga tenang saja. Dicaci maki juga tidak gusar. Difitnah sana sini, juga tetap sabar. Pendeknya ketiganya mewakili, saya sebut dengan bangga dan haru, kualitas penduduk Nusantara yang unggul dan mumpuni. Kul dan kewreeen. Pantas untuk menjadi pemimpin dan memimpin bangsa sebesar Indonesia dengan semua kompleksitasnya.

Masing-masing berkontribusi pada bidang keahlian yang berbeda. Juga mempunyai jalur karir yang sama sekali beda. Namun ada kesamaan benang merah dari ketiganya. Kesamaan yang distinct and unmistakeable. Dalam pengamatan saya, ketiga figur adalah orang-orang yang lurus. Orang yang lempang hatinya. Figur yang hatinya tidak terbeli dengan kekuasaan dan kekayaan. 

Figur yang bisa menjadi panutan dan teladan dalam hiruk pikuk perubahan global yang serbacepat. Dunia berubah. Cina dan Amerika berubah. Eropa berubah. Di masa yang tidak terlalu jauh, Cina akan menjadi ekonomi nomor 1, menggeser Amerika yang turun jadi nomor 2. Cina tidak akan menjadi negara berpenduduk terbanyak, posisinya diganti India. Indonesia dalam konstelasi tersebut, diprediksi akan menjadi ekonomi nomor 5. Negara makmur, tidak ada penduduk yang berkategori miskin. Bangsa Indonesia perlu pegangan dalam lingkungan yang serba berubah cepat ini.

Saya merasa sosok Sutami, SMI, dan Jokowi adalah mercusuar di tengah ketidakpastian gelombang laut dalam langit yang kelam. Bisa diandalkan untuk menjadi pegangan dalam menentukan arah. Ketiga figur tersebut, nilai-nilai hidupnya selayaknya dicontoh, diteladani dan diambil pelajarannya untuk generasi sekarang dan utamanya generasi millenials, Y dan Z. 

Figur yang berprestasi tinggi, dengan pengakuan dunia, tapi tetap tawadu’ dan rendah hati. Figur yang tidak serakah, tidak tamak dengan kekuasaan, tidak menyodor-nyodorkan anak-anaknya, istri atau suaminya, saudara-saudaranya, untuk ikut memanfaatkan kemudahan-kemudahan, privilege atau keistimewaan dari jabatan atau pun bahkan pengaruh yang mereka punya.

Siapa orang Indonesia tidak kenal dengan Menteri Sutami, menteri termasyhur dalam sejarah NKRI? Sutami, berkat reputasinya, adalah satu-satunya menteri era Soekarno yang tetap dipilih oleh Soeharto di kabinetnya. Hidupnya lurus lempang tidak ada cacat. 

Empat belas (14) tahun menjadi menteri tapi tidak mempunyai rumah sendiri. Pernah listriknya diputus karena terjadi tunggakan. Pak Jokowi juga menjadi presiden pertama RI yang mendapatkan recognisi dan strong opinion tentang komitmennya menciptakan pemerintahan yang bersih. Hal ini karena beliau benar-benar walk the talk. Bukan lamis-lamis lambe. Bukan NATO. Menerapkan dalam kesehariannya. PM Mahathir menyebutnya secara khusus standar Jokowi “reaching the unprecendented level” dalam sejarah Indonesia. 

Penting ini karena datang dari tetangga sebelah yang tahu rumah tangga kita. Pemimpin bisnis terdepan Cina, Jack Ma, juga memberikan pujian kepada Jokowi tentang resilience-nya dalam menghadapi badai fitnah. Begitu juga dengan pemimpin-pemimpin dari Korea yang langsung saya dengar sendiri. Mereka semua all in kepercayaannya kepada Jokowi. 

Mereka mengatakan bila Indonesia bisa dijaga untuk tetap bisa memunculkan pemimpin seperti Jokowi maka memang sudah keniscayaan Indonesia akan menjadi salah satu dari 4 adidaya dunia. Beberapa pemimpin Korea, saya tahu persis karena langsung membantu, sudah menaruh uangnya di pasar investasi Indonesia. Orang Korea, bahkan dalam level pemimpin, saja percaya. Masak kita yang asli orang Indonesia tidak?

Saya tidak heran, bila selama perjalanan bisnis terakhir saya ke Seoul selama lima hari bertemu dengan pimpinan 16 perusahaan besar Korea. Mereka semua, semuanya, bertanya dan ingin memastikan pemerintah sekarang berlanjut ke periode berikutnya. 

Saya mengatakan dan mengafirmasi dari big data saya, jawabannya YA. Saya mahfum dari pengamatan saya mengajar dan mendirikan bisnis di sana selama 8 tahun, bahwa pemerintah yang bisa menciptakan iklim bisnis yang certain, yang pasti, sangat diharapkan untuk keberlanjutan bisnis dan investasi jangka panjang. 

Prinsip ini sebenarnya yang menjadi sokoguru Keajaiban Ekonomi Korea (The Mirable of Han River). Dunia bisnis tidak menyukai kecenderungan kepada hal yang serba tidak pasti. Yang abu-abu dan tidak jelas juntrung-nya. Yang perlu maneuver pat pat gulipat. Pong pong garengpong. Ini semua dibersihkan ketika figur seperti Jokowi dan Sri Mulyani menjadi pimpinan. Tujuannya adalah menciptakan iklim bisnis dan investasi yang mempunyai kepastian. Yang sehat dan saling memakmurkan dalam semangat kolaborasi dan bahu-membahu antar komponen bangsa bahkan antarbangsa.

Kemarin saya menghadiri dan mengikuti dengan seksama paparan Kepala Bappenas, Professor Bambang S. Brodjonegoro, di Fairmont Jakarta, berisi “Sosialisasi Visi Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur. Banyak faktor disebut sebagai prerequisite agar Visi Indonesia 2045 bisa terwujud. Bagi saya yang paling penting adalah SDM yang perlu disiapkan untuk menjadi pemimpin Indonesia. Haruslah sosok-sosok yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral dan berakhlak yang baik. Yang bisa amanah bila diberi mandat dan kepercayaan.

Figur seperti Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi.

P.S.
Mohon bantu di-share dan disebarluaskan ke berbagai kalangan terutama generasi penerus. Kita bersama saling mengingatkan dalam kebaikan. Menjaga agar suasana Indonesia sehat dan kondusif. Akan baik bila ajakan ini bisa dibaca jutaan orang Indonesia demi pendidikan karakter bangsa.

Diedit oleh: Hendry Filcozwei Jan

Sumber: Grup WA
Sumber foto: Daulat Desa

Mengenang Jalan Sunyi Jenderal Polisi Hoegeng, 1 dari 3 Polisi Jujur Versi Kelakar Gusdur

Jendral Hoegeng Imam Santosa

TRIBUN-TIMUR.COM - Tanggal 14  Juli 2004 silam, atau 14 tahun yang lalu, Indonesia kehilangan salah satu figur yang akan dikenang karena kejujurannya, Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santosa, dalam usia 82 tahun.

Kejujurannya jadi legenda
Hingga Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid Gusdur pernah berkelakar. "Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng."

Dalam momen-momen seperti hari ulang tahun Bhayangkara ke-72 yang diperingati tiap 1 Juli, kejujuran dan kesederhanaan Soegeng selalu diceritakan. 

Sosok polisi yang terkenal akan kejujuran dan keberaniannya. Namanya begitu melegenda di republik ini.

Berikut adalah salah satu fragmen kehidupan mantan Kapolri RI 1968-1971 ini.

 Jendral Hoegeng Imam Santosa
Yogyakarta, 21 September 1970. Sumarijem, seorang penjual telur berusia 18 tahun, tengah menunggu bus di pinggir jalan. Tiba-tiba dia diseret ke dalam mobil oleh beberapa pria.

Sum dibius dan dibawa ke rumah kecil di wilayah Klaten. Di sana dia diperkosa bergiliran oleh para penculiknya. Setelah itu Sum ditinggal begitu saja dipinggir jalan.

Gadis malang ini kemudian melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu. Dia diancam akan disetrum jika tidak mau menurut.

Sum pun disuruh membuka pakaiannya, dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu. Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani. 

Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu.

Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.

Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.

Dalam putusan hakim dibeberkan pula nasib Sum selama ditahan. Dia dianiaya  dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.

HOEGENG TURUN TANGAN
Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini. Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono.

Hoegeng lalu memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum.

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng.

Jenderal pemberani ini lantas membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning.

Kasus ini terus membesar dan menjadi santapan media. Sejumlah pejabat polisi dan sipil yang anaknya terkait dengan kasus ini coba membantah lewat media massa.
 
Tak disangka, kasus ini terus membesar dan dianggap mengganggu stabilitas nasional.

Presiden Soeharto bahkan sampai turun tangan agar kasus ini berhenti.

Dia meminta agar kasus ini diserahkan ke Tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.  Wow!

Persidangan lanjutan pun digelar.

Polisi mengumumkan tersangka pemerkosa Sum ada 10 orang dan semuanya bukan anak pejabat seperti yang dituding Sum.

Para terdakwa ini membantah keras dan menyatakan siap mati jika benar memperkosa.

Hoegeng seperti tersadar. Ada kekuatan besar yang membelokkan kasus ini.

Benar saja.  Pada 2 Oktober 1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. 

Usai dipensiunkan di umur 49, seperti dikisahkan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono, Hoegeng kemudian mendatangi ibundanya untuk sungkem.

“Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu,” kata Hoegeng.
 
Sang ibunda menjawab tenang. “Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam,” kata sang ibunda.

Kalimat sang ibunda menenangkan hati Hoegeng dan keluarganya.

Dan, hingga akhir hayatnya, Hoegeng tetap setia di jalan kejujuran yang dipilihnya.

Tahun 2001, Gaji Rp 7500
Ternyata masa menyenangkan itu tidak berlaku bagi Hoegeng yg anti disogok.

Pria yg pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah.

Rumah dinas menjadi milik Hoegeng atas pemberian dari Kepolisian. Beberapa kapolda patungan membeli mobil Kingswood, yg kemudian menjadi satu-satunya mobil yg ia miliki.

Pengabdian yg penuh dari Pak Hoegeng tentu membawa konsekuensi bagi hidupnya sehari-hari.

Pernah dituturkannya sekali waktu, setelah berhenti dari Kepala Polri dan pensiunnya masih diproses, suatu waktu dia tidak tahu apa yg masih dapat dimakan oleh keluarga karena di rumah sudah kehabisan beras.

Hoegeng memang seorang yang sederhana, ia mengajarkan pada istri dan anak-anaknya arti disiplin dan kejujuran.

Semua keluarga dilarang untuk menggunakan berbagai fasilitas sebagai anak seorang Kapolri.

“Bahkan anak-anak tak berani untuk meminta sebuah sepeda pun,” kata Merry.

Aditya, salah seorang putra Hoegeng bercerita, ketika sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor, sang ayah segera meminta ajudannya untuk mengembalikan barang pemberian itu.

“Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit.

Saking jujurnya, Hoegeng baru memiliki rumah saat memasuki masa pensiun. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun menjadi milik keluarga Hoegeng. Tentu saja, mereka mengisi rumah itu, setelah seluruh perabot inventaris kantor ia kembalikan semuanya.

Memasuki masa pensiun Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis.

Lukisan itu lah yang kemudian menjadi sumber Hoegeng untuk membiayai keluarga. Karena harus anda ketahui, pensiunan Hoegeng hingga tahun 2001 hanya sebesar Rp.10.000 saja, itu pun hanya diterima sebesar Rp.7500!

Dalam acara Kick Andy, Aditya menunjukkan sebuah SK tentang perubahan gaji ayahnya pada tahun 2001, yang menyatakan perubahan gaji pensiunan seorang Jendral Hoegeng dari Rp. 10.000 menjadi Rp.1.170.000.

Pada 14 Juli 2004, Hoegeng meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam usia yang ke 83 tahun.

Ia meninggal karena penyakit stroke dan jantung yang dideritanya. Hoegeng mengisi waktu luang dengan hobi melukisnya.(*)

Editor: Mansur AM


Sumber: Makassar Tribun News

Bung Hatta & Sepatu Bally yang Tak Pernah Terbeli

Kisah Pejabat Sederhana



Jakarta - Dandanan mentereng, rumah, dan mobil mewah agaknya sudah menjadi gaya hidup para pejabat saat ini. Masyarakat pun kembali merindukan figur-figur pemimpin yang sederhana dan pantas untuk dijadikan teladan.

Suatu hari, di tahun 1950, Wakil Presiden Muhammad Hatta pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di rumah, ia langsung ditanya sang istri, Ny. Rahmi Rachim, tentang kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1.

Pantas saja hal itu ditanyakan, sebab, Ny. Rahmi tidak bisa membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya akibat pengurangan nilai mata uang itu. Padahal, ia sudah cukup lama menabung untuk membeli mesih jahit baru. Tapi, apa kata Bung Hatta?
 
"Sunggguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?" jawab Bung Hatta.

Kisah mesin jahit itu merupakan salah satu contoh dari kesederhanaan hidup proklamator RI Bung Hatta (1902-1980) dan keluarganya. Sejak kecil, Bung Hatta sudah dikenal hemat dan suka menabung. Akan tetapi, uang tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membantu orang yang memerlukan.

Saking mepetnya keuangan Bung Hatta, sampai-sampai sepasang sepatu Bally pun tidak pernah terbeli hingga akhir hayatnya. Tidak bisa dibayangkan, seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah bisa membeli sepasang sepatu. Mimpi itu masih berupa guntingan iklan sepatu Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga wafat pada 1980.

Bung Hatta baru menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan setelah memproklamasikan kemerdekaan RI bersama Bung Karno atau tepatnya pada 18 November 1945. Saat itu, ia berumur 43 tahun (beliau menepati janjinya, tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka). Apa yang dipersembahkan Bung Hatta sebagai mas kawin? Hanya buku "Alam Pikiran Yunani" yang dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Wapres pada tahun 1956, keuangan keluarga Bung Hatta semakin kritis. Uang pensiun yang didapatkannya amat kecil. Dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1," Ny Rahmi menceritakan, Bung Hatta pernah marah ketika anaknya usul agar keluarga menaruh
bokor sebagai tempat uang sumbangan tamu yang berkunjung.

Ny Rahmi mengenang, Bung Hatta suatu ketika terkejut menerima rekening listrik yang tinggi sekali. "Bagaimana saya bisa membayar dengan pensiun saya?" kata Bung Hatta. Bung Hatta mengirim surat kepada Gubernur DKI Ali Sadikin agar memotong uang pensiunnya untuk bayar rekening listrik. Akan tetapi, Pemprov DKI kemudian menanggung seluruh biaya listrik dan PAM keluarga Bung Hatta.

Bung Hatta adalah pendiri Republik Indonesia, negarawan tulen, dan seorang ekonom yang handal. Di balik semua itu, ia juga adalah sosok yang rendah hati. Sifat kesederhanaannya pun dikenal sepanjang masa. Musisi Iwan Fals mengabadikan kepribadian Bung Hatta itu dalam sebuah lagu berjudul "Bung Hatta".
 


Terbayang baktimu, terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu 
Bernisan bangga, berkafan doa 
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu

Untuk mendengar lagu Bung Hatta, silakan klik: Bung Hatta

(irw/asy) 
 
Sumber: Detik

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil: Saya Menunggu Momentum

Menurut Emil membangun kota harus bekerja sama dengan pemerintah dan swasta, juga banyak mendengar dan berkomunikasi dengan semua komunitas dan para ahli.
Wali Kota Bandung Mochamad Ridwan Kamil ketika wawancara dengan Beritagar.id, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung.
Wali Kota Bandung Mochamad Ridwan Kamil ketika wawancara dengan Beritagar.id, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung.
© Bismo Agung /Beritagar.id


Priiit! Kick off pertandingan Persib Bandung vs Pusamania Borneo FC dimulai.

Persib langsung dominan. Sundulan bek Persib asal Montenegro Vladimir Vujovic masih bisa diselamatkan kiper Galih Sudarsono di menit awal pertandingan. 

Di babak kedua, Vujovic malah menghantam tubuh Rizky Pora--pemain Pusamania--dengan dengkul. Wasit mengganjarnya kartu merah.

Mochamad Ridwan Kamil menghela napas, sembari membetulkan kacamatanya yang agak melorot. Dia memakai peci dan kaos hitam lengan panjang berkerah dengan tiga baris kancing. Tampak bayangan hitam di bawah matanya seakan tak tidur tadi malam. 

"Saya lagi absen dulu nonton Persib, sedang sakit," kata Emil, sapaan akrabnya, kepada Fajar W Hermawan, Heru Triyono dan fotografer Bismo Agung dari Beritagar.id ketika wawancara, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung. 

Sebagai bobotoh (pendukung), Emil mengaku memiliki rekor yang belum terpecahkan hingga kini: Persib tak pernah kalah jika ia lihat langsung pertandingannya. 

"Malam ini semoga enggak kalah," kata Emil, yang pernah melakukan aksi kontroversial dengan buligir (telanjang) dada bersama ribuan bobotoh di Stadion Jakabaring, Palembang, dua tahun lalu.

Pertandingan yang digelar di Stadion Jalak Harupat, Bandung, pukul 20.30 WIB itu dimenangkan Persib 1-0, lewat gol Samsul Arif.

Meski tak jarang yang dilakukannya jadi kontroversi dan berakhir di-bully, sang arsitek ini adalah sosok populer di Tanah Air. Dia hangat, mudah diakses lewat media sosial, dan merupakan pembicara berbakat.

Wali Kota Bandung ini diundang berbicara di Globe Forum 2016 di Vancouver, Kanada, yang berisi ratusan chief executive officer (CEO) dunia, akhir Februari lalu.

Ia mempresentasikan tentang peluang bisnis infrastruktur di Indonesia yang menggunakan Public Private Partnership (PPP) alias kemitraan pemerintah dengan swasta. 

Dengan popularitas dan kemampuannya itu, Emil ibarat perempuan nan seksi yang sedang diperebutkan banyak partai untuk dipinang. Awalnya, ia diprediksi beberapa pengamat bersedia menjadi calon gubernur DKI Jakarta

Tapi, setelah tiga bulan maju mundur cantik, akhirnya ia putuskan tidak ikut dalam persaingan. "Saya lebih percaya suara masyarakat, keluarga dan hati sendiri," ujarnya.

Di Facebook dan Instagram-nya memang menunjukkan hal tersebut. Lebih dari 90 persen pengikutnya tidak sudi jika dia hijrah ke Jakarta. 

Didasari survei itu, Emil memilih tetap menjadi Wali Kota, dan menyelesaikan programnya untuk memperbaiki Bandung. "Dulu ada yang menjuluki Bandung, the City of Pigs. Sekarang kondisi mulai berubah," ujarnya.

Tulisan Bandung, the City of Pigs dimuat 2,5 tahun lalu di blog venusgotgonorrhea.wordpress.com yang ditulis warga Bulgaria, Inna Savova. Dalam tulisannya, Savova mengeluh betapa Bandung dipenuhi sampah, sementara warganya seperti tak peduli dan merasa nyaman.

Ketika kami menyusuri Bandung sebelum wawancara Emil, spot-spot yang dimaksud Savova memang masih ada. Salah satunya bukit sampah di Taman Tegalega. Tapi, di beberapa spot juga, yang menjadi etalase kota, memang ada perubahan drastis. Contohnya, Alun-alun Bandung, sebuah lahan seluas 4000 meter disulap menjadi taman bersih, yang dilapisi rumput sintetis.

"Kalau itu (Tegalega) bukan dibiarkan, tapi dana perbaikannya baru ada tahun ini," kata pria berusia 44 itu.

Selama satu jam lebih Emil bersedia menjawab pertanyaan kami. Mulai dari strategi menarik investor ke Bandung, karier politik, hingga menjadi aktivis media sosial. Beberapa jawaban harus off the record karena ia khawatir dimultiinterpretasikan pihak lain. 

Di beberapa momen obrolan, ia mengangkat lengannya dengan telapak tangan terkepal dan jempol teracung. Berikut petikannya:

Satu hari setelah menyatakan tidak maju dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta Anda berangkat ke Vancouver, Kanada, pada Selasa (1/3/2016), memenuhi undangan Globe Forum 2016. Bagaimana ceritanya bisa terpilih?Lebih dari 30 perwakilan negara datang ke Bandung sejak saya menjadi wali kota. Tiap datang, saya ngobrol dengan mereka dengan gaya pebisnis. Ya jualan Bandung saja. 

Saya ini sudah menolak banyak rencana kunjungan. Nah, mungkin dari jualan Bandung itu mereka (negara lain) tertarik mendatangkan saya untuk bicara. Tapi saya tidak tahu teknis terpilihnya saya bagaimana.

Mewakili wali kota se-ASEAN berpidato di depan ratusan CEO dunia, ada kesempatan untuk membahas Kota Bandung dalam presentasi?Awalnya memang saya bicara soal MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), yang memiliki pasar 600 juta orang, dan merupakan ekonomi terbesar ketujuh di dunia. Seperti Uni Eropa, ASEAN sudah bisa lintas negara tanpa visa. Setelahnya saya bicara Bandung dan Indonesia. 

Apa yang Anda tawarkan kepada ratusan chief executive officer (CEO) dunia itu tentang Bandung?Saya bilang ke mereka, Bandung itu untuk jadi kota modern, butuh Rp60 triliun. Terdiri dari dua rute light rail transit atau disingkat LRT, cable car (kereta gantung) sepanjang 40 kilometer, tiga rumah sakit dan sebagainya. 

Yang tidak banyak diketahui para investor adalah proyek infrastruktur kota dan kabupaten di Indonesia. Nilainya memang lebih kecil, tapi kalau dilihat jumlahnya sebanyak 500 kota kabupaten, maka totalnya jadi besar. 

Kalau Bandung saja butuh Rp60 triliun, dikalikan saja dana itu dengan 500, sama dengan Rp3 ribu triliun. Ini sebuah peluang yang tidak pernah orang tahu dan tidak mau tahu.

Saya juga baru ngeh ketika jadi wali kota, dan saat diundang ke Inggris. Ternyata, kota-kota di sana dibangun oleh swasta. Dari mulai rumah sakit, jalan raya, tiang lampu, pokoknya semua. Nanti si kota bayar jangka panjang selama 25 tahun, semacam konsesi.

Menurut Anda apa keuntungan yang didapat Bandung dari skema kerjasama antara pihak swasta dan pemerintah kota tersebut?Masyarakat akan senang. Karena tidak harus menunggu lima tahun, kelamaan. Perubahan sudah bisa datang dalam tahun kedua kepemimpinan seseorang. Ekonomi bergerak karena kapital masuk, kemudian pengangguran diserap, dan juga cash flow tidak terganggu.

*Cash flow adalah masuk dan keluarnya uang pada suatu periode tertentu.

Nah logika ini dipakai di kota-kota dunia kecuali Indonesia. Sekarang, jadi ketahuan kenapa kota-kota di negeri ini lambat berkembang, karena cara belanjanya konvensional. 

Yang Anda maksud konvensional ini terbiasa mengandalkan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) dalam membangun infrastruktur kota?Bandung, dalam 5 tahun itu, hanya sanggup membelanjakan Rp15 triliun, sementara untuk jadi kota maju, minimal butuh Rp60 triliun seperti yang saya sebut tadi. 

Sebab itu investasi infrastruktur yang sehat harus dikejar, dalam bentuk public private partnership (kerjasama pemerintah dengan swasta)

Jadi, selama seminggu di Kanada, apa "oleh-oleh" yang konkret untuk Bandung?Di sana saya menemukan tiga penyedia teknologi sampah menjadi energi (waste to energy). Sudah saya undang, dan memang Bandung disiapkan pemerintah jadi contoh pengolahan sampah 1500 ton menjadi listrik. Kalau lancar, akhir tahun ini program dilaksanakan.

Sebagai wali kota saya harus pro aktif untuk menarik orang datang ke Bandung. Tidak bisa lagi berkonsep jaga warung, menunggu orang lewat. Kita harus jadi salesman.

Anda memiliki tim khusus yang bertugas melakukan lobi untuk menarik investor datang berkunjung?Jujur, saya tidak punya sumber daya yang bisa cas cis cus (lobi) di PNS (pegawai negeri sipil), karena kulturnya tidak begitu. Apa yang terjadi? Akhirnya saya menyewa dua orang, yang saya bayar pakai uang operasional sendiri untuk jadi duta besar Bandung--dalam tanda kutip. 

Dua orang itu lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung). Satu menjadi duta besar Amerika, satu lagi menjadi duta besar di Eropa. Sudah setahun berjalan dan mulai menuai hasil.
Wali Kota Bandung Mochamad Ridwan Kamil tertawa ketika wawancara dengan Beritagar.id, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung.
Wali Kota Bandung Mochamad Ridwan Kamil tertawa ketika wawancara dengan Beritagar.id, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung.
© Bismo Agung /Beritagar.id
Peran apa yang Anda bayangkan untuk sektor swasta dalam rencana Anda memajukan mobilitas perkotaan di Bandung?Saat ini, 80 persen dari populasi menggunakan kendaraan pribadi, sementara angkutan umum 20 persen. Mau saya adalah membalik angka itu dengan meningkatkan perbaikan, dan jangkauan infrastruktur transportasi kita. 

Makanya, LRT dan cable car itu pekerjaan rumah mahal saya. Sampai hari ini saya terus kejar. Tapi karena jumlahnya triliunan, makanya mengandalkan investor. 

Untuk orang yang menyerah, mimpi besar itu tidak akan datang. Tapi, saya tidak akan menyerah, makanya di Kanada saya ajak bicara investor, juga ke Pak jokowi agar proyek ini terealisasi. 

Di republik ini rezeki itu harus dikejar, tidak bisa ditunggu. Proactive governance saat ini menjadi gaya saya. Perubahan harus dikejar. 

Tapi masyarakat Bandung masih menghadapi masalah sama di bidang transportasi, yang masih dirasa belum ada perubahannya, yakni kemacetan di titik-titik tertentu...Saya sudah melakukan banyak upaya, sudah lebih dari lima cara. Mulai dari bike to work, bike to school, bis sekolah gratis, menertibkan pedagang kaki lima dan pasar tumpah, juga menertibkan parkir liar. Tapi memang belum akan mencukupi sebelum warga pindah dari membawa mobil ke angkutan umum.

Padahal mengatasi macet termasuk janji politik Anda saat kampanye dulu?Janji politik saya waktu itu adalah mengatasi banjir di akhir tahun ini, jadi masih ada waktu. Macet juga semoga teratasi di akhir tahun menunggu LRT terealisasi. Cuma bagi orang yang tidak sabar, ya menyerang terus. Tapi tidak masalah.

Beberapa kalangan menyebut Anda tidak peduli dengan pinggiran kota Bandung fokusnya hanya di tengah?Justru saya ini wali kota satu-satunya yang kasih dana ke setiap RW (rukun warga) masing-masing Rp100 juta, untuk dibelanjakan. Di Bandung ada 1500 RW, jadi total ada Rp150 miliar. 

Maksud pemberian uang ini biar pembangunan merata, termasuk di pinggiran. Jadi, tidak ada sejengkal pun tanah di Bandung yang tidak tersentuh pembangunan. Caranya? Ya RW itu membelanjakan Rp100 juta. 

Bagaimana dengan penanggulangan sampah. Kami masih melihat adanya tumpukan sampah di Taman Tegalega?Memang baru semester ini Tegalega akan ditangani. 

Kenapa tidak segera, sampah membuat kota jadi terkesan kumuh?Begini. Target 100 persen, tetapi duit hanya punya untuk 20 persen bagaimana? Pertanyaannya juga Saya ini harus prioritas kemana. Banyak orang berpikir dua tahun itu bisa selesai semua. 

Saya jelaskan ya. Tegalega itu baru dianggarkan tahun ini sebesar Rp25 miliar, untuk membongkar semua borok yang ada di sekitarnya. Jadi kalau dibilang di situ masih banyak sampah memang iya. Tapi tempat lain sudah jauh berubah. Lihat saja alun-alun saat ini. 

Kota Bandung sempat ditulis oleh warga Bulgaria yang tinggal di Bandung, bernama Inna Savova, sebagai city of pigs, 2,5 tahun lalu. Apa ada perbaikan-perbaikan untuk menjawab tulisan itu?Dua tahun sudah saya beresin, Terbukti, Bandung dapat Piala Adipura, walaupun belum sempurna. Kalau Kota Surabaya saya akui keren, skornya sudah tinggi. 

Yang penting, dalam istilah saya, kami ini sudah masuk liga primer lah walau di papan bawah, sementara Surabaya di papan atas.

Namun semuanya dalam tahap perbaikan, termasuk Tegalega tadi. Saya terima bahwa memang ada spot-spot belum maksimal yang harus diperbaiki, tapi bukan berarti dibiarkan. 

Ya, begitulah jadi wali kota, tangannya kotor. Mau beresin kota, tapi juga harus bisa bicara fiskal, pemikiran besar, pergi ke Kanada, ngomongin visi, tapi urusan printilan seperti sopir omprengan juga harus ditangani.

Mana yang Anda prioritaskan sementara dana juga terbatas?Semua diurus tapi sambil membangun sistem. Contoh membangun sistem: ada aduan dari beberapa pengusaha yang dipingpong RT RW dalam membuat izin. Kemudian saya membuat sistem bahwa untuk usaha mikro tidak usah lagi pakai izin. 

Jadi, malam ini punya ide, besok bisa langsung usaha. Caranya, daftar saja lewat pemerintah kota, melalui telepon seluler. Nanti sesekali kami cek ke lapangan. 

Apa di tingkat bawah praktek pungutan liar masih ada selama ini?Pungli hilang karena saya putus prosedur itu di awal. Sama halnya pendaftaran sekolah di Bandung yang dulunya dikendalikan oleh kepala sekolah. 

Akibatnya, banyak orang mendekati kepala sekolah dan menyogok. Anak yang nilainya jelek, asal bisa nyogok, maka bisa mendapat kursi. Coba saja dikalikan berapa total kursi sekolah di Bandung? Totalnya mencapai Rp30 miliar. Sekarang saya cut PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) ini dengan mesin. Selesai. 

Mekanisme pencegahan korupsi seperti ini menuai hasil?Pemerintah Kota Bandung sekarang rapor kinerjanya ranking 1 Nasional (Februari lalu), lompat dari ranking ratusan. Penghargaan ini diberikan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Bandung juga satu-satunya yang mendapat nilai A dengan skor 80.2, yang lain di bawah 80. Jadi, menurut saya, santai saja dalam reformasi birokrasi. Tidak usah pakai marah-marah terus. 

Bukannya Transparency International Indonesia (TII) menempatkan Bandung di posisi terbawah dalam Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015?Transparency melakukan survei pada Mei 2015 kepada pebisnis yang mengurus izin. Saya akui birokrasinya memang masih jelek, tapi bulan Juni saya meluncurkan perizinan online

Kalau dokumen sudah siap, saya kirim pakai tukang pos, jadi tidak ada pertemuan lagi warga dengan petugas, dan itu memotong celah korupsi juga. Cuma saja, survei bulan Meinya itu diumumkan di akhir tahun. 

Tapi saya terima survei itu, tapi tolong survei lagi hari ini. Karena, saya yakin ceritanya akan berbeda.

Beratkah menyembuhkan penyakit birokrasi di pemerintahan?Saya tidak terlalu percaya orang dalam waktu dekat bisa berubah pola pikirnya. Orang yang berantakan kemudian jadi rapih itu sulit. Saya ceramahin pun tidak jaminan. Yang paling jaminan adalah membuat sistem baru. 

Makanya saya senang dikasih tantangan penyakit itu. Dan syukurnya, hampir semuanya sudah membaik, meski semester ini ada beberapa lagi dinas yang harus saya bongkar. 

Bongkar di sini dalam arti orang-orangnya diganti?Bukan juga. Tapi dalam arti ada praktek-praktek yang masih dilaporkan terjadi (pungli), dan saya belum turun tangan untuk memotongnya.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menggelar konferensi pers tentang pengunduran dirinya dari bursa calon gubernur DKI Jakarta 2017 di Balai Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/2/2016).
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menggelar konferensi pers tentang pengunduran dirinya dari bursa calon gubernur DKI Jakarta 2017 di Balai Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/2/2016).
© Agus Bebeng /ANTARA FOTO
Sebagai aktivis media sosial, berapa lama sehari Anda memantaunya?Kalau saya terlihat aktif banget (di medsos), itu biasanya lagi di jalan tol. Ketimbang bengong saja dua jam terkena macet, mending berkicau. Ya, ngetwit kan hanya satu menit, baca 15 menit. Dalam sehari kira-kira satu jam.

Apakah semua tweet yang ditujukan kepada Anda selalu dibalas?Saya membalas yang fatalis-fatalis saja, seperti cuit akun @Kurawa atau yang agak fitnah. Walau kadang akunnya tidak jelas, tapi saya merasa punya hak untuk menjawab. 

Di republik ini kan orangnya senang mencari kesalahan. Saya tanya ke Anda, ada enggak Presiden yang enggak dibully? Dari mulai Pak SBY dibully, Pak Jokowi juga, Bu Mega dulu juga dibully, hanya saja bukan dengan medsos ketika itu. Bahkan, andai saja Sukarno hidup pada hari ini, sudah pasti dia dibully juga. 

Anda mengurus akun Anda sendiri, atau memiliki tim media sosial yang mengelola?Tidak. Saya hanya punya admin satu saja, itu pun hanya untuk Facebook, dan untuk urusan posting reguler saja. Terlihat kok dari bahasanya, agak beda. 

Sebenarnya apa motivasi Anda tetap aktif di medsos selama menjadi wali kota?Saya melatih negeri ini pejabat itu tidak ada bedanya dengan warga biasa. Cuma kerjanya saja lebih besar, yakni mengurus umat. Sementara pejabat lain dikontruksikan berkomunikasi satu arah, maka saya melakukannya dua arah. 

Coba lihat Ahok, apakah pernah menjawab Twitter-nya? Kan enggak. Kemudian Pak Jokowi? Enggak juga. Akan tetapi, komunikasi mereka dikontruksi oleh jawaban mereka di media elektronik atau cetak. Kalau saya enggak, yang mem-bully, saya jawab. Karena saya ,merasa sedang melakukan edukasi. 

Banyak yang menganggap pejabat yang aktif di medsos itu tidak produktif...Lihat saja ukuran keberhasilan dan kegagalannya. Misalkan begini, saya banyak main di medsos, apakah Bandung raportnya jelek? Jika iya baru tudingan itu saya terima. 

Sebelum berkicau di media sosial, apakah Anda sudah mengkalkulasi bahwa kicauan itu akan menimbulkan kontroversi atau tidak?Selalu. Termasuk yang soal Surabaya. Kicauan saya itu juga sudah dipikirkan. Karena tidak ada pilihan lain, saya harus sampaikan lewat media Twitter. 

Pertanyaan orang, kenapa tidak diselesaikan saja lewat japri atau lewat telepon?Orang lain tidak tahu letak masalahnya di mana.

Jika kicauan Anda kerap menjadi kontroversi, apa tidak kapok aktif di medsos?Kontroversi akan selalu terjadi. Saya ingin mendidik masyarakat, bahwa yang penting saya tidak bohong dan bicara fakta. 

Anda dianggap terlalu baper (bawa perasaan) atau lebay?Masalah gaya mah masing-masing. Mitos pemimpin itu jangan ditunggalkan. Semua harus seperti Sukarno atau semua harus seperti Jokowi, kan tidak bisa. Bagi saya, gaya itu karakter, dan yang lebih penting lagi adalah hasil. Pertanyaannya, dari gayanya itu menghasilkan perubahan dan kemajuan atau tidak?

Sepertinya Anda nyaman-nyaman saja diserang para pem-bully?Para pem-bully itu menyerangnya pasti ke gaya, bukan substansi. Karena, kalau soal substansi, saya selalu punya jawaban. Makanya saya senang di medsos ada yang mengkritik, karena saya bisa jawab.
Tidak terbayang jika saya tidak punya instrumen (medsos) ini. Karena bagi saya, media sosial adalah keniscayaan masa depan yang tidak bisa dilawan. Bedanya, orang masih menggunakan medsos ini untuk sebatas hal biasa. Kalau saya, menggunakannya untuk hal luar biasa. Sekarang, lihat saja setiap dinas di Bandung punya akun Twitter. 

Mereka melaporkan kegiatan di Twitter sekaligus menjawab kritik?Pokoknya dari Bandung setiap hari minimal ada 200 berita dalam bentuk tweet. Saya wajibkan mereka setiap hari ngetwit, dan foto. Mulai dari kegiatan PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga), membersihkan gorong-gorong, penertiban pedagang, dan lain-lain. Ini adalah politik karya. Jadi tidak usah capek-capek ngebranding, biar si berita itu saja cerita sendiri soal kinerja kami.

Soal politik. Apa pertimbangan masa depan karier politik Anda ke depan, tertarik untuk masuk bursa calon Gubernur Jawa Barat 2018? Pilihan karier saya ada tiga: satu, menjadi Gubernur Jawa Barat, dua, melanjutkan wali kota jilid dua, dan ketiga menjadi arsitek lagi.

Bagaimana dengan pilihan karier pada 2019?Maksudnya? Oh he-he. Kalau 2019 (pemilihan presiden dan wakilnya) itu adalah logika momentum-- kalau dalam istilah saya. Jadi, kita lihat saja momentumnya bagaimana. Saya menunggu momentum saja, jangan berandai karena itu terlalu jauh. 

Momentum yang Anda maksud itu seperti apa?Tiba-tiba situasi mendukung, survei bagus, dan peluang ada, serta rakyat mendukung, maka itu tidak ada masalah. Tapi, kalau tidak ada dukungan, ngapain diniat-niatkan begitu, hanya membuat gede rasa saja. Kalau 2018, memang agak terukur. 

Lebih berpeluang menang ya...Begini. Kalau ke saya Jawa Barat, kan masih di Bandung juga kantornya. Cuma, kalau provinsi itu kan koordinator, nah kalau wali kota itu manajerial. Sementara ini saya lagi menikmati menjadi manajer. 

Kalau keluarga lebih senang yang mana?Jadi arsitek. Kalau jadi wali kota itu hidup penuh dinamika. Waktu juga terbatas, banyak gangguan, dan banyak segala rupa lah. Pekerjaan public service itu adalah pekerjaan yang bukan mencari ketenangan, justru mencari keributan, tapi yang ada amalnya. 

Menurut Anda dari tiga pilihan karier itu Anda lebih cenderung kemana?Semua masih 50-50 kalau mau jujur. Jika orang mengira saya mau jadi Gubernur Jawa Barat, silakan saja berteori, nanti batin saya akan bercerita sendiri. Persis seperti kemarin, ketika orang menyangka maju di DKI, saya justru mundur.

Padahal banyak yang berharap Anda ke Jakarta?Itu di sisi yang berharap. Masalahnya, warga Bandung tidak ada yang mendukung, termasuk ibu dan keluarga saya. Kalau mereka bilang terserah, oke lah saya ke sana. 

Sudah ada partai yang mendekat untuk mengusung Anda sebagai Gubernur Jawa Barat ?Banyak. Tapi dalam pengalaman saya, detik-detik terakhir suka berubah. Rute yang paling aman adalah melanjutkan wali kota jilid dua, nah kalau sudah lunas baru berpikir lagi.

Sumber: Beritagar

Kisah 'Old Man' Penyumbang Rahasia di Sekolah Jepang Terungkap

Liputan6.com, Yamagata - Seorang pria yang selama 40 tahun mengirim donasi tanpa nama untuk pembelian buku di sebuah sekolah dasar mengungkapkan jati diri. Ia melakukan itu setelah mengetahui sekolah tempat ia memberikan uang tiap bulan akan ditutup musim semi mendatang.

Pria itu adalah Shoji Konno. Ia akhirnya bertemu dengan murid-murid sekolah tempat ia menyisihkan gajinya tanpa pernah absen, tiap bulan, selama 40 tahun. Konno adalah mantan pegawai yang tinggal di kota Sendai, Jepang.


Lahir di kota Haguro, ia lulus dari SD Hirose yang kini bernama Daisan Elementary School, di Perfektur Yamagata. 

Kisah amalnya bermula pada 1973. Saat itu, ia bersama pemuda Jepang lain mendatangi pelosok membantu warga. Saat itu Konno muda terenyuh dengan sekolah Daiyon Elementary School, sekolah cabang Daisan. 

Sekolah itu begitu kecil dan pilihan bukunya sedikit. Murid-murid harus berebut untuk membaca. Sedih dengan kondisi tersebut, apalagi kehilangan ayahnya saat bersekolah, membuat ia bertekad untuk melakukan sesuatu.

Saat Konno mulai bekerja setahun kemudian, pada 1974, ia bertekad mewujudkan janjinya. Tiap bulan, ia sisihkan gajinya sebesar ribuan Yen untuk donasi sekolah itu.

Di amplop yang berisi uang tunai itu, Konno selalu menuliskan 'Pria tua dari Tsuruoka', di dalamnya ia menulis surat bahwa uang itu diperuntukkan untuk membeli buku.

Kalau ditotal, pria yang kini berusia 68 tahun telah menyumbang 2,2 juta Yen kepada sekolah itu. Mereka pun kini telah mempunyai 1.500 buku berkat kebaikan hatinya.


Kisah 'Old Man' Penyumbang Rahasia di Sekolah Jepang Terungkap (The Mainichi Shimbun)  
  Tak hanya itu, tiap tahun, sekolah tersebut mengadakan festival 'Old Man' yang dipersembahkan bagi donatur rahasia itu sebagai tanda terima kasih kepadanya.

Dalam festival 'Old Man', tiap murid, guru dan orangtua membaca buku keras-keras. Namun, dengan jumlah murid yang menurun drastis,-- tahun ini hanya 24 orang--, sekolah itu tak punya pilihan untuk menutupnya.

Konno mendengar kabar itu. Saat itulah, ia memutuskan untuk mengakhiri donasi dan mengungkapkan jatidirinya, seperti dilansir dari The Mainichi Shimbun, Sabtu 5 Desember 2015.

Ia menuliskan panjang lebar kisah dan alasannya kepada sekolah tersebut menggunakan nama aslinya. Pihak sekolah dan administrasi daerah itu memintanya untuk datang dan bertemu para sisa murid dan alumni.

Festival 'Old Man' terakhir diadakan pada Jumat 4 Desember 2015. Konno hadir sebagai undangan. Murid kelas akhir bernama Mashiro Maruyama terpilih menjadi murid yang mengucapkan banyak terima kasih.

"Aku sangat bahagia setiap saat buku-buku baru tiba. Terima kasih atas kebaikan Anda selama 40 tahun yang telah menghidupkan imajinasi dan menambah pengetahuan kami," kata siswi berusia 11 tahun.

Konno awalnya enggan untuk datang. Ia takut kedatangannya akan merusak impian murid-murid itu.

"Awalnya aku khawatir kalau datang bakal merusak impian mereka," kata Konno.

"Namun ternyata, bertemu mereka, aku merasakan kebahagiaan yang mereka dapatkan dari membaca buku. Mereka telah mendapatkan tentang indahnya punya mimpi dan harapan," ujarnya penuh haru. Sekolah Daiyon akan bergabung dengan Daisan. Nama sekolah akan berganti menjadi Hirose Elementary School. Buku-buku hasil donasi 'old man' akan turut dibawa serta.

Terima kasih, Pak Tua...


Kisah nyata melakukan perbuatan tanpa pamrih. Semoga masih banyak orang-orang seperti ini...
 
Sumber: Liputan 6

Mengenang Mantan PM Singapura, Lee Kuan Yew (16 September 1923 - 23 Maret 2015)

 8 Pernyataan Terkenal dari Lee Kuan Yew

SINGAPURA, KOMPAS.com — Lee Kuan Yew tidak terbantahkan sebagai sosok yang berpengaruh. Ia memimpin Singapura selama 31 tahun. Sosok Lee, yang meninggal dalam usia 91 tahun pada Senin (23/3/2015) dini hari itu, juga tidak terlepas dari kontroversi terkait gaya kepemimpinannya yang otoriter, dan terkenal dengan sejumlah ucapannya.

Berikut adalah 8 pernyataan Lee yang paling berkesan menurut pilihan Kompas.com.

1) "Dicintai atau ditakuti, saya selalu percaya bahwa apa yang dikatakan oleh Machiavelli adalah benar. Jika tidak ada yang menakuti saya sebagai pemimpin, maka saya tidak ada artinya."

2) "Saya tidak pernah memperhatikan atau terlalu memedulikan hasil survei atau popularitas saya. Menurut saya, pemimpin yang terlalu peduli akan survei adalah pemimpin yang lemah. Jika pemimpin terlalu cemas dengan popularitasnya yang naik turun, maka pemimpin itu bukanlah seorang leader. Mereka hanya mengejar angin... mengikuti ke mana angin berembus, dan saya tidak memerintah untuk itu."

3) "Saya harus memenjarakan lawan, tanpa pengadilan, baik komunis, sauvinis, atau ekstremis agama. Jika saya tidak melakukannya, negara ini akan hancur."

4) "Saya selalu dituduh mencampuri kehidupan pribadi warga Singapura. Benar. Jika saya tidak melakukan itu, Singapura tidak akan maju seperti ini hari ini. Saya tanpa penyesalan sedikit pun mengatakan tidak akan ada kemajuan ekonomi jika saya tidak mencampuri urusan pribadi Anda, siapa tetangga Anda, di mana Anda tinggal, keluhan Anda, bagaimana Anda meludah, dan bahasa apa yang dipergunakan. Kita memutuskan apa yang baik dan benar, tidak peduli apa yang dipikirkan warga."

5) "Masalah yang sering muncul adalah manusia belum mampu mengerti apa yang dimaksud dengan karakter. Kamu dapat mengukur IQ atau kepintaran setiap orang dengan segala macam tes.... Sungguhlah mencengangkan, di dunia ini, banyak sekali orang ber-IQ tinggi yang tidak berbuat apa-apa untuk menolong sesama. Karakter adalah sebuah kualitas yang tidak dapat diukur. Karakter yang baik ditambah mental yang kuat, kepintaran, dan kedisiplinan-lah yang melahirkan kepemimpinan yang baik.”

6) "Apa yang penting di dalam hidup saya? Keluarga dan negara saya. Istri saya menjaga keluarga saya. Dia membesarkan anak-anak. Saya rutin menghabiskan waktu dengan mereka untuk mengajarkan sejumlah nilai. Akan tetapi, Singapura tetaplah orioritas saya hingga ajal menjemput."

7) "Saya memiliki banyak memori yang indah bersama dengan beliau selama 63 tahun. Tanpa dia, saya adalah lelaki yang berbeda dengan kehidupan yang berbeda. Beliau selalu mendedikasikan dirinya untuk saya dan anak-anak. Dia selalu ada ketika saya membutuhkan kehadirannya. …Pada momen terakhir ini, perasaan saya sangat berduka." (Eulogi Lee kepada istrinya, Kwa Geok Choo)

8) "Ini peribahasa Tionghoa, 'Jangan menghakimi atau mengukur manusia hingga Anda menutup peti matinya'. Tutup peti mati, dan kemudian analisis. Saya tidak mengatakan semua yang saya lakukan adalah benar, tetapi saya ingin mengatakan bahwa semua yang saya lakukan adalah untuk tujuan yang mulia. Terkadang saya harus melakukan sesuatu yang kejam, seperti memenjarakan orang tanpa pengadilan."


Selamat jalan Mr. Lee Kuan Yew...

Sumber: Kompas
abcs