Priiit! Kick off pertandingan Persib Bandung vs Pusamania Borneo FC dimulai.
Menurut Emil membangun kota harus bekerja sama
dengan pemerintah dan swasta, juga banyak mendengar dan berkomunikasi
dengan semua komunitas dan para ahli.
Priiit! Kick off pertandingan Persib Bandung vs Pusamania Borneo FC dimulai.
Persib
langsung dominan. Sundulan bek Persib asal Montenegro Vladimir Vujovic
masih bisa diselamatkan kiper Galih Sudarsono di menit awal
pertandingan.
Di babak kedua, Vujovic malah menghantam tubuh Rizky Pora--pemain Pusamania--dengan dengkul. Wasit mengganjarnya kartu merah.
Mochamad
Ridwan Kamil menghela napas, sembari membetulkan kacamatanya yang agak
melorot. Dia memakai peci dan kaos hitam lengan panjang berkerah dengan
tiga baris kancing. Tampak bayangan hitam di bawah matanya seakan tak
tidur tadi malam.
"Saya lagi absen dulu nonton Persib, sedang
sakit," kata Emil, sapaan akrabnya, kepada Fajar W Hermawan, Heru
Triyono dan fotografer Bismo Agung dari Beritagar.id ketika wawancara, Ahad (20/3/2016) di ruang tamu rumah dinasnya, Pendopo, Jalan Dalemkaum, Bandung.
Sebagai bobotoh
(pendukung), Emil mengaku memiliki rekor yang belum terpecahkan hingga
kini: Persib tak pernah kalah jika ia lihat langsung pertandingannya.
"Malam ini semoga enggak kalah," kata Emil, yang pernah melakukan aksi kontroversial dengan buligir (telanjang) dada bersama ribuan bobotoh di Stadion Jakabaring, Palembang, dua tahun lalu.
Pertandingan yang digelar di Stadion Jalak Harupat, Bandung, pukul 20.30 WIB itu dimenangkan Persib 1-0, lewat gol Samsul Arif.
Meski tak jarang yang dilakukannya jadi kontroversi dan berakhir di-bully,
sang arsitek ini adalah sosok populer di Tanah Air. Dia hangat, mudah
diakses lewat media sosial, dan merupakan pembicara berbakat.
Wali
Kota Bandung ini diundang berbicara di Globe Forum 2016 di Vancouver,
Kanada, yang berisi ratusan chief executive officer (CEO) dunia, akhir
Februari lalu.
Ia mempresentasikan tentang peluang bisnis infrastruktur di Indonesia yang menggunakan Public Private Partnership (PPP) alias kemitraan pemerintah dengan swasta.
Dengan
popularitas dan kemampuannya itu, Emil ibarat perempuan nan seksi yang
sedang diperebutkan banyak partai untuk dipinang. Awalnya, ia diprediksi
beberapa pengamat bersedia menjadi calon gubernur DKI Jakarta
Tapi,
setelah tiga bulan maju mundur cantik, akhirnya ia putuskan tidak ikut
dalam persaingan. "Saya lebih percaya suara masyarakat, keluarga dan
hati sendiri," ujarnya.
Di Facebook dan Instagram-nya memang
menunjukkan hal tersebut. Lebih dari 90 persen pengikutnya tidak sudi
jika dia hijrah ke Jakarta.
Didasari survei itu, Emil memilih
tetap menjadi Wali Kota, dan menyelesaikan programnya untuk memperbaiki
Bandung. "Dulu ada yang menjuluki Bandung, the City of Pigs. Sekarang kondisi mulai berubah," ujarnya.
Tulisan Bandung, the City of Pigs dimuat 2,5 tahun lalu di blog venusgotgonorrhea.wordpress.com
yang ditulis warga Bulgaria, Inna Savova. Dalam tulisannya, Savova
mengeluh betapa Bandung dipenuhi sampah, sementara warganya seperti tak
peduli dan merasa nyaman.
Ketika kami menyusuri Bandung sebelum wawancara Emil, spot-spot yang dimaksud Savova memang masih ada. Salah satunya bukit sampah di Taman Tegalega. Tapi, di beberapa spot
juga, yang menjadi etalase kota, memang ada perubahan drastis.
Contohnya, Alun-alun Bandung, sebuah lahan seluas 4000 meter disulap
menjadi taman bersih, yang dilapisi rumput sintetis.
"Kalau itu (Tegalega) bukan dibiarkan, tapi dana perbaikannya baru ada tahun ini," kata pria berusia 44 itu.
Selama
satu jam lebih Emil bersedia menjawab pertanyaan kami. Mulai dari
strategi menarik investor ke Bandung, karier politik, hingga menjadi
aktivis media sosial. Beberapa jawaban harus off the record karena ia khawatir dimultiinterpretasikan pihak lain.
Di beberapa momen obrolan, ia mengangkat lengannya dengan telapak tangan terkepal dan jempol teracung. Berikut petikannya:
Satu hari setelah menyatakan tidak maju dalam pencalonan Gubernur
DKI Jakarta Anda berangkat ke Vancouver, Kanada, pada Selasa (1/3/2016),
memenuhi undangan Globe Forum 2016. Bagaimana ceritanya bisa terpilih?Lebih
dari 30 perwakilan negara datang ke Bandung sejak saya menjadi wali
kota. Tiap datang, saya ngobrol dengan mereka dengan gaya pebisnis. Ya jualan Bandung saja.
Saya ini sudah menolak banyak rencana kunjungan. Nah,
mungkin dari jualan Bandung itu mereka (negara lain) tertarik
mendatangkan saya untuk bicara. Tapi saya tidak tahu teknis terpilihnya
saya bagaimana.
Mewakili wali kota se-ASEAN berpidato di depan ratusan CEO dunia, ada kesempatan untuk membahas Kota Bandung dalam presentasi?Awalnya
memang saya bicara soal MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), yang memiliki
pasar 600 juta orang, dan merupakan ekonomi terbesar ketujuh di dunia.
Seperti Uni Eropa, ASEAN sudah bisa lintas negara tanpa visa. Setelahnya
saya bicara Bandung dan Indonesia.
Apa yang Anda tawarkan kepada ratusan chief executive officer (CEO) dunia itu tentang Bandung?Saya bilang ke mereka, Bandung itu untuk jadi kota modern, butuh Rp60 triliun. Terdiri dari dua rute light rail transit atau disingkat LRT, cable car (kereta gantung) sepanjang 40 kilometer, tiga rumah sakit dan sebagainya.
Yang
tidak banyak diketahui para investor adalah proyek infrastruktur kota
dan kabupaten di Indonesia. Nilainya memang lebih kecil, tapi kalau
dilihat jumlahnya sebanyak 500 kota kabupaten, maka totalnya jadi besar.
Kalau Bandung saja butuh Rp60 triliun, dikalikan saja dana itu
dengan 500, sama dengan Rp3 ribu triliun. Ini sebuah peluang yang tidak
pernah orang tahu dan tidak mau tahu.
Saya juga baru ngeh
ketika jadi wali kota, dan saat diundang ke Inggris. Ternyata, kota-kota
di sana dibangun oleh swasta. Dari mulai rumah sakit, jalan raya, tiang
lampu, pokoknya semua. Nanti si kota bayar jangka panjang selama 25
tahun, semacam konsesi.
Menurut Anda apa keuntungan yang didapat Bandung dari skema kerjasama antara pihak swasta dan pemerintah kota tersebut?Masyarakat
akan senang. Karena tidak harus menunggu lima tahun, kelamaan.
Perubahan sudah bisa datang dalam tahun kedua kepemimpinan seseorang.
Ekonomi bergerak karena kapital masuk, kemudian pengangguran diserap,
dan juga cash flow tidak terganggu.
*Cash flow adalah masuk dan keluarnya uang pada suatu periode tertentu.
Nah
logika ini dipakai di kota-kota dunia kecuali Indonesia. Sekarang, jadi
ketahuan kenapa kota-kota di negeri ini lambat berkembang, karena cara
belanjanya konvensional.
Yang Anda maksud konvensional ini
terbiasa mengandalkan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD)
dalam membangun infrastruktur kota?Bandung, dalam 5 tahun itu,
hanya sanggup membelanjakan Rp15 triliun, sementara untuk jadi kota
maju, minimal butuh Rp60 triliun seperti yang saya sebut tadi.
Sebab itu investasi infrastruktur yang sehat harus dikejar, dalam bentuk public private partnership (kerjasama pemerintah dengan swasta)
Jadi, selama seminggu di Kanada, apa "oleh-oleh" yang konkret untuk Bandung?Di sana saya menemukan tiga penyedia teknologi sampah menjadi energi (waste to energy).
Sudah saya undang, dan memang Bandung disiapkan pemerintah jadi contoh
pengolahan sampah 1500 ton menjadi listrik. Kalau lancar, akhir tahun
ini program dilaksanakan.
Sebagai wali kota saya harus pro aktif
untuk menarik orang datang ke Bandung. Tidak bisa lagi berkonsep jaga
warung, menunggu orang lewat. Kita harus jadi salesman.
Anda memiliki tim khusus yang bertugas melakukan lobi untuk menarik investor datang berkunjung?Jujur, saya tidak punya sumber daya yang bisa cas cis cus
(lobi) di PNS (pegawai negeri sipil), karena kulturnya tidak begitu.
Apa yang terjadi? Akhirnya saya menyewa dua orang, yang saya bayar pakai
uang operasional sendiri untuk jadi duta besar Bandung--dalam tanda
kutip.
Dua orang itu lulusan ITB (Institut Teknologi Bandung).
Satu menjadi duta besar Amerika, satu lagi menjadi duta besar di Eropa.
Sudah setahun berjalan dan mulai menuai hasil.
Peran apa yang Anda bayangkan untuk sektor swasta dalam rencana Anda memajukan mobilitas perkotaan di Bandung?Saat
ini, 80 persen dari populasi menggunakan kendaraan pribadi, sementara
angkutan umum 20 persen. Mau saya adalah membalik angka itu dengan
meningkatkan perbaikan, dan jangkauan infrastruktur transportasi kita.
Makanya, LRT dan cable car
itu pekerjaan rumah mahal saya. Sampai hari ini saya terus kejar. Tapi
karena jumlahnya triliunan, makanya mengandalkan investor.
Untuk
orang yang menyerah, mimpi besar itu tidak akan datang. Tapi, saya tidak
akan menyerah, makanya di Kanada saya ajak bicara investor, juga ke Pak
jokowi agar proyek ini terealisasi.
Di republik ini rezeki itu harus dikejar, tidak bisa ditunggu. Proactive governance saat ini menjadi gaya saya. Perubahan harus dikejar.
Tapi
masyarakat Bandung masih menghadapi masalah sama di bidang
transportasi, yang masih dirasa belum ada perubahannya, yakni kemacetan
di titik-titik tertentu...Saya sudah melakukan banyak upaya, sudah lebih dari lima cara. Mulai dari bike to work, bike to school,
bis sekolah gratis, menertibkan pedagang kaki lima dan pasar tumpah,
juga menertibkan parkir liar. Tapi memang belum akan mencukupi sebelum
warga pindah dari membawa mobil ke angkutan umum.
Padahal mengatasi macet termasuk janji politik Anda saat kampanye dulu?Janji
politik saya waktu itu adalah mengatasi banjir di akhir tahun ini, jadi
masih ada waktu. Macet juga semoga teratasi di akhir tahun menunggu LRT
terealisasi. Cuma bagi orang yang tidak sabar, ya menyerang terus. Tapi tidak masalah.
Beberapa kalangan menyebut Anda tidak peduli dengan pinggiran kota Bandung fokusnya hanya di tengah?Justru
saya ini wali kota satu-satunya yang kasih dana ke setiap RW (rukun
warga) masing-masing Rp100 juta, untuk dibelanjakan. Di Bandung ada 1500
RW, jadi total ada Rp150 miliar.
Maksud pemberian uang ini biar
pembangunan merata, termasuk di pinggiran. Jadi, tidak ada sejengkal pun
tanah di Bandung yang tidak tersentuh pembangunan. Caranya? Ya RW itu membelanjakan Rp100 juta.
Bagaimana dengan penanggulangan sampah. Kami masih melihat adanya tumpukan sampah di Taman Tegalega?Memang baru semester ini Tegalega akan ditangani.
Kenapa tidak segera, sampah membuat kota jadi terkesan kumuh?Begini.
Target 100 persen, tetapi duit hanya punya untuk 20 persen bagaimana?
Pertanyaannya juga Saya ini harus prioritas kemana. Banyak orang
berpikir dua tahun itu bisa selesai semua.
Saya jelaskan ya.
Tegalega itu baru dianggarkan tahun ini sebesar Rp25 miliar, untuk
membongkar semua borok yang ada di sekitarnya. Jadi kalau dibilang di
situ masih banyak sampah memang iya. Tapi tempat lain sudah jauh berubah. Lihat saja alun-alun saat ini.
Kota Bandung sempat ditulis oleh warga Bulgaria yang tinggal di Bandung, bernama Inna Savova, sebagai city of pigs, 2,5 tahun lalu. Apa ada perbaikan-perbaikan untuk menjawab tulisan itu?Dua
tahun sudah saya beresin, Terbukti, Bandung dapat Piala Adipura,
walaupun belum sempurna. Kalau Kota Surabaya saya akui keren, skornya
sudah tinggi.
Yang penting, dalam istilah saya, kami ini sudah masuk liga primer lah walau di papan bawah, sementara Surabaya di papan atas.
Namun semuanya dalam tahap perbaikan, termasuk Tegalega tadi. Saya terima bahwa memang ada spot-spot belum maksimal yang harus diperbaiki, tapi bukan berarti dibiarkan.
Ya, begitulah jadi wali kota, tangannya kotor. Mau beresin kota, tapi juga harus bisa bicara fiskal, pemikiran besar, pergi ke Kanada, ngomongin visi, tapi urusan printilan seperti sopir omprengan juga harus ditangani.
Mana yang Anda prioritaskan sementara dana juga terbatas?Semua diurus tapi sambil membangun sistem. Contoh membangun sistem: ada aduan dari beberapa pengusaha yang dipingpong RT RW dalam membuat izin. Kemudian saya membuat sistem bahwa untuk usaha mikro tidak usah lagi pakai izin.
Jadi,
malam ini punya ide, besok bisa langsung usaha. Caranya, daftar saja
lewat pemerintah kota, melalui telepon seluler. Nanti sesekali kami cek
ke lapangan.
Apa di tingkat bawah praktek pungutan liar masih ada selama ini?Pungli
hilang karena saya putus prosedur itu di awal. Sama halnya pendaftaran
sekolah di Bandung yang dulunya dikendalikan oleh kepala sekolah.
Akibatnya,
banyak orang mendekati kepala sekolah dan menyogok. Anak yang nilainya
jelek, asal bisa nyogok, maka bisa mendapat kursi. Coba saja dikalikan
berapa total kursi sekolah di Bandung? Totalnya mencapai Rp30 miliar.
Sekarang saya cut PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) ini dengan mesin. Selesai.
Mekanisme pencegahan korupsi seperti ini menuai hasil?Pemerintah
Kota Bandung sekarang rapor kinerjanya ranking 1 Nasional (Februari
lalu), lompat dari ranking ratusan. Penghargaan ini diberikan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Bandung
juga satu-satunya yang mendapat nilai A dengan skor 80.2, yang lain di
bawah 80. Jadi, menurut saya, santai saja dalam reformasi birokrasi.
Tidak usah pakai marah-marah terus.
Bukannya Transparency
International Indonesia (TII) menempatkan Bandung di posisi terbawah
dalam Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015?Transparency
melakukan survei pada Mei 2015 kepada pebisnis yang mengurus izin. Saya
akui birokrasinya memang masih jelek, tapi bulan Juni saya meluncurkan
perizinan online.
Kalau dokumen sudah siap, saya kirim
pakai tukang pos, jadi tidak ada pertemuan lagi warga dengan petugas,
dan itu memotong celah korupsi juga. Cuma saja, survei bulan Meinya itu
diumumkan di akhir tahun.
Tapi saya terima survei itu, tapi tolong survei lagi hari ini. Karena, saya yakin ceritanya akan berbeda.
Beratkah menyembuhkan penyakit birokrasi di pemerintahan?Saya
tidak terlalu percaya orang dalam waktu dekat bisa berubah pola
pikirnya. Orang yang berantakan kemudian jadi rapih itu sulit. Saya
ceramahin pun tidak jaminan. Yang paling jaminan adalah membuat sistem
baru.
Makanya saya senang dikasih tantangan penyakit itu. Dan
syukurnya, hampir semuanya sudah membaik, meski semester ini ada
beberapa lagi dinas yang harus saya bongkar.
Bongkar di sini dalam arti orang-orangnya diganti?Bukan
juga. Tapi dalam arti ada praktek-praktek yang masih dilaporkan terjadi
(pungli), dan saya belum turun tangan untuk memotongnya.
Sebagai aktivis media sosial, berapa lama sehari Anda memantaunya?Kalau saya terlihat aktif banget (di medsos), itu biasanya lagi di jalan tol. Ketimbang bengong saja dua jam terkena macet, mending berkicau. Ya, ngetwit kan hanya satu menit, baca 15 menit. Dalam sehari kira-kira satu jam.
Apakah semua tweet yang ditujukan kepada Anda selalu dibalas?Saya membalas yang fatalis-fatalis saja, seperti cuit akun @Kurawa atau yang agak fitnah. Walau kadang akunnya tidak jelas, tapi saya merasa punya hak untuk menjawab.
Di republik ini kan orangnya senang mencari kesalahan. Saya tanya ke Anda, ada enggak Presiden yang enggak dibully? Dari mulai Pak SBY dibully, Pak Jokowi juga, Bu Mega dulu juga dibully, hanya saja bukan dengan medsos ketika itu. Bahkan, andai saja Sukarno hidup pada hari ini, sudah pasti dia dibully juga.
Anda mengurus akun Anda sendiri, atau memiliki tim media sosial yang mengelola?Tidak. Saya hanya punya admin satu saja, itu pun hanya untuk Facebook, dan untuk urusan posting reguler saja. Terlihat kok dari bahasanya, agak beda.
Sebenarnya apa motivasi Anda tetap aktif di medsos selama menjadi wali kota?Saya
melatih negeri ini pejabat itu tidak ada bedanya dengan warga biasa.
Cuma kerjanya saja lebih besar, yakni mengurus umat. Sementara pejabat
lain dikontruksikan berkomunikasi satu arah, maka saya melakukannya dua
arah.
Coba lihat Ahok, apakah pernah menjawab Twitter-nya? Kan
enggak. Kemudian Pak Jokowi? Enggak juga. Akan tetapi, komunikasi mereka
dikontruksi oleh jawaban mereka di media elektronik atau cetak. Kalau
saya enggak, yang mem-bully, saya jawab. Karena saya ,merasa sedang melakukan edukasi.
Banyak yang menganggap pejabat yang aktif di medsos itu tidak produktif...Lihat
saja ukuran keberhasilan dan kegagalannya. Misalkan begini, saya banyak
main di medsos, apakah Bandung raportnya jelek? Jika iya baru tudingan itu saya terima.
Sebelum berkicau di media sosial, apakah Anda sudah mengkalkulasi bahwa kicauan itu akan menimbulkan kontroversi atau tidak?Selalu.
Termasuk yang soal Surabaya. Kicauan saya itu juga sudah dipikirkan.
Karena tidak ada pilihan lain, saya harus sampaikan lewat media Twitter.
Pertanyaan orang, kenapa tidak diselesaikan saja lewat japri atau lewat telepon?Orang lain tidak tahu letak masalahnya di mana.
Jika kicauan Anda kerap menjadi kontroversi, apa tidak kapok aktif di medsos?Kontroversi akan selalu terjadi. Saya ingin mendidik masyarakat, bahwa yang penting saya tidak bohong dan bicara fakta.
Anda dianggap terlalu baper (bawa perasaan) atau lebay?Masalah gaya mah
masing-masing. Mitos pemimpin itu jangan ditunggalkan. Semua harus
seperti Sukarno atau semua harus seperti Jokowi, kan tidak bisa. Bagi
saya, gaya itu karakter, dan yang lebih penting lagi adalah hasil.
Pertanyaannya, dari gayanya itu menghasilkan perubahan dan kemajuan atau
tidak?
Sepertinya Anda nyaman-nyaman saja diserang para pem-bully?Para pem-bully
itu menyerangnya pasti ke gaya, bukan substansi. Karena, kalau soal
substansi, saya selalu punya jawaban. Makanya saya senang di medsos ada
yang mengkritik, karena saya bisa jawab.
Tidak terbayang jika
saya tidak punya instrumen (medsos) ini. Karena bagi saya, media sosial
adalah keniscayaan masa depan yang tidak bisa dilawan. Bedanya, orang
masih menggunakan medsos ini untuk sebatas hal biasa. Kalau saya,
menggunakannya untuk hal luar biasa. Sekarang, lihat saja setiap dinas
di Bandung punya akun Twitter.
Mereka melaporkan kegiatan di Twitter sekaligus menjawab kritik?Pokoknya dari Bandung setiap hari minimal ada 200 berita dalam bentuk tweet. Saya wajibkan mereka setiap hari ngetwit,
dan foto. Mulai dari kegiatan PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga),
membersihkan gorong-gorong, penertiban pedagang, dan lain-lain. Ini
adalah politik karya. Jadi tidak usah capek-capek ngebranding, biar si berita itu saja cerita sendiri soal kinerja kami.
Soal
politik. Apa pertimbangan masa depan karier politik Anda ke depan,
tertarik untuk masuk bursa calon Gubernur Jawa Barat 2018? Pilihan
karier saya ada tiga: satu, menjadi Gubernur Jawa Barat, dua,
melanjutkan wali kota jilid dua, dan ketiga menjadi arsitek lagi.
Bagaimana dengan pilihan karier pada 2019?Maksudnya? Oh he-he.
Kalau 2019 (pemilihan presiden dan wakilnya) itu adalah logika
momentum-- kalau dalam istilah saya. Jadi, kita lihat saja momentumnya
bagaimana. Saya menunggu momentum saja, jangan berandai karena itu
terlalu jauh.
Momentum yang Anda maksud itu seperti apa?Tiba-tiba
situasi mendukung, survei bagus, dan peluang ada, serta rakyat
mendukung, maka itu tidak ada masalah. Tapi, kalau tidak ada dukungan, ngapain diniat-niatkan begitu, hanya membuat gede rasa saja. Kalau 2018, memang agak terukur.
Lebih berpeluang menang ya...Begini. Kalau ke saya Jawa Barat, kan masih di Bandung juga kantornya. Cuma, kalau provinsi itu kan koordinator, nah kalau wali kota itu manajerial. Sementara ini saya lagi menikmati menjadi manajer.
Kalau keluarga lebih senang yang mana?Jadi
arsitek. Kalau jadi wali kota itu hidup penuh dinamika. Waktu juga
terbatas, banyak gangguan, dan banyak segala rupa lah. Pekerjaan public service itu adalah pekerjaan yang bukan mencari ketenangan, justru mencari keributan, tapi yang ada amalnya.
Menurut Anda dari tiga pilihan karier itu Anda lebih cenderung kemana?Semua
masih 50-50 kalau mau jujur. Jika orang mengira saya mau jadi Gubernur
Jawa Barat, silakan saja berteori, nanti batin saya akan bercerita
sendiri. Persis seperti kemarin, ketika orang menyangka maju di DKI,
saya justru mundur.
Padahal banyak yang berharap Anda ke Jakarta?Itu
di sisi yang berharap. Masalahnya, warga Bandung tidak ada yang
mendukung, termasuk ibu dan keluarga saya. Kalau mereka bilang terserah,
oke lah saya ke sana.
Sudah ada partai yang mendekat untuk mengusung Anda sebagai Gubernur Jawa Barat ?Banyak.
Tapi dalam pengalaman saya, detik-detik terakhir suka berubah. Rute
yang paling aman adalah melanjutkan wali kota jilid dua, nah kalau sudah lunas baru berpikir lagi.
Sumber: Beritagar
0 Responses
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar