- Sebutlah ada properti A, berupa bangunan ruko 4 lantai, di daerah yang sangat strategis, ukuran tanah: 100m2, ukuran bangunan 400m2.
- Ruko A ini dijual dengan harga katakanlah 5M.
- Anda segera mencari info dan menawarkan perusahaan advertising yang mau pasang iklan billboard besar di depan ruko (nempel di dinding depan ruko) Katakanlah Anda berhasil mendapat kontrak dari firma advertising, pasang billboard di ruko A selama 20 tahun, nilai per tahun 200jt.
- Anda menyewakan lantai 1 ruko untuk supermarket (minimart) nilai sewa 10 tahun seharga 80 juta per tahun.
- Anda menyewakan lantai 2-4 untuk perkantoran. Masing-masing nilai sewanya 30 juta per tahun, selama masa kontrak 5 tahun juga misalnya.
Penghasilan dari billboard: 200 juta x 20 tahun = 4 Milyar
Sewa lantai 1 : 80 juta x 10 tahun = 800 juta
Sewa lantai 2,3&4 : 3 x 30 juta x 5 tahun = 450 juta
Total pendapatan: Rp. 5.250.000.000 Ingat, harga ruko tadi 5 milyar.
Jadi intinya Anda dapat ruko itu gratis 'kan? Malah masih ada sisa 250 juta (dengan mengabaikan biaya notaris, jual beli, renovasi, dll).
Logis? Sangat logis! Tapi, dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
a. Yang jual ruko itu harus bener-benar bodoh. Dia tidak punya ide sama sekali mengenai potensi rukonya sendiri.
b. Anda harus mendapat firma advertising yang bodoh juga. Kenapa mau bayar mahal billboard kalo dia bisa beli ruko itu sendiri dengan selisih harga yang tipis.
c. Anda harus mampu menemukan 3 perusahaan yang relatif bodoh pula, mau sewa 1 lantai kantor dengan harga yang relatif tidak murah.
d. Anda harus sangat-sangat beruntung, lebih cepat dari pesaing-pesaing lain yang menemukan potensi dari ruko ini.
Lantas, bagaimana dengan kemungkinan dari syarat dan ketentuan ini?
kemungkinan a: 1:100.000
kemungkinan b: 1:10.000
kemungkinan c: 1:1.000
kemungkinan d: 1:1.000
kita total semuanya: 1:1.000.000.000.000.000 !!!
Oke lah Anda tidak perlu point b dan c, jadi cukup laku sewa billboard-nya saja:
Tetap saja kemungkinannya: 1:100.000.000 !!!
Teori lain dalam seminar property mengatakan, untuk bisa memiliki rumah tanpa modal tanpa utang, bertindaklah sebagai agen properti dulu, dengan cara-cara seperti berikut:
Langkah pertama
Jika ada rumah dijual, kepada PENJUAL RUMAH usahakan Anda bisa mendapatkan fotokopi sertifikat minimum, ulur tanda jadi dan DP dengan alasan "butuh waktu untuk kumpulin DP" . Buatkan komitmen di atas surat bahwa kita sudah setuju membeli propertinya dengan harga XXX.
Langkah kedua
Iklankan rumah tersebut sebisa mungkin. Naikkan harga rumah semaksimal mungkin pula (tapi ingat, harga harus sesuai dengan kondisi). Dalam iklan tersebut, tawarkan apa saja dengan kata-kata yang menarik dan bombastis. Misal, passive income dari sewa, harga naik sebelum lebaran, dll., sampai ada yang setuju dengan harga lebih tinggi yang kita ajukan. DP atau KPR hasil dari PEMBELI kita oper ke PENJUAL (bukan DP ato KPR uang kita, ini maksudnya)
Langkah ketiga
Pakailah jasa notaris, biar mulus. Dengan perjanjian seperti, PEMBELI RUMAH bayar ke kita lalu kita bayar ke PENJUAL, atau PEMBELI bayar ke PENJUAL, lalu ada perjanjian 'kelebihan KPR' transfer ke kita.
Mudah bukan? Sekali lagi, secara teori. Tapi, dalam kenyataan, Anda akan menemui syarat-syarat dan ketentuan seperti berikut:
Syarat pertama
PENJUAL RUMAH harus bodoh dan mudah ditipu. Jaman gini siapa yang mau begitu saja menyerahkan fotokopi sertifikat? Kecuali si Penjual Rumah itu orang yang sudah Anda kenal baik, misal kerabat, sahabat atau rekan kerja yang bisa Anda yakinkan bahwa Anda serius ingin membeli atau mencarikan orang (jasa makelar) yang ingin membeli rumah.
Syarat kedua
PEMBELI RUMAH juga harus bodoh dan mudah ditipu. Jika bisa membeli langsung pada si pemilik rumah dengan harga lebih murah, mengapa harus membeli lewat perantara dengan harga lebih mahal? Kecuali kalau perantara tersebut memang berasal dari pihak penjual, dimana si perantara mendapat komisi dari penjual rumah.
Jadi, pada intinya tak ada yang bisa membeli properti tanpa modal tanpa uang. Lantas, mengapa seminar-seminar semacam itu kian marak? Hal ini tak lepas dari jelinya pembicara seminar yang melihat potensi bisnis bidang properti yang semakin menjamur. Serta kondisi psikologis sebagian besar masyarakat Indonesia, yang lebih mudah tergiur dengan setiap kemudahan. Lagipula, siapa sih yang tak mau dan tak ingin memiliki properti? Apalagi dengan embel-embel "tanpa modal tanpa utang".
Sampai saat ini pun, masih ada satu pertanyaan yang mengganjal di benak saya. Jika memang pembicara seminar itu berhasil dengan cara dan strateginya sendiri, lantas mengapa dia tidak masuk saja dalam bisnis properti? Kalau memang jurus-jurusnya manjur dan sangat sakti, bsudah berapa banyak properti yang dia miliki? Apakah dia sudah sehebat Ciputra atau James Riadi? Mengapa malah sibuk mengisi seminar ke sana kemari?
Kesimpulan terakhir,
- Pembicara seminar properti sepertinya membeli properti memang dengan uang orang-orang yang ikut seminar. Jadi bukan dengan uangnya sendiri secara langsung.
- Sebagian besar teori memang sengaja dibuat masuk akal, tapi sulit menemukan keadaan seperti yang dijabarkan bila dipraktikkan di dunia nyata.
- Pembicara juga tahu yang berhasil pasti cuma di angka 1-5%, karena itu ada kelas tambahan yang pasti harus bayar lagii. Dan itu bukan support tapi 'teknik menyedot uang' yang diperhalus kata-katanya.
- Pembicara juga tahu pasti banyak juga yang tidak akan mempraktikkannya. Jadi mereka takut ada yang komplain soal tekniknya. Kalaupun ada yang mengatakan sudah praktik dan tidak berhasil, pembicara selalu bisa berkelit dengan mengatakan "kurang fokus, kurang kerja keras, Anda kurang beruntung, coba sekali lagi, dll". Selain itu, diawal seminar, pembicara sudah langsung menakut-nakuti peserta dengan berbagai tuntutan hukum bila menyebarkan ilmu dari seminar tersebut.
- Teori-teori yang dijelaskan itu semua gratisan, yang tidak gratis adalah ilmu orang-orang yang 'benar-benar berhasil' dan itu tidak akan pernah dijual. Pernahkah Anda menjumpai pendiri J&Co berbagi resep roti? Pernahkah Anda mendengar Ciputra atau James Riady berbagi cara bagaimana melonjakkan bisnis propertinya?
- Ini nyata, sebagian besar ilmu yang dibagikan cuma terjemahan versi bahasa asing karena rata-rata orang kita itu hanya sekedar 'penerjemah' bukan penemu.
- Bukti-bukti dan semua testimonial itu semua bisa dibuat (gampang lagi buatnya), bahkan bukti 'nyata' semisal 'ini rumah yang saya caplok' pun bisa dibuat.
Tulisan ini dapat diakses dengan tautan singkat:
Posting Komentar