Artikel No. 51-55

51. Bandung Kreatif

Untuk urusan makanan (kuliner) orang Bandung memang kreatif. Selalu saja ada menu baru yang muncul untuk memanjakan lidah konsumen. Tidak heran, tiap weekend, Bandung dibanjiri mobil plat B (Jakarta). Apalagi kalau ada harpitnas (hari kejepit nasional), banyak jalan yang macet.

Serabi (di Bandung disebut surabi) yang biasanya dimakan dengan gula cair, di tangan kreatif muncul jadi 20-an rasa (keju, strawberry, sosis,...). Kemudian ada brownies kukus, pisang molen, peuyeum molen (peuyeum = tape singkong), sop buah (variasi baru dari es buah or es teler). Pernah muncul cimol (makanan berbahan aci alias sagu berbentuk bulat, digoreng lalu dimakan dengan aneka taburan bumbu), baso tomat.

Menurut penulis, untuk laku, memang harus tampil unik (lain daripada yang lain). Ada beberapa hal yang bisa menarik konsumen: harga murah, makanan enak, makanan unik, suasana unik, atau namanya yang unik.

Pelajaran: Untuk terus bertahan (laku), kita harus kreatif dan selalu melakukan inovasi.


***********

52. Menarik Perhatian

Masih soal kuliner. Makanan murah meriah (meski tak terlalu enak) ramai pengunjung, itu biasa. Makanan enak banyak yang antri? Juga biasa. Makanan unik? Ya, seperti surabi aneka rasa itu.

Suasana unik? Salah satunya adalah rumah makan Bancakan di Bandung. Tempat ini menjual suasana kampoeng tempo doeloe. Yang unik adalah peralatan makannya. Piring dan cangkir kaleng!

Nama kuliner unik? Nama yang unik/ aneh pasti memancing rasa ingin tahu kita. Gimana sih... bentuknya, gimana rasanya? Kalaupun akhirnya tidak sesuai selera kita, setidaknya kita pernah coba 1 kali. Di Bandung ada perkedel bondon (bondon = WTS, karena “jam praktik” warung ini tengah malam), sop buah (minuman, bukan makanan).

Ada 1 lagi faktor yang terlupa, pelayanan. Pelayanan bagus juga bisa jadi daya tarik. Ini cerita waktu SMA. Why tempat makan itu ramai dikunjungi? Murah atau enak? Ternyata bukan! Pelayanannya. Waiter-nya adalah anak pemilik yang cantik! Wow..

Pelajaran: Yang unik memang menarik perhatian.


***********

53. Jago Singkatan

Anda yang pernah mampir ke Bandung, tentu pernah mendengar nama kuliner seperti ini: cireng, comro, misro, gehu,... Nama yang aneh & unik ya? Tahukah Anda itu semua singkatan, dan warga Bandung memang jago buat singkatan.

Cireng = aci digoreng (aci = sagu), comro = oncom di jero (jero = dalam, makanan berbahan singkong ini, di dalamnya berisi oncom), misro = amis di jero (amis = manis, isi di dalamnya manis), gehu = toge di dalam tahu. Lalu ada comro mini dengan sebutan comet. Ternyata juga singkatan. Comet = comro saeutik (comro sedikit/ kecil).

Cimol (pernah booming tapi sekarang sudah nyaris hilang). Penulis cari tahu asal usul namanya. Ternyata juga singkatan. Cimol = aci digemol (makanan dari aci yang dibuat dalam bentuk bulat). Lalu ada pula cilok = aci dicolok (mirip baso tapi bahannya aci, dan dimakan dengan bumbu kacang kayak batagor). Dan batagor = baso tahu goreng. Ada lagi basreng = baso goreng.

Pelajaran: Mungkin ini bagian dari strategi bisnis, nama yang unik?


***********

54. Jawaban Pedagang

Anda ingin membeli jeruk dan di pajangan tak ada tester (jeruk yang bisa dicicipi). Apa yang Anda lakukan? Biasanya kita bertanya pada penjual jeruk itu. “Bang, jeruknya manis?” Sebenarnya ini mirip kalimat retoris (kalimat bertanya, tapi tidak bermaksud bertanya). Hampir pasti jawabannya: “Manis.” Siapa yang mau jujur bilang jeruknya asam, salak-nya sepet?

Kalau dagangannya (buah-buahan) yang dijual itu manis, biasanya ada tester-nya. Dan pedangang itu rajin menawari kita untuk mencicipi. Tapi, meskipun manis, tak tertutup kemungkinan buah yang kita beli itu asam karena yang dicoba dan yang dijual kadang tidak sama.

Atau kita tanya, “Roti ini baru Bang?” Jawabannya: “Baru Neng. Baru diantar tadi pagi.” Meskipun roti itu sudah dititip 2 hari lalu.

Reaksi jujur baru akan kita dapatkan bila pedagang itu teman baik atau saudara kita. Mereka akan memberitahukan bahwa yang itu kurang bagus, sebaiknya beli yang ini.

Pelajaran: Sudah gaharu cendana pula, sudah tahu bertanya pula.


***********

55. Matematika Lucu

Penulis bukanlah orang yang suka dengan pelajaran matematika. Tapi penulis suka bila bermain angka untuk permainan sulap. Intinya suka pada angka, tapi bukan pada hal-hal njlimet seperti sin, cos, tangen, integral, diferensial,...

Ada 2 perhitungan matematika lucu yang penulis temukan. Pertama pada pedagang tahu keliling dan kedua pada penjual baso. Harga 1 tahu Rp 300, kalau beli 3 Rp 1.000. Sama dengan penjual baso. Harga kerupuk Rp 300, kalau makan 3 kerupuk jadi Rp 1.000. Penulis tahu, ini pasti karena mereka kerepotan menyediakan uang receh untuk kembalian. Jadi biar gampang hitungnya.

Lucunya lagi, tak banyak ibu-ibu atau penikmat baso yang protes. Kami, biasanya beli 5, jadi tak masalah. Pernah ada seorang ibu yang protes. “Gimana sih... 1 tahu = Rp 300, beli 3 seharusnya Rp 900, kok jadi Rp 1.000?” “Gak ada kembaliannya Bu” tangkis pedagang tahu.

Kok tak pernah terpikir untuk mengatakan harganya Rp 350 per buah?

Pelajaran: Alergi dengan pelajaran matematika ya Bang?


Artikel No. 46-50

46. Isi Kepala

Berdiri di kereta api antara Jakarta-Bandung? Tentu capek dong. Dulu, kalau dapat tiket berdiri, penulis punya ada 3 pilihan: duduk lesehan di gerbong kereta makan (restorasi) yang luar biasa panas karena tanpa jendela, duduk lesehan di sambungan kereta plus aroma toilet, atau berdiri saja di gerbong. Tak ada yang nyaman ya?

Pernah sekali penulis didekati orang tua (kuli angkut barang) di stasiun Gambir. “Pak, mau tempat duduk?” Karena kasihan sama orang tua (juga kebetulan tidak dapat tempat duduk), “Boleh” jawab penulis. “Ayo ikut saya. Nanti kasih Rp5.000 saja” kata bapak itu. Lumayanlah Jakarta-Bandung dapat duduk, cuma tambah Rp 5.000, pikir penulis.

Memang benar, sampai kereta berjalan pun, penulis bisa duduk nyaman di sana (tak ada klaim dari orang lain). Tapi tahukah Anda, tempat duduk itu ternyata jatah untuk Jatinegara? Begitu stop di Jatinegara, penulis harus berdiri lagi karena ada yang lebih berhak duduk di sana!

Pelajaran: Memang sukar menebak isi kepala seseorang.


***********

47. Teladan Korea

Penulis membawa magic com ke dealer YM (produk Korea) untuk mengganti bagian magic com yang sudah jelek. Magic com-nya sendiri masih berfungsi dengan baik.

Penulis disodori daftar harga spare part magic com tersebut. “Mana saja yang mau diganti Pak?” tanya teknisinya. Penulis menyebutkan satu persatu, lalu mulailah teknisi itu menggantinya.

Sambil menunggu, penulis melihat-lihat dinding ruangan yang memajang surat izin usaha, kalender, dan sebuah pengumuman. Pengumuman ini yang menarik perhatian penulis. Isinya kurang lebih: “Petugas kami dilarang menerima uang apa pun dari customer selain harga spare part yang diganti.” Wow... benarkah ini? Sering kita temui tulisan serupa: Jangan melalui calo. Faktanya? Jalur resminya buat kita putus asa.

Waktu bayar, penulis sengaja memberi lebih. “Pak ini uang rokoknya.” “Tak usah Pak, hanya uang spare part saja.” Penulis bilang “Tidak apa Pak.” Teknisi itu tetap tidak mau menerima!

Pelajaran: Kapan ya kita bisa begini, teori = kenyataan?


***********

48. Email Gaya

Waktu pertama tahu internet, penulis kagum sekali dengan teman yang punya alamat email. Saat itu terbayang, wah... pasti dia punya uang banyak hingga bisa punya alamat email. Ehm... lucu juga ya?

Tapi setelah cari tahu, ternyata untuk punya email tidak perlu uang banyak. Tidak harus punya komputer sendiri di rumah atau harus berlangganan internet. Cukup Rp 5.000 (saat itu rental internet Rp 5.000/jam). Dengan uang Rp 5.000 kita bisa ke warnet dan buat alamat email sebanyak yang kita mau, gratis! Wow...

Bagi penulis, punya email, bukan untuk gaya dan dibilang tidak ketinggalan jaman. Kemajuan teknologi ini dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kebaikan. Komunikasi jadi lebih cepat, hemat, dan praktis.

Ternyata, punya email sekedar untuk gaya memang terjadi. Penulis pernah mengirimkan email ke 2 perusahaan besar (perusahaan swalayan dan industri hiburan anak). Dua kali kirim email, tak ada satu pun yang ditanggapi.

Pelajaran: Buat apa punya email kalau hanya sekedar untuk pajangan?


***********

49. Makanan Aman

Pernah melihat liputan investigasi di TV swasta? Di sana ada laporan hasil investigasi tentang berbagai jenis makanan. Makanan atau jajanan yang bisa kita temui setiap hari, ternyata tak layak konsumsi. Ada ayam tiren (mati kemaren) alias ayam sudah mati baru dipotong dan dijual. Ada daging sapi glonggongan (sapi yang dipaksa minum air agar dagingnya jadi lebih berat). Baso dengan pengawet mayat (formalin), cendol dengan campuran bedak supaya kenyal, ayam buangan rumah makan yang digoreng lagi, gorengan dengan tambahan plastik supaya renyah, dan masih banyak lagi.

Hmm... jadi apa yang layak dikonsumsi? Tahu, ikan asin, asinan, dan yang lain ternyata menggunakan pewarna tekstil dan pengawet tak layak untuk makanan (formalin dan boraks). Pernah juga baso dari daging tikus.

Memang sih... dalam jangka pendek, seolah tak ada efeknya bagi kesehatan. Tapi dalam jangka panjang, timbunan “racun tadi” akan mengakibatkan kanker.

Pelajaran: Kita harus lebih selektif dalam memilih makanan.


***********

50. Parkir Gratis

Mana tempat berbelanja yang Anda pilih? Jawaban yang muncul kemungkinan bervariasi. Ada yang pilih tempat yang harganya murah, tempatnya strategis (dekat rumah atau kantor), pelayanannya bagus, dan masih banyak lagi.

Bagi penulis, harga barang di pasar swalayan relatif sama. Tidak ada satu swalayan yang harganya murah untuk semua produk. Yang dipajang di brosur atau di spanduk biasanya memang lebih murah, tapi yang lain belum tentu. Jadi plus minus alias sama saja. Salah satu pilihan penulis selain yang tertulis di atas adalah parkir-nya gratis.

Sayangnya, tak banyak pengusaha yang memperhatikan fasilitas/ layanan ini. Banyak yang membiarkan lahan milik mereka diambil alih “tukang parkir”, padahal tak sepeser pun uang parkir masuk ke kas mereka. Pengusaha hanya perlu pasang tulisan “Parkir Gratis.”

Coba bandingkan, sebuah SPBU menghabiskan jutaan rupiah membangun banyak toilet, hanya demi pelayanan kepada konsumennya.

Pelajaran: Kurang jeli memnfaatkan fasilitas yang ada.


Artikel No. 41-45

41. Buddha Bar

Umat Buddha berdemo meminta agar Buddha Bar ditutup karena itu melecehkan Buddhis. Tempat yang bernuansa negatif (setidaknya ada minuman keras, yang dilarang agama apa pun), dengan dekor simbol agama, rasanya tidak pantas memakai nama berunsur agama.

Dalam konteks agama Buddha, persoalan ini jadi lebih kompleks. Buddha bukan hanya sekedar nama sebuah agama, tapi juga nama pendiri (Guru Agung) yang disucikan. Ibarat Islam dengan Allah, atau umat Kristiani dengan Yesus.

Ada yang khawatir, bila tidak ditutup nanti akan muncul Islam Bar, Kristen Bar, Katolik Bar, Hindu Bar. Menurut penulis bukan itu, tapi Allah Bar, Yesus Bar, dan sejenisnya. Bisa Anda bayangkan kalau hal itu terjadi. Apakah tidak akan mengoyak kerukunan umat beragama di tanah air tercinta?

Seyogyanya, semua pihak (pemilik, pemerintah,...) menyadari hal ini. Prinsipnya sederhana saja, “Kalau tak ingin mencubit, jangan mencubit.” Semoga masalah ini cepat selesai.

Pelajaran: Umat mana pun tak ingin hatinya dilukai.


***********

42. Koleksi Penulis

Didikan dari keluarga agar tidak boros (belanja barang ataupun pemanfaatan barang yang sudah ada) tertanam di dalam benak penulis sampai sekarang. Dus bekas susu, kaleng bekas biskuit, kantong plastik, dan kertas pembungkus belanjaan lain yang sekiranya masih bisa bermanfaat, akan penulis simpan.

Hal ini yang sering dikeluhkan istri. Penulis bisa maklum juga sih... (jadi simpanan barang bekas menyita ruang di rumah kami yang sempit). Tapi ya... gimana lagi? Ada perasaan bersalah bila membuang sesuatu yang penulis rasa masih bisa dimanfaatkan, meski banyak yang belum dimanfaatkan saat itu.

Dus bekas susu sering dipakai untuk bungkus kado saat ada yang ultah, kaleng biskuit untuk wadah mainan kecil (mobilan atau robot kecil agar tak tercecer), botol plastik bekas air mineral dipakai untuk mengisi cairan pembersih lantai, dan sejenisnya. Kertas kado bekas pun (bila dibuka dengan hati-hati) masih bisa dimanfaatkan.

Pelajaran: Hemat untuk saku, juga menghemat sumber daya alam.


***********

43. Manfaat Koleksi

Masih berkaitan dengan koleksi “unik” penulis. Kalau ada barang elektronik atau mainan rusak yang sudah tak dapat diperbaiki, sebelum dibuang, pasti penulis preteli (bongkar dan ambil yang masih bisa dimanfaatkan). Yang paling sering jadi “koleksi” penulis adalah aneka baut dan mur. Juga klep elpiji. Setiap gas habis, sebelum beli isi (tukar tabung kosong dengan yang isi), klep pengamannya pasti penulis ambil. Ini untuk stok, bila suatu saat penulis butuh.

Benar saja, saat pasang slang regulator ke tabung elpiji, kadang terdengar bunyi dan tercium bau gas. Artinya pemasangan tidak pas atau klep-nya kurang bagus sehingga bocor. Sudah coba dibuka lalu dipasang lagi, hasilnya tetap sama. Itu artinya klep harus diganti. Untunglah penulis punya stok.

Juga saat pegangan penggorengan rusak, baut dan mur di helm hilang. Tidak usah beli ke toko besi. Penulis punya stok baut dan mur aneka ukuran. Tinggal cari mana yang paling pas.

Pelajaran: Barang kecil pun bisa punya peran besar.


***********

44. Ganti Nomor

Sekarang, telpon selular atau lebih dikenal dengan sebutan HP (Hand Phone), sudah jadi “kebutuhan”. Entah memang benar-benar sebuah “kebutuhan” atau sekedar ikut tren gaya hidup.

Di tempat penulis, penjual jamu keliling, tukang becak, penjual baso, dan nasi goreng pun memiliki HP. Bahkan tidak jarang HP mereka lebih canggih daripada HP penulis.

Karena persaingan, harga perdana jadi sangat murah (bahkan gratis) dan tarif telpon jadi murah. Konsumen bebas memilih.

Akibatnya, banyak yang hobby berganti nomor HP. Tambah nomor baru tentu tidak masalah, tapi selalu berganti nomor, ini yang bermasalah. Ketika relasi bisnis menghubungi Anda, Anda tak dapat dihubungi karena nomor lama Anda sudah tidak aktif. Itu artinya peluang bisnis lewat begitu saja.

Penulis sering sekali kehilangan kontak dengan teman karena mereka ganti nomor tanpa memberitahu. Sekedar info, sejak pertama punya HP (hampir 10 tahun lalu), penulis tidak pernah berganti nomor HP.

Pelajaran: Ganti nomor = hilang kontak.


***********

45. Ide Kreatif

Ada saja ide kreatif orang untuk bertahan hidup. Saat bekerja di Jakarta, penulis mencatat ide-ide kreatif manusia metropolitan ini. Ini salah satunya.

Money changer adalah tempat menukarkan valuta asing (mata uang yang berbeda). Tapi di Jakarta (tepatnya di sekitar terminal), ada personal money changer rupiah tukar rupiah. Orang kreatif ini mengumpulkan uang logam seratusan, lalu dibungkus dengan plastik. Isi tiap plastik Rp 900, dan bila kernet angkot/ bis kota butuh uang receh, uang kertas Rp 1.000 akan ditukar dengan uang logam Rp 900. Personal money changer ini pun mendapat nafkah dari selisih kurs rupiah kertas ke logam.

Selasa (10-02-2009), penulis menemukan orang Bandung kreatif. Dari satu toko ke toko lain, ia menanyakan apakah ada uang jelek (uang kertas yang sudah sangat kumal dan tidak utuh) sambil menunjukkan uang jelek di tangannya. Berapa kurs-nya? Sangat tergantung “parah” tidaknya uang Anda.

Pelajaran: Bagi orang kreatif, selalu ada jalan untuk bertahan hidup.


Artikel No. 36-40

36. Bukan Kembar

Orang hebat bukanlah orang yang tak pernah terjatuh, tapi orang yang selalu bangkit kembali setelah terjatuh.

Banyak kalimat bijak yang bisa dihasilkan dengan modifikasi dari kalimat tadi. Juga hal-hal yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga. Rasanya tidak ada pasangan yang sejak pacaran hingga membina rumah tangga tidak pernah bertengkar. Pasti pernah bertengkar, meski itu hanya pertengkaran kecil karena selisih paham.

Mengapa bertengkar? Karena ada perbedaan dalam memandang suatu hal. Mengapa berbeda? Ya jelas berbeda dong. Mereka berasal dari keluarga yang berbeda. Malah, kalau dicari bedanya, mungkin daftarnya akan sangat panjang: beda suku, beda tingkat pendidikan, beda status sosial, dan lain-lain.

Anda pernah punya teman kembar? Coba perhatikan, dari kesamaan mereka (wajah, bentuk tubuh, pakaian,...), apakah Anda menemukan perbedaan? Penulis yakin, jawabnya pasti: ya!

Pelajaran: Kuncinya adalah harus saling memahami (mau mengalah), suami istri bukanlah orang kembar.


***********

37. Nomor Rumah

Pernah mencari buku di perpustakaan? Anda mudah sekali menemukan karena buku tertata rapi. Biasanya disusun berdasarkan tema. Ada juga katalog nama penulis, judul buku, atau penerbit yang akan membantu Anda.

Itu pula yang penulis lakukan untuk setiap data di komputer maupun susunan data di blog penulis. Semua disusun berdasarkan abjad atau tema. Mudah dicari bila diperlukan.

Tapi itu tidak terjadi pada pe-nomor-an rumah di kompleks perumahan tempat penulis tinggal dan sebuah kompleks di dekatnya. Anda jangan salah menulis atau menyebut alamat teman Anda. Di sana ada blok 3A, ada blok A3. Juga blok 2A dan A2 Membingungkan!

Kemudian: dengarkan dengan jelas, ada blok EA, blok EB (jangan salah dengar dan salah catat, misal hanya tercatat blok E, blok A, atau blok B). Di kompleks itu ada blok A, blok B, blok E, blok EA, blok EB. Padahal jumlah blok di sana tidak sampai 26 (abjad A sampai Z pun belum habis terpakai).

Pelajaran: Kalau bisa mudah dan praktis, mengapa harus dibuat rumit?


***********

38. Pertahankan Prinsip

Satu prinsip Mama (almarhumah) yang teguh dipertahankannya adalah kesempurnaan dalam berkarya.

Mama mau pakaian yang dijahitnya benar-benar nyaman dipakai (nyaris sempurna). Waktu pelanggan datang untuk fitting, Mama akan memperhatikan dengan seksama. Meski pelanggan sudah puas, kalau di mata Mama ada yang kurang, pakaian itu akan ditahan dulu. “Masih belum selesai, besok baru bisa diambil” janji Mama.

Malam harinya beliau akan lembur memperbaiki bagian tersebut sampai sempurna, setidaknya sempurna versi Mama.

Sebagai penjahit, memang tak banyak uang yang dihasilkan. Bagi Mama: kepuasan batin menghasilkan produk sempurna, tak tergantikan dengan uang berapa pun. Pakaian karya Mama lumayan dikenal di kota kami.

Ingin menikmati pakaian buatan Mama? Anda harus sabar antri. Tapi percayalah, Anda pasti puas dengan hasilnya. Bila ada yang kurang cocok, berapa kali pun Anda komplain, pasti diperbaiki sampai Anda puas.

Pelajaran: Kepuasan pelanggan salah satu kunci kesuksesan.



***********

39. Masalah Fengshui

Bagi penulis, fengshui bukanlah sebuah mitos. Banyak sisi ilmiah di balik segala aturan fengshui. Sama halnya dengan pantangan (pamali) yang kita dengar dari orang tua, misalkan saja larangan berdiri di depan pintu. Banyak sisi positif di balik pantangan ataupun aturan fengshui.

Lantas segala sesuatu di dalam rumah atau perilaku penulis selalu ikut fengshui? Tidak juga. Penulis hanya tahu sedikit tentang fengshui. Tapi harus diingat juga, dalam Buddha Dhamma, faktor terpenting adalah tabungan karma kita. Kalau aturan fengshui sesuai dengan pemikiran ilmiah dan tidak terlalu memberatkan, jalankan saja. Misalkan pengaturan ruangan di rumah jadi lebih enak dilihat, why not?

Tapi bagaimana kalau memberatkan (dari segi biaya)? Cuekin saja fengshui-nya. Karena ada mobil, sisi kiri rumah jadi garasi, terpaksa buat 1 pintu lagi pada pagar. Pilihan terbaik adalah pintu gerbang satu garis dengan pintu rumah, ya mau apa lagi?

Pelajaran: Yang wajar-wajar sajalah menyikapi hidup ini.


***********

40. Polisi Tidur

Banyak sekali polisi tidur di kompleks perumahan tempat penulis tinggal. Dan jarak antar polisi tidur pun dekat-dekat. Sebenarnya ini hal yang menyebalkan. Selain perjalanan jadi terhambat karena selalu harus injak rem setiap ketemu polisi tidur, kemudian tarik gas, lalu injak rem lagi, tarik gas lagi, begitu terus berulang-ulang. Kondisi velg motor pun jadi cepat rusak. Ini kalau lagi terburu-buru, meski ada polisi tidur, penulis jalan saja seperti biasa. Benturan ban pada polisi tidur mengakibatkan velg motor tidak lagi bundar. Perlu biaya tambahan saat service rutin dilakukan.

Penghuni kompleks lebih suka membuat polisi tidur di depan rumahnya daripada memperbaiki jalan yang berlubang. Alasan pemilik rumah bisa dimaklumi, demi keselamatan anak dari pengendara yang suka ngebut.

Jadi sebal pada pengendara yang suka ngebut. Mereka yang berbuat, semua penghuni kompleks harus merasakan akibatnya.

Pelajaran: Disadari atau tidak, perilaku kita ternyata berimbas pada orang lain.


Artikel No. 31-35

31. Jadi Artis

Kadang susah membedakan antara sayang atau terlalu memanjakan anak. Dan nampaknya Dhika, putra sulung penulis, tahu kelemahan kami (penulis & istri). Kalau minta sesuatu dengan agak ngotot, biasanya kami kalah. Permintaannya (jajan makanan, mainan, atau ke arena bermain) akhirnya kami penuhi. Tiap kami ajak ke swalayan, hampir selalu pulang bawa mainan baru.

Akhirnya penulis membuat peraturan. Setiap hari, bila Dhika baik (sekolah tidak rewel, tidak mengganggu Ray, adiknya), maka Dhika akan mendapatkan 1 tanda tangan Papa (kayak jadi artis ya?). Kalau Dhika kurang baik, tidak dapat tanda tangan. Setelah kolom tanda tangan penuh (30 buah) barulah Dhika boleh membeli mainan baru.

Sejauh ini, lumayan efektif. Bila baik, Dhika dapat “hadiah” (tanda tangan), bila kurang baik dia dapat “hukuman” (tidak dapat tanda tangan yang artinya waktu untuk membeli mainan jadi lebih lama).

Pelajaran: Sejak kecil anak dilatih untuk mengetahui bahwa segala tingkah lakunya, ada konsekuensinya.


***********

32. Tukang Martabak

Di kompleks perumahan tempat penulis tinggal, sekarang sedang dilakukan perbaikan jalan. Memang sudah sejak lama jalan di dalam kompleks ini berlubang-lubang. Kalau hujan turun, banyak genangan air.

Cuma anehnya, perbaikan jalan hanya menggunakan batu/ split, dan pasir (lebih tepatnya pasir campur tanah). Tanpa sedikitpun aspal! Caranya: taburkan batu-batu di lubang jalan, di atasnya taburkan dengan tanah. Setelah itu digilas dengan stoom, kendaraan berat untuk meratakan jalan.

Bagaimana mungkin perbaikan jalan tanpa pakai aspal atau semen? Apa pemborong perbaikan jalan ini mantan tukang martabak, bukan tukang insinyur? Dia pikir jalan di kompleks ini adonan martabak yang sudah hampir matang, tinggal taburi dengan kacang dan gula pasir?

Bisa ditebak, kalau musim hujan, luar biasa becek. Anda tinggal bawa kangkung, irisan kol, kacang panjang yang direbus, sepanjang jalan penuh dengan bumbu gado-gado.

Pelajaran: Kata guru Ekonomi SMP saya: “The Right Man on The Right Place”


***********

33. Tukang Roti

Masih tentang perbaikan jalan di kompleks. Entah karena protes warga atau hal lain, akhirnya ada perbaikan tahap kedua. Dari persiapan yang dilakukan, tampaknya ada perbaikan cara kerja. Sekarang sudah tampak drum berisi aspal.

Waktu perbaikan dilakukan, o...o... ternyata bukan seperti yang diharapkan. Inilah cara perbaikannya. Batu/ split ditabur di sepanjang jalan, lalu digilas dengan stoom sampai rata (untuk meratakan jalan yang berlubang setelah hujan). Kemudian taburi dengan aspal yang telah dipanaskan/ dicairkan, di atasnya ditaburi pasir lalu digilas lagi dengan stoom sampai rata.

Lumayanlah ada sedikit perbaikan, setidaknya sekarang ada “lem”-nya yakni aspal. Bedanya kalau perbaikan pertama seperti membuat tukang martabak, sekarang seperti tukang roti. Taburan (tepatnya siraman aspal) ibarat susu kental manis, taburan pasir (mungkin ini ibarat meses/ butiran coklat-nya) agar tidak mudah terlepas dari roti.

Pelajaran: “The Right Man on The Right Place” bagian ke-2.


***********

34. Cepat Bosan

“Pa, Dhika mau piara anjing. Tadi di sekolah, Dhika lihat anjing, lucu sekali. Boleh ya?” “Tidak boleh” jawab penulis. Sejauh ini Dhika maklum. Why? Inilah kisahnya...

Waktu kecil, penulis pernah merengek minta dibelikan sepasang kelinci pada mama. Penulis janji akan rajin mengurusnya. Awalnya penulis rajin mencarikan makanan untuk kelinci itu. Setiap hari pergi ke pasar mengumpulkan daun kol tua yang dibuang pedagang sayur untuk makanan kelinci.

Lama-lama penulis bosan. Kelinci pun jadi tak terawat. Mama-lah yang menggantikan tugas penulis bila belanja ke pasar. Tapi itu tak bisa sepenuhnya mama lakukan karena banyak tugas lain menanti. Hingga suatu saat, sepasang kelinci putih itu mati kelaparan. Lebih parah lagi, kelinci betina mati dalam kondisi mengandung anaknya!

Sejak saat itu, penulis berjanji tidak akan pernah memelihara hewan apa pun. Takut nanti bosan lagi dan hewan itu tak terawat dan mati kelaparan.

Pelajaran: Jangan korbankan makhluk lain demi kesenangan kita.


***********

35. Inilah Jakarta

Ini kejadian waktu penulis kerja di Jakarta. Penulis dibonceng sepupu dengan motor. Di daerah Grogol, motor kami ditabrak mobil Jeep dari belakang. Lampu belakang motor rusak, tangan penulis luka gores karena berpegangan pada bagian belakang motor. Ributlah saudara sepupu saya dengan penabrak dan minta ganti rugi. Tapi yang menabrak sepertinya ngotot dan nggak mau mengganti kerusakan motor kami.

Seorang pemuda (perkiraan penulis, dia adalah preman) mendekati penulis. “Pak, mari saya bantu. Biar saya yang ngomong ke orang itu. Bapak mau minta ganti berapa?” Penulis bilang, “Nggak usah Pak. Saudara saya masih berunding. Mudah-mudahan mereka bisa damai.” Pemuda itu pun berlalu, tapi tetap memantau perkembangan.

Anda tentu tahu maksud “preman” ini. Kami minta Rp 100.000, dia bisa bilang Rp 200.000 ke penabrak lalu ngomong “Yang Anda tabrak ini saudara saya.” Tak ada yang gratis di Jakarta.

Pelajaran: Inilah Jakarta, apa pun bisa dijadikan peluang untuk mendapatkan uang!


Artikel No. 26-30

26. Kisah Perjuangan

Filateli (mengumpulkan prangko) dan correspondence (surat menyurat) adalah sebagian hobby penulis. Bahkan kedua hobby ini yang membentuk nama tegah penulis Filco.

Hobby adalah salah satu kegiatan pengisi waktu luang sekaligus sebagai hiburan penghilang penat dan stress setelah rutinitas sehari-hari.

Beberapa teman penulis pernah ketularan virus filateli, salah satunya giat sekali mengumpulkan prangko. Yang mengejutkan, dalam beberapa hari, jumlah koleksinya sudah 3 album penuh. Wow... bagaimana caranya? Ia ke toko buku yang menjual prangko bekas dan memborong banyak prangko bekas.

Itu sah... sah... saja. Tapi bagi penulis, salah satu keasyikan filateli justru terletak pada kisah perjuangan untuk mendapatkan prangko tersebut. Banyak kisah di balik prangko penulis. Ada hadiah dari seorang sahabat pena di Jerman Timur, hasil barter dengan barang lain, bahkan didapat dari tong sampah!

Pelajaran: Kisah perjuangan di balik koleksi jauh lebih menarik daripada sekedar jumlah.


***********

27. Ucapan Dokter

Yi Seng, itu sebutan untuk dokter dalam bahasa Mandarin. Yi = mengobati, Seng = hidup. Jadi tugasnya mengobati dan membuat pasiennya tetap bertahan hidup. Usaha yang dilakukan dokter tidak cuma lewat usaha medis saja (suntik, obat sampai transplantasi), tapi juga dari sikap dan ucapan.

Ucapan dokter yang memberi semangat, ramah, mau mendengarkan, sudah jadi obat bagi pasien. Nasehat yang menyejukkan sudah mengurangi sedikit penderitaan pasien.

Tapi lain yang dialami rekan penulis. Sebut saja Pak Abadi dan Ibu Lestari. Ketika memeriksakan anaknya VT (8 bulan) ke seorang dokter anak ternama di kotanya (HB), mereka mendapat penjelasan yang mengejutkan.

“Ibu harap tabah ya? Bila anak ini bisa bertahan sampai usia 1 tahun saja itu sudah bagus” kata dokter HB. Ortu mana yang tidak shock mendengar kabar ini?

Kini 2 tahun berlalu, VT tetap tumbuh sehat seperti anak lainnya setelah menjalani pengobatan.

Pelajaran: Jangan percaya vonis dokter, carilah second opinion dan tetap berusaha.


***********

28. Sahabat Sejati

Anda punya sahabat sejati? Kalau ya, Anda termasuk orang yang beruntung. Jagalah persahabatan Anda baik-baik karena tidak mudah mendapatkan seorang sahabat sejati. Simak kisah penulis tentang sahabat sejati.

Penulis merasakan suasana kerja kurang nyaman di perusahaan patungan. Maklum saja, ada 2 bos dengan karyawan pro bos A dan bos B. Parahnya penulis adalah satu-satunya karyawan dari pihak bos B. Praktis jadi agak “dijauhi” karena dianggap ditempatkan di sana sebagai mata-mata.

Meski mengerti bahasa Mandarin, penulis mengatakan tak paham bahasa Mandarin. Di sinilah semua fakta terbuka. Mana teman/ sahabat yang tulus dan mana yang manis di depan tapi menusuk dari belakang.

Anda bisa bayangkan bagaimana panasnya telinga mendengar mereka membicarakan penulis dalam bahasa Mandarin di saat penulis ada di hadapan mereka. Padahal Mandarin mereka tidak jauh lebih baik daripada penulis.

Pelajaran: Sahabat sejati = ucapan sama dengan perbuatannya baik di depan maupun belakang kita.


***********

29. Uniknya Rekor

Jadi pemenang di ajang pemecahan rekor dan pemenang di kejuaraan atau lomba lain, jelas berbeda. Kok dibilang berbeda? Ya, jelas dong. Di kejuaraan atau lomba lain, banyak orang (setidaknya ada 3 orang) yang keluar sebagai juara. Ada juara 1, 2, 3, bahkan terkadang ada juara harapan 1, 2, dan 3 serta juara favorit.

Di ajang pemecahan rekor? Hanya 1 orang yang jadi juara. Seberapa pun dekatnya prestasi runner up dengan rekoris (pemegang rekor), tetap saja namanya tidak tercatat sebagai rekoris. Dalam ajang pemecahan rekor, hanya ada 1 pemenang.

Menjadi juara ke-2, bukanlah hasil yang jelek. Butuh perjuangan dan kerja keras untuk mencapainya. Tapi tak dipungkiri, menyakitkan menjadi nomor 2. Hadiah yang diterima jauh dari juara pertama. Popularitas? Yah... harus siap-siap “makan hati” karena semua mata dan kamera terarah pada sang juara. Kehadiran juara ke-2, ke-3 dan harapan, seolah hanya jadi obyek pelengkap saja.

Pelajaran: Berusahalah untuk selalu menjadi yang terbaik.


***********

30. Lebih Pintar

“Wah... payah, umpan begitu bagus tidak bisa jadi gol” komentar seorang rekan ketika menyaksikan pertandingan sepak bola via TV.

Anda pasti sering mendengar komentar sejenis. Atau bukan tidak mungkin, kita sendirilah yang mengeluarkan komentar seperti itu?

Umumnya kita memang komentator yang hebat, bukan pemain yang hebat. Kalau (para penonton) yang ada di depan layar TV ataupun di stadion, terkesan jauh lebih pintar daripada pemain di lapangan maupun pelatih yang mengatur strategi.

Disuruh turun ke lapangan? Jelas tidak bisa. Kalau benar komentator tadi lebih hebat, tentu mereka sudah direkrut jadi pemain oleh para pelatih dan pencari bakat. Tapi kenyataannya tidak demikian.

Penulis yakin, semua yang bertanding (apalagi sampai membawa nama bangsanya di ajang internasional), pastilah ingin menang. Percayalah, diganti dengan nilai uang berlipat ganda pun mereka tak akan mengalah agar lawannya menang dan jadi juara.

Pelajaran: Cuma bicara sih gampang, memang lidah tak bertulang.



Artikel No. 21-25

21. Belajar Sulap

Pernah menyaksikan sulap? Saya yakin pernah. Komentar yang muncul beragam. Banyak yang terkesima, takjub, berdecak kagum dan bertepuk tangan. Tapi ada pula yang hanya berujar: “Ah... itu ‘kan hanya trik?”

Tak masalah apa komentar Anda karena bukan trik sulap yang akan diulas di sini. Penulis akan cerita sedikit tentang sesuatu di balik sulap.

Sebagai magicmania, penulis terpesona pada sulap sejak kecil (SD). Hanya tahun 1990-an berkesempatan belajar lagi beberapa trik sulap sederhana.

Salut sekali kepada para “ahli” yang menciptakan trik sulap. Cara pikir mereka luar biasa. Pola pikir mereka tidak biasa. Apa yang bagi orang awam tidak mungkin, bagi pesulap itu suatu tantangan yang harus dipecahkan dan menjadikannya suatu hal yang mungkin. Inilah yang menarik minat penulis belajar sulap.

Bagi orang awam, jawaban yang sering terlontar ketika melihat sulap adalah “Pasti pakai bantuan jin.” Sekedar info untuk Anda, sulap adalah trik.

Pelajaran: “Everything is possible in magic”


***********

22. Mari Belajar

Hidup ini adalah proses belajar tanpa henti. Selama hidup, kita terus belajar. Baik secara formal di sekolah, membaca buku, maupun “membaca” segala sesuatu di sekitar kita.

Mempelajari capung, terciptalah helikopter, terinspirasi ikan, manusia menciptakan kapal selam. Kita belajar sifat rendah hati pada padi, yang makin berisi makin merunduk. Kita berguru pada teratai yang teguh pendiriannya, meski tumbuh di tempat berlumpur, bunganya tetap bersih.

Belajarlah seperti motto soft drink di masa dulu (kapan saja, siapa saja, dan di mana saja). Bahkan ditambah apa saja. Kita bisa belajar dari apa pun di dunia ini. Dari suatu hal yang baik (misal anjing yang terkenal kesetiaannya), kita teladani sifat baiknya. Dari yang buruk? Kita berusaha agar keburukan itu tidak menjangkiti kita.

Kita bisa belajar dari pengalaman sendiri, pengalaman orang, belajar dari tumbuhan, hewan, dan benda yang ada di sekitar kita.

Pelajaran: Alam dan lingkungan sekitar kita adalah buku yang mahabesar.


***********

23. Cegah Penipuan

Sudah lama penulis membaca dan melihat berita tentang penipuan SMS berhadiah. Penulis pun pernah menulis ke Surat Pembaca ke media (sayangnya tidak dimuat).

Penipu mengirim SMS bahwa Anda mendapat hadiah mobil, tapi Anda harus mentransfer pajak hadiah sekian juta rupiah. Modusnya sama, tapi masih saja ada yang tertipu.

Bagi penulis, solusinya sederhana. Tiap penyelenggara undian berhadiah harus minta izin depsos. Mengapa tak diberlakukan peraturan: Semua pajak undian HARUS ditanggung penyelenggara. Pemenang tidak dibebankan biaya apa pun.

Bila beri hadiah mobil dan pajak ditanggung pemenang, mengapa hadiah tidak diganti motor dan pajak ditanggung penyelenggara?

Tinggal ketentuan ini disosialisasikan lewat media. “Semua pajak undian ditanggung penyelenggara. Bila Anda menang, tak akan dikenakan biaya apa pun.”

Jadi, kalau Anda diberitahu menang undian dan Anda diminta bayar ini itu, pastilah penipuan.

Pelajaran: Apa yang kita pikirkan, belum tentu terpikirkan oleh orang lain?


***********

24. Belakang Layar

Teman SMA penulis pernah ngedumel, “Kok foto saya tidak ada yang bagus ya?” Dia mengeluh melihat hasil cetak 1 rol fotonya, hasil jepretan kakaknya dengan kamera saku. Foto-foto itu akan ditempel pada buku kenangan teman-temannya menjelang perpisahan sekolah.

Dia bilang jelek karena membandingkan fotonya dengan foto model di cover dan di halaman isi majalah remaja.

Umumnya kita “iri” karena hanya tahu sesuatu yang muncul di permukaan saja. Kita tidak tahu apa yang terjadi di belakang layar (sesuatu di balik itu semua).

Penulis mencari tahu tentang hal ini. Ini faktanya: foto model memang sudah oke dari awalnya (mereka memang tampan atau cantik). Mereka di-make up, diberi pakaian yang pas, diberi arahan gaya, difoto oleh fotografer yang ahli, dengan kamera canggih. Yang muncul di majalah sekitar 1-5 foto, itu hasil puluhan bahkan mungkin ratusan kali jepret. Jelas ini tak sebanding.

Pelajaran: Jangan hanya lihat tampilan luar, lihatlah apa yang terjadi di belakang layar.


***********

25. Ayo Ehipassiko

“Kalau malam hari tidak berbintang, itu artinya hujan akan segera turun. Kalau ada bintang, tidak akan hujan” begitu kata Papa.

Memang berdasarkan data ini (melihat keberadaan bintang), prediksi hujan atau tidak, banyak yang tepat. Apa yang terlintas di benak penulis? Wow... bintang sungguh ajaib. Bintang bisa mengusir hujan (bintang jadi kayak pawang hujan ya?)

Seiring berjalannya waktu, pemikiran penulis juga makin berkembang. Penulis menemukan fakta bahwa, bukan ada tidaknya bintang yang menyebabkan hujan. Setiap hari (khususnya pada malam hari), bintang selalu ada.

Jadi mengapa kadang ada (baca: terlihat) dan kadang tidak ada (baca: tidak terlihat)? Eureka! Ternyata itu disebabkan oleh awan. Kalau langit dipenuhi awan, bintangnya tertutup. Jadi sebenarnya cuaca malam itu berawan. Inilah yang bisa menyebabkan hujan. Bukan oleh kehadiran bintang. Setiap hari ada bintang, hanya kadang tampak, kadang tidak.

Pelajaran: Sang Buddha mengajarkan ehipassiko, teliti dan buktikan.

Artikel No. 16-20

16. Bukan Segalanya

“Kamu dapat uang berapa?” tanya rekan kerja penulis. Hal ini berkaitan dengan tercatatnya nama penulis di Muri (Museum Rekor Dunia Indonesia) dan mendapat piagam rekor. “Tidak serupiah pun” kata penulis. Hanya selembar piagam dan kadang ada bingkisan berupa produk jamu, dari pabrik milik Jaya Suprana yang menjadi donatur utama Muri.

“Wah... untuk apa capek-capek kalau nggak dapat uang?” dia bertanya lagi. Untuk kesekian kalinya penulis harus cerita panjang lebar bahwa Muri itu lembaga nonprofit. Hanya bisa kasih selembar piagam, toh... kalau Anda berkunjung ke sana juga tidak dipungut biaya. Dana operasional Muri bersumber dari kantong pribadi Om Jaya dan keuntungan pabrik jamu.

“Hanya kepuasan batin dan rasa bangga” jawab penulis. “Tidak semua hal di dunia ini bisa diukur dengan uang. Kamu punya uang, coba kirim ke Muri dan bilang: Saya mau piagam rekor sebagai pembuat baju terbesar. Apakah kamu akan mendapatkannya?” tanya penulis.

Pelajaran: Uang bukanlah segala-galanya.


***********

17. Bukan Uang

“Uang bukanlah segala-galanya, tapi segala-ganya perlu uang.” Anda tentu pernah mendengar kalimat itu ‘kan? Yah... kenyataannya memang hampir seperti itu.

Tapi ada juga momen yang menunjukkan ungkapan itu tidak berlaku. Kisah ini masih berkaitan dengan Muri. Ini terjadi saat penulis bersama sekitar 160 rekoris (pemegang rekor) diundang oleh Presiden Gus Dur ke Istana Negara untuk mengikuti Konvensi Muri (26 April 2000). Rekan sekerja penulis banyak yang tak percaya.

Saat ngobrol, ada yang nyeletuk, “Saya ikut ya? Biar saya yang bawain koper Hendry. Semua ongkos saya yang bayar, asal boleh ikut ke istana.” Wow... emang bisa begitu? Sekedar catatan, dari sekitar 450 rekoris yang tercatat di Muri, hanya 160 rekoris yang terpilih dan diundang ke Konvensi Muri pertama itu. Dan hanya rekoris yang masih balita yang boleh ditemani ortu.

So... mau bayar berapa pun, jika Anda bukan rekoris Muri, Anda tidak akan bisa ikut acara ini.

Pelajaran: Sekali lagi, uang bukanlah segala-galanya.


***********

18. Kesempatan Langka

Naik bis di Jakarta tanpa terjebak macet dan terhalang traffic light? Itu pengalaman tak terlupakan sebagai salah satu “hadiah” bagi rekoris. Rombongan kami dikawal 2 motor besar polisi yang membuka jalan menuju Istana Negara. Saat lampu merah atau di persimpangan jalan kami melaju terus tanpa hambatan. Dapat kesempatan langka ini karena kami jadi tamu orang nomor satu di Indonesia saat itu.

Sebagai rekoris, penulis pernah diwawancara dan tampil di RCTI, antv, TPI, Indonesiar, dan TV7 (sekarang Trans7). Berita tentang penulis pernah dimuat di Solo Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Galamedia, majalah SeRu!, majalah Gatra, dan tabloid Tokoh.

Penulis juga berkesempatan foto bersama Presiden Gus Dur, Dr. Jaya Suprana, Gesang (pencipta lagu Bengawan Solo), Kak Seto, Helmy Yahya, dan Novia Kolopaking. Juga bertemu dengan manusia serba ter, manusia dengan kemampuan unik dan langka, serta manusia dengan segudang prestasi.

Pelajaran: Ayo ukir prestasi, “hadiah” akan mengikuti.


***********

19. Teman Baru

Masih ada “bonus” lain dari ajang rekor yang penulis ikuti. Selain bertemu dengan public figure negeri ini (ada juga tak sempat foto bareng), penulis juga berkenalan dengan orang-orang dari industri kreatif (industri pertelevisian dan dunia jurnalistik). Dunia yang juga akrab dengan penulis.

Senang bisa kenal dan tukar pikiran tentang industri hiburan dengan Mas Maman Suherman (pemred majalah SeRu! yang kini di Avicom). Kenal dan ber-SMS-an dengan Lucia Saharui, reporter “Unik” RCTI yang kini karirnya makin gemilang setelah hijrah ke MetroTV (Sport Corner, Periskop, Headline News, dan Metro Malam). Juga Mbak Lestari, penyiar RRI Bandung yang mengasuh acara “Detak Pasundan”.

Dapat tanda tangan plus pesan dari Soedomo (mantan Pangkopkamtib), Ir. Ciputra (bos Jaya Group), dan tanda tangan serta alamat para rekoris yang membuat penulis geleng-geleng kepala atas prestasinya. Semua kenalan baru ini membuat wawasan penulis makin luas.

Pelajaran: Makin banyak teman, makin luas wawasan.


***********

20. Banyak Jalan

Pesta pernikahan adalah momen sekali seumur hidup. Maka segala upaya dikerahkan untuk membuat momen sekali seumur hidup itu menjadi kenangan tak terlupakan.

Yang sering jadi kendala adalah masalah budget/ keuangan. Kalau uang bukan kendala, Anda bisa minta bantuan EO (Event Organizer) buat pesta yang semeriah mungkin. Kalau uang minim? Di sinilah kreativitas berperan.

Ini yang kami lakukan (penulis & Linda, kini jadi istri penulis). Kerahkan segala kreativitas agar pesta pernikahan kami jadi momen tak terlupakan.

Singkat kata, hadirlah undangan pernikahan berbentuk unik (kubus) dengan 6 bahasa berbeda di ke-6 sisinya dan “Buku Mini Tanda Kasih” souvenir pernikahan kami. Unik? Jelas dong. Keduanya tercatat sebagai rekor Muri.

Kami yang orang biasa (bukan public figure), tapi berita pernikahan kami dimuat di koran dan beberapa kali kami diwawancara untuk acara TV. Diberitakan tanpa harus bayar se-sen pun! Sungguh kenangan yang tak terlupakan.

Pelajaran: Banyak jalan menuju Roma.


abcs