BroJol 005: Pengemudi Sedang Sakit Gigi?


 Sumber ilustrasi: Sakit Gigi

Pembeli adalah raja, dalam dunia ojol, pengguna jasa adalah raja. Kami sebagai penumpang tidak meminta sesuatu yang berlebihan. Sewajarnya saja...

Suatu kali, penulis mendapat driver yang sedang bermasalah. Ini sudah ditunjukkan dengan muka yang tak ramah dan tanpa salam saat penulis masuk dan duduk di kursi depan, samping sopir. 

Sebenarnya penulis kurang sreg kalau sepanjang perjalanan kami (penulis dan sopir) hanya diam. Penulis pancing dengan pertanyaan standar, dan jawabannya jutek. Ya sudahlah... sepanjang perjalanan akan sunyi, apalagi saat itu radio tidak dinyalakan.

Singkat cerita, sampailah di tujuan. Seperti biasa, sejutek apa pun driver, penulis selalu mengucapkan, "Terima kasih Pak..."

Apa jawabannya? Ia tetap diam tanpa ekspresi. Wow... 

Pelajaran: Jika sedang tak ingin mencari nafkah, mengapa Anda tidak tiduran saja di rumah??? 

Inilah Contoh Pentingnya Peran Editor

 Bau Mulut jadi Baut Mulut

Editor iklan mestinya pekerjaannya lebih ringan daripada editor buku. Soalnya teks dalam sebuah buku sangat banyak, sedangkan teks dalam iklan relatif lebih sedikit.

Tapi namanya juga manusia, mungkin sedang lelah, capek atau ngantuk, ada saja yang terlewat. Iklan sudah tampil di FaceBook, padahal ada kesalahan penulisan.

Sebagai orang yang terbiasa mengedit (editor amatiran sih...), saat lihat iklan ini langsung menemukan kesalahan dalam kalimat iklannya.

Penulis tidak meneliti iklan secara lengkap karena bahasa yang dipakai dalam iklan ini bahasa pergaulan/ bahasa gaul, bukan bahasa Indonesia yang baku (seperti kata "ga" dari kata "nggak" yang artinya tidak). Juga kata "napas" tapi ditulis "nafas".

Penulis hanya menyoroti kata "bau" yang tertulis "baut" (pasangan mur), padahal tulisan ini besar dan jelas terlihat. Bandingkan dengan tulisan di bawahnya "Ini solusi untuk..." yang jauh lebih kecil.

Bagi yang ingin lihat iklan utuhnya di FaceBook, bisa klik tautannya. Maaf, penulis bukan mau mengiklankan produk tersebut (penulis bukan bintang iklan, bukan penjual, apalagi pemilik produk tersebut). Hanya terpaksa mencantumkan sumber karena tanpa sumber yang bisa dicek kebenarannya, foto di atas bisa dituduh hasil edit Photoshop atau dibilang hoaks.

Tautan ke sumber iklan: Iklan di FB

BroJol 004: Mood Tak Baik, Istirahatlah...

 Sumber ilustrasi: Memaki

Semua orang punya masalah masing-masing, jadi bukan hanya Anda saja yang bermasalah. Itu yang harus Anda ingat. Hanya saja, ada yang cerita ke mana-mana, ada yang diam (seolah tak memiliki masalah), ada yang diam dan ditahan sendiri, ada yang "ngamuk" tanpa tau situasi.

Salah satu pengalaman kurang menyenangkan saat naik ojol adalah mendapatkan sopir yang uring-uringan. Dari awal naik, penulis sudah tau mood pengemudi ini sedang tidak baik. Saat penumpang naik, tidak ada sapaan. Ini artinya sepanjang perjalanan penulis akan diam saja. Hanya akan jawab jika pengemudi bertanya.

"Pak, lewat jalan mana?" tanya pengemudi ojol. Dalam kondisi seperti ini, penulis biasa menjawab, "Terserah Bapak saja, yang penting sampai tujuan."

Biarkan ia yang memilih jalur mana yang akan ia tempuh, toh aplikasi sudah menyajikan rute paling singkat dan memberi tanda garis merah jika jalur itu macet.

Saat itu mobil yang kami tumpangi terjebak macet. Driver menggerutu sendiri, menyalahkan keadaan. Suatu kali, saat ia ingin menyalip tapi pengendara lain tidak memberi kesempatan, driver itu memaki, "Cukima*..."

Astaga. Ia sendiri yang pilih jalan itu hingga kami terjebak macet. Lalu ia pula yang memaki dan mengucapkan kata kasar padahal di dalam mobil ada 2 anak kami yang ikut mendengar ucapannya.

Pelajaran: Anda punya masalah? Istirahatlah di rumah.

BroJol 003: Cuhat Sang Driver tentang Kesetiaan

Sumber foto ilustrasi: Makam

Sepanjang perjalanan menggunakan ojol mobil bersama istri dan kedua anak kami adalah perjalanan menyenangkan. Kesempatan baik bagi penulis untuk "mewawancarai" pengemudi dari mulai berangkat hingga sampai tujuan. Obrolan bisa tentang apa saja, tapi yang lebih sering tentu dunia ojol.

Suatu kali pengemudi curhat tentang keluarganya (saat itu penulis tanya tentang keluarganya). Dia cerita bahwa baru setahun ini ia ditinggal istri (meninggal). Ia sangat sayang pada istrinya.

Saat menyetir, ia menunjukkan bahwa ia masih memakai sandal yang biasa dipakai istrinya, dan pas ulang tahun istri, ia nyekar dan membawa kue ulang tahun ke makam istri.

Ada jutaan karakter manusia, dari ngobrol dengan sekian driver ojol saja, penulis menemukan banyak sekali karakter manusia (dari yang baik hingga buruk). Semua akan diceritakan satu persatu (seingat penulis saja) karena posting ini dibuat bukan sehari setelah naik ojol. Harap maklum saja jika ada yang terlupa/terlewat, memori penulis tidak begitu baik untuk mengingat banyak hal.

Menuliskan semua hasil wawancara adalah salah satu cara untuk terus mengingat hasil wawancara-wawancara tersebut.

Pelajaran: Kesetiaan tidak hanya lewat kata-kata dan saat orang yang kita cintai masih ada.

Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi

Tulisan Prof Agus Budiyono, alumni ITB & MIT (Massachusetts Institute of Technology, Amerika)



Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi


Saya dididik dan dibesarkan di sebuah lingkungan khusus di Amerika yang membuat saya tidak mudah gumunan. Di kelas saya setiap orang praktis adalah pelajar terbaik di negaranya. Di departmen saya ada pelajar terbaiknya Imperial College-London, juaranya Tokyo Tech, nomor satunya Seoul National University, dan sebagainya.  Rata-rata IQ di kisaran 150 dan bila orang asing, TOEFL di sekitar 648 (sekitar betul semua), dan pada ujian tertentu sebagian besar adalah pemegang patent di bidangnya. 

Laboratorium mereka pada zamannya mengembangkan teknologi yang merespon serangan Jepang di Pearl Harbor yang membantu memenangkan Amerika di Perang Dunia.  Rombongan yang datang sebelumnya adalah kelompok kunci yang menjawab tantangan Soviet yang meluncurkan Sputnik dan menempatkan manusia pertama di ruang angkasa. Selang beberapa tahun kemudian Amerika mampu mendaratkan manusia di bulan. 

Kelompok seangkatan saya adalah yang mampu melahirkan perusahaan sekelas Google dan Amazon. Yang menjadi motor utama industri di Route 95 (pantai timur) dan Silicon Valley (pantai barat). Capaian semua ini saya anggap wajar dan biasa saja, pas dan sesuai dengan arus, latar belakang dan milleu-nya.

Namun demikian dalam setting di tanah air, saya justru menemukan beberapa fenomena yang membuat saya kagum. Bisa gumun kali ini.  Bilamana pencapaian orang-orang MIT itu saya anggap luar biasa, maka apa yang saya kagumi di Indonesia justru bahkan lebih dari luar biasa. Different league. Different level.

Saya ingin mengkristalisasi rasa kagum dan hormat ini dengan tiga figur yang saya jadikan judul di atas.  Hanya kebetulan saja, sekali lagi, ketiganya sama-sama dari Jawa dengan latar belakang budaya dan filosofi yang saya pahami. Ketiganya orang-orang hebat yang menggunakan filosofi: "nglurug tanpa bala, sugih tanpa banda dan menang tanpa ngasorake."  Saya jauh mengagumi beliau-beliau ini dibandingkan apa yang saya lihat dan alami sendiri di almamater saya. Kenapa?

Orang-orang MIT itu hebat dan lingkungannya memahami mereka, dan oleh karena itu mereka bisa mengapresiasinya. Oleh karena itu wajar dan malah expected. Sementara itu ketiga figur yang saya kagumi berada di lingkungan dimana orang-orang yang justru dibantu dimakmurkan ekonominya, yang menggunakan kemudahan yang mereka ciptakan dan menikmati suasana kondusif (ipoleksosbud hankam) yang mereka perjuangkan, banyak yang tidak paham. Boro-boro menghormati. 

Namun demikian, ini yang saya kagum dan perlu banyak belajar, mereka semua tidak bergeming. Diremehkan juga tenang saja. Dicaci maki juga tidak gusar. Difitnah sana sini, juga tetap sabar. Pendeknya ketiganya mewakili, saya sebut dengan bangga dan haru, kualitas penduduk Nusantara yang unggul dan mumpuni. Kul dan kewreeen. Pantas untuk menjadi pemimpin dan memimpin bangsa sebesar Indonesia dengan semua kompleksitasnya.

Masing-masing berkontribusi pada bidang keahlian yang berbeda. Juga mempunyai jalur karir yang sama sekali beda. Namun ada kesamaan benang merah dari ketiganya. Kesamaan yang distinct and unmistakeable. Dalam pengamatan saya, ketiga figur adalah orang-orang yang lurus. Orang yang lempang hatinya. Figur yang hatinya tidak terbeli dengan kekuasaan dan kekayaan. 

Figur yang bisa menjadi panutan dan teladan dalam hiruk pikuk perubahan global yang serbacepat. Dunia berubah. Cina dan Amerika berubah. Eropa berubah. Di masa yang tidak terlalu jauh, Cina akan menjadi ekonomi nomor 1, menggeser Amerika yang turun jadi nomor 2. Cina tidak akan menjadi negara berpenduduk terbanyak, posisinya diganti India. Indonesia dalam konstelasi tersebut, diprediksi akan menjadi ekonomi nomor 5. Negara makmur, tidak ada penduduk yang berkategori miskin. Bangsa Indonesia perlu pegangan dalam lingkungan yang serba berubah cepat ini.

Saya merasa sosok Sutami, SMI, dan Jokowi adalah mercusuar di tengah ketidakpastian gelombang laut dalam langit yang kelam. Bisa diandalkan untuk menjadi pegangan dalam menentukan arah. Ketiga figur tersebut, nilai-nilai hidupnya selayaknya dicontoh, diteladani dan diambil pelajarannya untuk generasi sekarang dan utamanya generasi millenials, Y dan Z. 

Figur yang berprestasi tinggi, dengan pengakuan dunia, tapi tetap tawadu’ dan rendah hati. Figur yang tidak serakah, tidak tamak dengan kekuasaan, tidak menyodor-nyodorkan anak-anaknya, istri atau suaminya, saudara-saudaranya, untuk ikut memanfaatkan kemudahan-kemudahan, privilege atau keistimewaan dari jabatan atau pun bahkan pengaruh yang mereka punya.

Siapa orang Indonesia tidak kenal dengan Menteri Sutami, menteri termasyhur dalam sejarah NKRI? Sutami, berkat reputasinya, adalah satu-satunya menteri era Soekarno yang tetap dipilih oleh Soeharto di kabinetnya. Hidupnya lurus lempang tidak ada cacat. 

Empat belas (14) tahun menjadi menteri tapi tidak mempunyai rumah sendiri. Pernah listriknya diputus karena terjadi tunggakan. Pak Jokowi juga menjadi presiden pertama RI yang mendapatkan recognisi dan strong opinion tentang komitmennya menciptakan pemerintahan yang bersih. Hal ini karena beliau benar-benar walk the talk. Bukan lamis-lamis lambe. Bukan NATO. Menerapkan dalam kesehariannya. PM Mahathir menyebutnya secara khusus standar Jokowi “reaching the unprecendented level” dalam sejarah Indonesia. 

Penting ini karena datang dari tetangga sebelah yang tahu rumah tangga kita. Pemimpin bisnis terdepan Cina, Jack Ma, juga memberikan pujian kepada Jokowi tentang resilience-nya dalam menghadapi badai fitnah. Begitu juga dengan pemimpin-pemimpin dari Korea yang langsung saya dengar sendiri. Mereka semua all in kepercayaannya kepada Jokowi. 

Mereka mengatakan bila Indonesia bisa dijaga untuk tetap bisa memunculkan pemimpin seperti Jokowi maka memang sudah keniscayaan Indonesia akan menjadi salah satu dari 4 adidaya dunia. Beberapa pemimpin Korea, saya tahu persis karena langsung membantu, sudah menaruh uangnya di pasar investasi Indonesia. Orang Korea, bahkan dalam level pemimpin, saja percaya. Masak kita yang asli orang Indonesia tidak?

Saya tidak heran, bila selama perjalanan bisnis terakhir saya ke Seoul selama lima hari bertemu dengan pimpinan 16 perusahaan besar Korea. Mereka semua, semuanya, bertanya dan ingin memastikan pemerintah sekarang berlanjut ke periode berikutnya. 

Saya mengatakan dan mengafirmasi dari big data saya, jawabannya YA. Saya mahfum dari pengamatan saya mengajar dan mendirikan bisnis di sana selama 8 tahun, bahwa pemerintah yang bisa menciptakan iklim bisnis yang certain, yang pasti, sangat diharapkan untuk keberlanjutan bisnis dan investasi jangka panjang. 

Prinsip ini sebenarnya yang menjadi sokoguru Keajaiban Ekonomi Korea (The Mirable of Han River). Dunia bisnis tidak menyukai kecenderungan kepada hal yang serba tidak pasti. Yang abu-abu dan tidak jelas juntrung-nya. Yang perlu maneuver pat pat gulipat. Pong pong garengpong. Ini semua dibersihkan ketika figur seperti Jokowi dan Sri Mulyani menjadi pimpinan. Tujuannya adalah menciptakan iklim bisnis dan investasi yang mempunyai kepastian. Yang sehat dan saling memakmurkan dalam semangat kolaborasi dan bahu-membahu antar komponen bangsa bahkan antarbangsa.

Kemarin saya menghadiri dan mengikuti dengan seksama paparan Kepala Bappenas, Professor Bambang S. Brodjonegoro, di Fairmont Jakarta, berisi “Sosialisasi Visi Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur. Banyak faktor disebut sebagai prerequisite agar Visi Indonesia 2045 bisa terwujud. Bagi saya yang paling penting adalah SDM yang perlu disiapkan untuk menjadi pemimpin Indonesia. Haruslah sosok-sosok yang tidak hanya cerdas, tapi juga bermoral dan berakhlak yang baik. Yang bisa amanah bila diberi mandat dan kepercayaan.

Figur seperti Sutami, Sri Mulyani Indrawati, dan Jokowi.

P.S.
Mohon bantu di-share dan disebarluaskan ke berbagai kalangan terutama generasi penerus. Kita bersama saling mengingatkan dalam kebaikan. Menjaga agar suasana Indonesia sehat dan kondusif. Akan baik bila ajakan ini bisa dibaca jutaan orang Indonesia demi pendidikan karakter bangsa.

Diedit oleh: Hendry Filcozwei Jan

Sumber: Grup WA
Sumber foto: Daulat Desa

BroJol 002: Keunggulan Ojol Dibanding Ojek Konvensional

Sumber foto: Taksi vs Ojol

Ojol menjadi pilihan masyarakat (dibanding transportasi kenvensional: ojek pangkalan/opang dan taksi), tentu karena banyak keunggulannya. Alasan pertama, kemungkinan karena harga yang lebih murah.

Dari rumah penulis ke sekolah anak, tarif Rp 3.000 (motor). Dari rumah penulis ke mal terdekat Rp 3.000 (tarif promo dan bukan dengan pembayaran tunai). Bayangkan saja...
Mana ada ojek pangkalan yang pasang tarif segitu. Dari rumah penulis ke depan (gerbang kompleks perumahan saja) dengan opang paling nggak ceban (sepuluh ribu rupiah). Dulu... tarif mobil (taksi), buka pintu taksi saja argo-nya sudah ceban.

Jadi, dengan pilihan tarif seperti ini, mana mungkin konsumen pilih yang lebih mahal plus faktor lain. 

Motor jelas ojol lebih baru dan terawat. Kalau pakai opang, penumpang harus jalan kaki ke pangkalan ojek. Pakai ojol, cukup pesan via aplikasi, penumpang dijemput sampai di rumah.

Mobil? Naik ojol, tarifnya flat. Naik taksi, jantung bisa berdebar kencang saat terjebak macet, argonya jalan terus. Cukupkah uangku untuk bayar taksi??? Belum lagi kalau sopir taksi nakal yang muter-muter agar jarak tempuh lebih jauh dan tentu saja tarifnya jadi lebih mahal. Di dunia taksi, Anda tentu pernah dengar istilah argo kuda. Ojol? Mau putar-putar ke mana, mau berapa lama terjebak macet, tarifnya flat.

So...???

Pelajaran: Kalau ada yang lebih murah dan bagus, buat apa bayar lebih mahal???

BroJol 001: Tak Bisa Melawan Arus

Sumber gambar: Ojol vs Opang

Penulis adalah salah satu pengguna setia Ojol (Ojel Online), tapi di tiap posting dengan label "Obrol Ojol" akan diawali dengan tulisan BroJol dan angka (yang menandakan tulisan kesekian).

Keberadaan ojol seiring perkembangan teknologi informasi tak bisa dibendung. Mau tidak mau, suka tidak suka, yang bisa dilakukan hanyalah ikut (gabung ke Ojol) atau mati (jika tetap dengan cara konvensional alias opang = ojek pangkalan). Atau beralih profesi, itu pilihan lainnya.

Setiap naik ojol (penulis lebih sering naik ojol mobil), hampir pasti penulis akan mengajak sopir (driver)-nya ngobrol seputar ojol. Biasanaya, sepanjang perjalanan biasanya penulis "mewawancarai" sang sopir, yang akhirnya dijadikan serial tulisan di blog ini.

Pasti ngobrol? Nggak juga, tergantung mood pengemudi ojol. Kalau saat penulis berserta anak dan istri naik, sopir sudah mulai ngomel, jalanan macet, susah cari alamat, dan "curhat" lain, penulis biasanya diam sepanjang perjalanan. Bahkan indikasi diam seribu bahasa ini bisa dimulai saat chat via aplikasi saat order kami masuk ke smartphone pengemudi. Ada yang minta kami yang cancel dengan berbagai alasan yang "tidak masuk akal" (sudah lumrah penulis baca di media online), maka "perang dingin" akan berlangsung sepanjang perjalanan jika memang akhirnya driver itu yang mengantar kami.

Balik ke judul posting "Tak Bisa Melawan Arus". Dalam perjalanan (tentu dengan sopir yang ramah), penulis menanyakan bagaimana kabar perseteruan ojek online vs ojek konvensional (opang, taksi, dan "taksi gelap" di stasiun kereta api). Saat itu, ojol dan ojek konvensional masih "perang" dan sering ada aksi sweeping opang ke ojol. Ojol masih "malu-malu" pakai jaket atau helm dengan logo perusahaan ojol. "Yah... begitulah Pak. Kadang ada sweeping, kadang mereda. Semoga ke depannya tidak ada sweeping lagi agar kami dapat mencari nafkah dengan tenang," kata pengemudi ojol.

Di kesempatan lain, obrolan ini berlanjut (suasana sudah mereda, sudah jarang terdengar ada sweeping).. "Harusnya mereka gabung ke ojol. Dunia terus berkembang, kita harus ikut jika tak ingin mati," kata penulis.

"Iya Pak. Sekarang perusahaan taksi juga sudah ada yang gabung ke ojol," kata pengemudi ojol.

"Nah... itu memang pilihan yang bijak. Kalau tidak, perlahan tapi pasti transportasi konvensional (opang, taksi, apalagi "taksi gelap") akan mati," kata penulis.

Pelajaran: Kalau tak mampu berkompetisi, mengapa kita tidak bersinergi saja?

Keuntungan Para Perokok

Mata Anda mungkin akan melotot membaca judul tulisan ini. Apa benar ada keuntungan untuk para perokok? Bukannya rokok mengakibatkan banyak kerugian? Iya, merokok memang merugikan kesehatan dan banyak akibat buruk lainnya. Keuntungan ini hanya guyonan teman penulis (zaman kuliah dulu).

Penulis tidak ingat semua guyonan ini, yang teringat sampai sekarang ada 2 keuntungan bagi perokok, yakni:
  1. Awet muda. Kok bisa awet muda? "Iya-lah, orang perokok kemungkinan mati muda. Saat Anda mengenang dia (almarhum teman Anda yang perokok), meski usia Anda sudah tua, yang terbayang adalah wajah teman Anda yang masih muda. Hahaha..." tawa teman penulis. Huh... kirain bener-bener bisa awet muda.
  2. Rumahnya jarang kemalingan. Apa korelasinya merokok dengan kemalingan? "Perokok sering batuk-batuk. Nah ... kalau ada pencuri yang sudah masuk ke rumah lewat plafon, pencuri menunggu suasana hening, yang artinya pemilik rumah sudah tertidur pulas. Perokok sering batuk-batuk, dan pencuri mengira pemilik belum tidur. Batuk-batuk terus, akhirnya malingnya nggak sabar menunggu, pencuri pun pergi dan cari sasaran rumah lain."



Catatan
Pada posting dengan label "Sebatang Rokok", penulis akan menceritakan banyaknya efek negatif rokok bagi kesehatan dan lingkungan. Penulis yakin, banyak orang yang tidak sepakat dan akan memberikan aneka bantahan. Itu sah-sah saja, semua orang bebas berpendapat.

Silakan saja merokok, asalkan jangan bagi racun (baca: asap-nya) kepada orang di sekitar Anda. Anda bebas merokok (Anda yang beli dan risiko Anda yang tanggung sendiri), ya itu tadi, asal jangan bagi racun ke lingkungan di sekitar Anda.
abcs