Tampilkan postingan dengan label Tentang Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tentang Korupsi. Tampilkan semua postingan

Daftar Menteri Jokowi yang Jadi Tersangka KPK

Daurina Lestari

Min, 6 Desember 2020 11.22 AM WIB·Bacaan 3 menit

VIVA – Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan main-main dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Tidak terkecuali terhadap jajaran menterinya.

Selama dua periode Jokowi menjabat sebagai Presiden, sejak 2014 tercatat sudah empat menterinya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pemerintah tidak pernah main-main dengan upaya pemberantasan korupsi," kata Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR, Jumat, 14 Agustus 2020.

Teranyar, KPK menetapkan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara sebagai tersangka. Tak tanggung-tanggung, dugaan korupsinya berkaitan dengan dana bantuan sosial pandemi COVID-19.

Juliari ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi hanya sepekan setelah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, dijadikan tersangka terkait kasus korupsi ekspor benih lobster.

Keduanya menambah daftar jajaran menteri yang ditangkap oleh lembaga antirasuah tersebut selama era Jokowi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.

Berikut ini daftar menteri Jokowi yang ditangkap KPK:


Sumber foto: Idrus Marham


Idrus Marham

Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, KPK menetapkan mantan Menteri Sosial, Idrus Marham sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Idrus, yang dulu juga pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Golkar, terbukti menerima suap Rp2,25 miliar dari salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Idrus Marham dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).


Sumber foto: Imam Nahrawi


Imam Nahrawi

Masih pada periode pertama pemerintahan Jokowi, KPK menangkap mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam kasus penyaluran hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Politikus PKB itu sudah divonis tujuh tahun penjara akibat terbukti menerima suap dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.

Atas perbuatannya, Imam Nahrawi dijerat degan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 12b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.


Sumber foto: Edhy Prabowo


Edhy Prabowo

Pada masa periode kedua pemerintahan Jokowi, 26 November 2020, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.

Dalam kasus ini, politikus Parta Gerindra itu bersama enam orang lainnya dijerat sebagai tersangka lantaran diduga menerima uang sekitar Rp3,4 miliar dari PT Aero Citra Kargo (ACK).

Edhy dijerat dengan pasal sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sumber foto: Juliari Batubara


Juliari Peter Batubara

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi tersangka pada 6 Desember 2020. Ia menjadi salah satu dari lima tersangka kasus program bantuan sosial (bansos) penanganan COVID-19 untuk Jabodetabek 2020.

Uang sebesar Rp14,5 miliar disita KPK dalam operasi tangkap tangan pejabat Kementerian Sosial, yang saat itu tidak dihadiri Juliari. Uang itu merupakan hadiah terkait bantuan sosial COVID-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kemudian, Juliari menyerahkan diri ke KPK sekitar pukul 02.50 WIB, Minggu dini hari 6 Desember 2020 ke gedung komisi antirasuah tersebut. Juliari diduga sebagai penerima bersama MJS dan AW. Sementara itu, pemberi adalah AIM dan HS. 

 

Sumber: Berita Yahoo

 

Baca juga: 

  1. Kini Tersangka KPK, Dulu Juliari Batubara Bicara Mental Bobrok Tetap Korup (detik)
  2.  
  3.  

KPK Tetapkan Ketum PPP Romahurmuziy Tersangka


 Romahurmuziy, Ketum PPP

JAKARTA, KOMPAS.com —  Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam seleksi jabatan di Kementerian Agama.

Pengumuman penetapan tersangka tersebut disampaikan pimpinan KPK Laode M.  Syarif didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam jumpa pers di KPK, Sabtu (16/3/2019).

Menurut Laode, Romahurmuziy selaku anggota DPR diduga sebagai penerima suap dari HRS, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, dan MFQ, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik.

Romy, sapaan akrab Romahurmuziy, ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani rangkaian pemeriksaan setelah tertangkap tangan tim KPK, Jumat  (15/3/2019).

Romy terjaring operasi tangkap tangan bersama lima orang lain.

Mereka adalah HRS, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur;  MFQ, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik; ANY, asisten RMY; AHB, calon anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP; dan S, sopir MFQ dan AHB.

Dalam OTT, KPK mengamankan uang tunai Rp 156.758.000.

Sumber: Kompas


 

Wanita yang Ngamar Bareng Napi Koruptor Wawan di Hotel Ternyata Artis

Catatan hitam tentang korupsi di Indonesia

Reza Gunadha
 
Kamis, 06 Desember 2018 | 14:55 WIB
 



Adik Gubernur Banten nonaktif, Atut Chosiyah Chasan, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, terpidana kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Banten, di Rutan KPK, Jakarta, Selasa (17/3).
"Teman wanita TCW yang bukan istrinya, rincinya akan diungkap pada persidangan, jelasnya.

Suara.com - Bekas Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen didakwa menerima suap dari narapidana korupsi Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan sejumlah Rp 63,39 juta, karena memberikan kemudahan izin keluar lapas.

Dalam persidangan perdana kasus itu di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (5/12/2018), Jaksa Penuntut Umum KPK Trimulyono Hendradi membacakan surat dakwaan yang juga menyebut Wawan menyuap Wahid Husen demi menginap di hotel bersama teman wanitanya.

Selang sehari, Kamis (6/12), Jaksa KPK M Takdir mengungkapkan Wawan menyuap Wahid Husen agar bisa keluar Lapas Sukamiskin, yang salah satunya untuk tidur di salah satu hotel Kota Bandung. Dia diduga menyewa kamar hotel bersama teman wanita diduga artis.

"Ya teman wanitanya itu diduga artis," kata M Takdir. Namun, Takdir tak mau menyebutkan nama maupun inisial artis tersebut.

Ia menuturkan, semua bukti tersebut akan diungkap dalam persidangan nanti.

"Semua yang termuat dalam surat dakwaan, termasuk teman wanita TCW yang bukan istrinya, rincinya akan diungkap pada persidangan,” jelasnya.

Dalam surat dakwaan JPU KPK pada persidangan Rabu kemarin, disebutkan Wawan yang merupakan adik dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah adalah narapidana yang menjalani hukuman di lapas Sukamiskin sejak 2015 atas beberapa tindak pidana korupsi.

"Pada Maret-Juli 2018, terdakwa Wahid Husen memberikan 'kemudahan' izin keluar lapas untuk Wawan antara lain pada 5 Juli 2018 dalam bentuk ILB," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Trimulyono Hendradi.

"Alasannya mengunjungi ibunya yang sedang sakit di Serang, Banten. Padahal terdakwa mengetahui bahwa izin keluar dari Lapas tersebut sengaja disalahgunakan oleh Wawan untuk pergi menginap di Hotel Hilton Bandung selama 2 hari," tambah jaksa Trimulyono.

Wawan memiliki asisten pribadi yaitu Ari Arifin yang pernah dipenjara. Namun, setelah keluar, ia tetap bertugas membantu segala kebutuhan Wawan seperti mengurusi makanan, berkoordinasi dengan pihak-pihak luar yang ingin bertemu dengan Wawan, hingga mengurus izin keluar dari Lapas seperti izin berobat dan Izin Luar Biasa (ILB) kepada Wahid.

Selain itu, Wahid juga memberikan kemudahan izin berobat ke rumah sakit pada 16 Juli 2018 dengan alasan berobat ke RS Rosela, Karawang. Padahal Wahid mengetahui izin tersebut disalahgunakan untuk menginap di luar lapas.

"Yakni dengan cara mobil ambulans dibawa staf keperawatan lapas Sukamiskin Ficky Fikri tidak menuju RS Rosela, tapi hanya sampai parkiran RS Hermina Arcamanik, Bandung. Lalu Wawan pindah ke mobil Toyota Innova yang dikendarai Arifin menuju rumah milik kakaknya Ratut Atut di Jalan Suralaya IV Bandung," ungkap jaksa.

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan kembali menuju hotel Grand Mercure Bandung dan Wawan menginap di hotel tersebut bersama teman wanitanya.

Atas berbagai kemudahan izin itu, Wawan lalu memberikan uang kepada Wahid yang sebagian besar diterima melaui Hendry Saputra antara lain pada 25 April 2018 (Rp 1 juta) untuk membayar makanan di Restoran Al Jazeerah; pada 26 April 2018 (Rp 1 juta) untuk membayar makanan Kambing Kairo; pada 30 April 2018 (Rp 730 ribu) untuk membayar makanan satai Haris.

Selanjutnya pada 7 Mei 2018 (Rp 1,5 juta) untuk membayar karangan bunga yang dipesan Wahid; pada 9 Mei 2018 (Rp 20 juta), pada 28 Mei 2018 (Rp 4,7 juta) untuk membayar makanan di Resto Al Jazeerah; pada 4 Juni 2018 (Rp 1 juta) untuk membayar makanan di Restoran Abuba dan sebesar Rp 2 juta untuk membeli parsel.

Kemudian pada 11 Juni 2018 (Rp 2 juta) untuk biaya perjalanan dinas Wahid ke Jakarta; pada 21 Juni 2018 (Rp 10 juta) untuk biaya perjalanan dinas Wahid ke Cirebon dan pada sekitar akhir Juni 2018 (Rp 20 juta).

Selain mendapat hadiah dari Wawan, Wahid Husen juga mendapatkan 1 unit mobil Mitsubishi Triton jenis Double Cabin senilai Rp427 juta, sepasang sepatu bot, sepasang sandal merek Kenzo, 1 buah tas merk Louis Vuitton, dan uang berjumlah Rp 39,5 juta dari narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah.

Selain itu, Wahid Husen juga menerima suap dari Fuad Amin Imron seluruhnya Rp 71 juta dan fasilitas peminjaman mobil Toyota Innova serta dibayari menginap di hotel Ciputra Surabaya selama 2 malam.

Atas perbuatannya, Wahid didakwa Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.



Sumber: Suara.com

Catatan: 
Semua masih dalam proses di pengadilan, jadi catatan ini masih diduga. Dari berita di atas, Wawan diduga melanggar hukum negara dan juga hukum agama:

- korupsi uang negara,
- menyuap,
- menginap dengan wanita yang bukan istrinya.

Bilik Asmara Fahmi di Lapas Sukamiskin Disewakan Bertarif Rp 650 Ribu

Catatan hitam tentang korupsi di Indonesia

5 December 2018 12:48 WIB



Fahmi Darmawansyah diperiksa sebagai saksi perkara dugaan suap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen di Gedung KPK, Selasa (25/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)

Fahmi Darmawansyah menjadi salah satu koruptor yang turut menyuap Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Wahid Husen. Terpidana kasus korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) itu menyuap Wahid berupa uang hingga mobil agar diberikan fasilitas istimewa, termasuk soal kebutuhan biologis. 

Wahid membiarkan Fahmi membangun 'bilik asmara' dalam ruangan seluas 2x3 meter di areal lapas. Tak hanya untuk keperluannya sendiri, Fahmi juga mematok tarif kepada narapidana lainnya jika ingin menggunakan bilik tersebut.

Sehingga, meski berstatus tahanan, suami aktris Inneke Koesherawaty itu tetap memiliki pendapatan dari bisnis yang ia kelola bersama seorang narapidana kasus pembunuhan yang menjadi asisten pribadinya, Andri Rahmat. "Dilengkapi dengan tempat tidur untuk keperluan melakukan hubungan badan suami-istri, baik itu dipergunakan Fahmi Darmawansyah saat dikunjungi istrinya, maupun disewakan Fahmi Darmawansyah kepada warga binaan lain dengan tarif Rp 650 ribu," ujar anggota penuntut umum KPK Muhammad Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan Wahid Husen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Selasa (5/12).  

Sebagai imbalannya, Fahmi memberikan hadiah berupa mobil jenis Double Cabin 4x4 merek Mitsubishi Triton berwarna hitam kepada Wahid. Kesepakatan itu didapat setelah Andri Rahmat berbicara dengan Wahid di ruang kerja kalapas, April 2018. Adapun pilihan jenis mobil itu memang didasari oleh keinginan Wahid sendiri.


Inneke Koesherawati dalam sidang vonis Bakamla (Foto: Hafidz Mubarak/kumparan)

"Saat itu Andri sedang memijat terdakwa (Wahid) yang sedang browsing internet melihat mobil jenis Double Cabin 4x4, lalu Andri menawarkan apabila menginginkan jenis mobil itu, maka Andri akan menyampaikannya ke Fahmi," tutur jaksa Takdir.  

"Esok harinya, Andri menyampaikan hal ini kepada Fahmi yang kemudian memutuskan untuk membelikan produk terbaru mobil jenis Double Cabin 4x4 merek Mitsubishi Triton," sambung jaksa Takdir.


Adik Inneke Koesherawati, Ike Rahmawati usai menjalani pemeriksaan di KPK, Rabu (8/8/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)

Dalam transaksi suap ini, Fahmi melibatkan Inneke untuk mencarikan mobil jenis itu di dealer. Inneke lalu meminta bantuan adik iparnya, Deni Marchtin, untuk mencari mobil tersebut di pameran JIExpo, Jakarta. Deni memesan mobil itu dengan harga on the road (OTR) sebesar Rp 427 juta. 

Pemesanan mobil sempat dibatalkan lantaran hanya bisa dibeli secara inden, sehingga harus menunggu dalam kurun sebulan. Wahid yang merasa keberatan akan hal itu, meminta Andri untuk mencari dealer lain di kawasan Bekasi.  

Pada 19 Juli 2018, Double Cabin incaran Wahid akhirnya didapat dan diantar ke rumah Wahid di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sekitar pukul 22.00 WIB. Mobil itu dibawa langsung oleh adik ipar Fahmi, Ike Rachmawaty, dan diserahkan langsung ke Wahid.


Tersangka kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/7). (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Suap untuk Wahid diberikan agar Fahmi mendapat fasilitas mewah di dalam sel. Kamar sel Fahmi dilengkapi dengan televisi--beserta jaringan TV kabel, pendingin ruangan (AC), tempat tidur spring bed, hingga dekorasi interior high pressure laminated (HPL). Fahmi juga diizinkan menggunakan telepon genggam selama di dalam lapas.

Wahid bahkan mempercayakan Fahmi dan Andri untuk mengelola kebutuhan narapidana, seperti membuka jasa renovasi sel hingga pembuatan saung. Selain bilik asmara, Fahmi juga memiliki kebun herbal di areal lapas. 

"Selain itu, Fahmi juga mendapatkan kemudahan untuk berizin obat ke luar lapas," ungkap jaksa Takdir.  

Fahmi Darmawansyah merupakan terpidana kasus suap pengadaan satellite monitoring dan drone untuk Badan Keamanan Laut. Suap diberikan agar perusahaan Fahmi, PT Melati Technofo Indonesia (MTI) dan PT Merial Esa, menjadi pemenang dalam tender proyek itu. Hakim pun memvonisnya dengan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara

Sumber: Kumparan

KPK Tetapkan Ketua DPD Irman Gusman Sebagai Tersangka

Beberapa fakta mengejutkan Irman Gusman, Ketua DPD RI:

Status di Twitter Irman Gusman: Kamis 15 September 2016. 
"Bertindaklah dengan niat muliamu itu. Sekecil apapun tindakan kita akan sangat berarti dibandingkan hanya diam dan menunggu.#HappyFriday." Irman Gusman @IrmanGusman_IG (ketua DPD = Dewan Perwakilan Daerah). 

Jumat dini hari (16 September 2016) Irman Gusman termasuk salah satu yang terjaring dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan KPK.
Jumlah harta kekayaan Irman yang dilaporkan ke KPK saat menjadi Ketua DPD RI untuk yang kedua kalinya pada 3 Desember 2014 sebesar Rp 31.905.399.714 dan 40.995 dolar AS.

Saat OTT, uang yang diduga sebagai uang suap dari pasangan suami istri (pengusaha) XSS dan MMI yang berhasil disita hanya Rp 100.000.000!

Irman Gusman pernah menerima Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 yang diberikan langsung oleh Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono kepada Irman pada 13 Agustus 2010.



TEMPO.COJakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman sebagai tersangka atas dugaan suap terkait dengan pengurusan kuota gula impor. "Pemberian kepada IG terkait dengan kepengurusan kuota gula impor," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Sabtu, 17 September 2016.

Selain Irman, KPK menetapkan dua orang yang diduga sebagai pemberi suap menjadi tersangka. Dua orang itu adalah XSS, Direktur Utama CV SW, dan istrinya yang berinisial MMI. Dalam operasi tangkap tangan, KPK juga menahan WS, yang merupakan adik XSS. KPK juga menyita uang Rp 100 juta sebagai barang bukti.
Menurut Agus, penangkapan tersebut bermula saat XXS, MMI, dan WS mendatangi rumah Irman pada Jumat, 17 September 2016, sekitar pukul 22.15 WIB. Pada Sabtu dinihari pukul 00.30, ketiganya ke luar rumah. Saat itulah tim KPK mendekati ketiganya yang sedang berada di dekat mobil yang terparkir di halaman rumah Irman.

Tim penyidik KPK lantas meminta ketiganya masuk kembali ke rumah Irman. Saat berada di dalam rumah, tim meminta Irman membuka bungkusan berisi Rp 100 juta dengan lembaran Rp 100 ribu. Setelah itu, tim pun membawa keempatnya ke gedung KPK sekitar pukul 01.00 WIB. AMIRULLAH

Sumber: Tempo

Tak Ada Rotan, Akar pun Berguna

Gagal Pimpin DKI, Ahmad Dhani Coba Keuntungan di Bekasi

Merdeka.com - Musisi Ahmad Dhani kini tengah santer bakal maju dalam Pilkada Bekasi, Jawa Barat. Namanya bahkan telah diusung Partai Demokrat. Tingginya popularitas Dhani menjadi alasan utama dirinya dicalonkan.

Sebelum memeriahkan pemilihan kepala daerah Bekasi, Dhani juga pernah cawe-cawe ingin menempati posisi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Basuki T Purnama alias Ahok. Usaha itu gagal total. Dia malah beralih menjadi sosok keras menentang kebijakan Ahok.

Dia bahkan mengaku tidak menyukai sosok Ahok sejak dua tahun silam. "Saya tidak suka Ahok itu tahun 2014 bulan Mei. Waktu itu dia masih wakil gubernur, saya orang pertama yang tidak suka sama dia," kata Dhani dalam wawancara khusus kepada merdeka.com, sekitar Juni 2016 lalu.


Gagalnya Ahmad Dhani buat maju memimpin DKI Jakarta lantaran kurangnya dukungan. Hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berminat untuk mengusungnya. Itu pun pentolan grup musik Dewa 19 tersebut harus bersaing dengan beberapa bakal calon lainnya.

Kini nasib Dhani berkata lain. Gagal menjegal Ahok maju dalam Pilgub DKI, Dhani justru diusung sebagai calon wakil bupati di Bekasi. Partai pengusungnya bukan sembarangan.

"DPD Partai Demokrat sudah setuju dengan hal itu, hanya tinggal disampaikan ke DPP," kata Ketua Tim Pemenangan DPC Partai Demokrat Kabupaten Bekasi, Mustakim, Selasa (6/9) kemarin.


Rencananya Ahmad Dhani bakal diduetkan dengan Sadudin, calon Bupati Bekasi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Duet ini diharapkan mampu menembus kursi pimpinan dalam Pilkada Bekasi nanti.

Menurut Mustakim, DPC Partai Demokrat sudah melakukan pertemuan dengan PKS, serta Ahmad Dhani beberapa waktu lalu di Kabupaten Bekasi. Dalam pertemuan itu, Ahmad Dhani membulatkan diri menjadi kader Partai Demokrat.


Ketua DPD PKS Kabupaten Bekasi, M Nuh, membenarkan rencana 'perkawinan' pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Sadudin-Ahmad Dhani. Menurut dia, pasangan tersebut sudah dicantumkan dalam proposal untuk diajukan ke DPP masing-masing.

"Baik PKS maupun Demokrat sedang menyampaikan pasangan ini ke DPP masing-masing. Walaupun ini baru proposal. Bisa saja DPP punya opsi lain," terang M Nuh.

Sumber: Merdeka

Razia Narkoba, Petugas Temukan Kamar Mewah di Lapas Bojonegoro


Seorang petugas tengah memeriksa ruang tahanan yang mewah (Dedi Mahdi/Okezone)

BOJONEGORO - Petugas gabungan dari satuan narkoba Polres Bojonegoro bersama aparat TNI dari Kodim 0813 dan Satpol PP Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro kembali melakukan razia narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 2 Bojonegoro di Jalan Diponegoro Kota Bojonegoro, Jawa Timur, pada Selasa (19/04/2016).

Saat menggeladah ruang tahanan, petugas menemukan ruangan mewah layaknya kamar hotel, lengkap dengan perabotan rumah tangga di dalamnya, seperti lemari kasur dan sejumlah perabotan lainnya.

Kamar yang berada di kompleks Blok D ini dihuni oleh Mukhtar Setyohadi, mantan pimpinan DPRD Kabupaten Bojonegoro yang terjerat kasus korupsi perjalanan dinas senilai Rp13,2 milyar pada 2007.

Selain itu, kamar hanya ditempati oleh tiga orang saja. Berbeda dengan ruang narapidana (napi) lainnya yang bisa ditempati enam belas orang napi.

Sementara itu, Kepala Lapas Kelas 2-A Bojonegoro, Basir Ramlan membantah jika pihaknya memberi fasilitas mewah terhadap salah satu napi. Menurutnya, membangun serta membawa perabotan di dalam kamar merupakan hak napi, asalkan sudah minta izin pihak lapas.

“Pak Mukhtar sebelumnya minta izin, karena di sini dia masih lama,” ujarnya.

Sebelumnya, petugas sudah tiga kali melakukan razia narkoba di Lapas Bojonegoro dalam kurun waktu satu bulan terahir. Bahkan pada razia yang kedua, petugas menemukan 13 napi yang positif menggunakan narkoba setelah dilakukan tes urine.

“Untuk napi yang positif narkoba, langsung kita pindah di lapas narkoba di Madiun,” tandas Basir. (fzy)

Sumber: News Okezone


Catatan:
Mungkin ini salah satu penyebab korupsi susah diberantas dari negeri tercinta ini. Lembaga pemasyarakatan atau biasa disebut penjara mirip tempat kost atau dalam berita malah disebut seperti kamar hotel.

Pertama karena koruptor tidak dimiskinkan, masih banyak uang untuk bisa mempengaruhi pemegang kebijakan. Ditambah pemegang kebijakan yang serakah (mudah tergoda) oleh uang yang ditawarkan.

Kedua, ternyata boleh membawa perabotan dari rumah adalah hak napi, asal sudah minta izin pada pihak lapas. Ini yang disebut hak asasi? Padahal, mana bisa menyamakan hak asasi manusia bebas dan napi.  Bebas mau jalan ke mana sesuka hati juga hak asasi manusia, dan kadang napi tertentu juga dapat fasilitas seperti ini (Gayus Tambunan bahkan bisa terbang ke Bali dan nonton pertandingan tenis).

Manusia bebas saja (bukan napi), hak asasi-nya dibatasi hak asasi orang lain. Anda bebas mendengarkan musik (tape recorder milik Anda, listrik Anda yang bayar, setel musik di rumah Anda), tapi ketika suaranya kencang dan mengganggu tetangga (hak asasi tetangga untuk hidup tenang) menjadi batasan hak asasi Anda. Ketika Anda menjadi napi, hak asasi Anda sudah dibatasi (tidak bisa sebebas orang biasa yang bukan napi).

Kalau sekedar minta izin, lalu perabotan adalah milik sendiri, ini mirip pindah rumah atau tempat kost atau hotel. Anda bayar murah, kamarnya sempit dengan banyak penghuni. Anda bayar mahal, tempatnya nyaman dan tidak banyak penghuni (jadi ingat Artalyta Suryani alias Ayin yang punya salon di dalam lapas, TV plasma, boks bayi, sofa, dan fasilitas lainnya).

Ketiga, hukuman untuk koruptor masih terlalu ringan dan tidak membuat efek jera bagi orang lain yang masih jadi manusia bebas. 

Bagi mereka yang tergoda, nama baik mungkin tidak begitu penting. Status napi (nantinya mantan napi) dan dipenjara sekian tahun tidak masalah, yang penting, saat keluar nanti jadi orang kaya raya. Bisa jadi orang kaya dengan uang yang luar biasa banyak (kalau dikumpulkan dengan cara halal, kayaknya sampai ajal menjemput pun sudah didapatkan). Selama masih dipenjara, uang bisa digunakan untuk meminta fasilitas yang diinginkan. Bukankah kondisi seperti ini sangat menggiurkan bagi orang yang lemah iman???

abcs