Bilik Asmara Fahmi di Lapas Sukamiskin Disewakan Bertarif Rp 650 Ribu

Catatan hitam tentang korupsi di Indonesia

5 December 2018 12:48 WIB



Fahmi Darmawansyah diperiksa sebagai saksi perkara dugaan suap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen di Gedung KPK, Selasa (25/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)

Fahmi Darmawansyah menjadi salah satu koruptor yang turut menyuap Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Wahid Husen. Terpidana kasus korupsi proyek di Badan Keamanan Laut (Bakamla) itu menyuap Wahid berupa uang hingga mobil agar diberikan fasilitas istimewa, termasuk soal kebutuhan biologis. 

Wahid membiarkan Fahmi membangun 'bilik asmara' dalam ruangan seluas 2x3 meter di areal lapas. Tak hanya untuk keperluannya sendiri, Fahmi juga mematok tarif kepada narapidana lainnya jika ingin menggunakan bilik tersebut.

Sehingga, meski berstatus tahanan, suami aktris Inneke Koesherawaty itu tetap memiliki pendapatan dari bisnis yang ia kelola bersama seorang narapidana kasus pembunuhan yang menjadi asisten pribadinya, Andri Rahmat. "Dilengkapi dengan tempat tidur untuk keperluan melakukan hubungan badan suami-istri, baik itu dipergunakan Fahmi Darmawansyah saat dikunjungi istrinya, maupun disewakan Fahmi Darmawansyah kepada warga binaan lain dengan tarif Rp 650 ribu," ujar anggota penuntut umum KPK Muhammad Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan Wahid Husen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Selasa (5/12).  

Sebagai imbalannya, Fahmi memberikan hadiah berupa mobil jenis Double Cabin 4x4 merek Mitsubishi Triton berwarna hitam kepada Wahid. Kesepakatan itu didapat setelah Andri Rahmat berbicara dengan Wahid di ruang kerja kalapas, April 2018. Adapun pilihan jenis mobil itu memang didasari oleh keinginan Wahid sendiri.


Inneke Koesherawati dalam sidang vonis Bakamla (Foto: Hafidz Mubarak/kumparan)

"Saat itu Andri sedang memijat terdakwa (Wahid) yang sedang browsing internet melihat mobil jenis Double Cabin 4x4, lalu Andri menawarkan apabila menginginkan jenis mobil itu, maka Andri akan menyampaikannya ke Fahmi," tutur jaksa Takdir.  

"Esok harinya, Andri menyampaikan hal ini kepada Fahmi yang kemudian memutuskan untuk membelikan produk terbaru mobil jenis Double Cabin 4x4 merek Mitsubishi Triton," sambung jaksa Takdir.


Adik Inneke Koesherawati, Ike Rahmawati usai menjalani pemeriksaan di KPK, Rabu (8/8/2018). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)

Dalam transaksi suap ini, Fahmi melibatkan Inneke untuk mencarikan mobil jenis itu di dealer. Inneke lalu meminta bantuan adik iparnya, Deni Marchtin, untuk mencari mobil tersebut di pameran JIExpo, Jakarta. Deni memesan mobil itu dengan harga on the road (OTR) sebesar Rp 427 juta. 

Pemesanan mobil sempat dibatalkan lantaran hanya bisa dibeli secara inden, sehingga harus menunggu dalam kurun sebulan. Wahid yang merasa keberatan akan hal itu, meminta Andri untuk mencari dealer lain di kawasan Bekasi.  

Pada 19 Juli 2018, Double Cabin incaran Wahid akhirnya didapat dan diantar ke rumah Wahid di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sekitar pukul 22.00 WIB. Mobil itu dibawa langsung oleh adik ipar Fahmi, Ike Rachmawaty, dan diserahkan langsung ke Wahid.


Tersangka kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (23/7). (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Suap untuk Wahid diberikan agar Fahmi mendapat fasilitas mewah di dalam sel. Kamar sel Fahmi dilengkapi dengan televisi--beserta jaringan TV kabel, pendingin ruangan (AC), tempat tidur spring bed, hingga dekorasi interior high pressure laminated (HPL). Fahmi juga diizinkan menggunakan telepon genggam selama di dalam lapas.

Wahid bahkan mempercayakan Fahmi dan Andri untuk mengelola kebutuhan narapidana, seperti membuka jasa renovasi sel hingga pembuatan saung. Selain bilik asmara, Fahmi juga memiliki kebun herbal di areal lapas. 

"Selain itu, Fahmi juga mendapatkan kemudahan untuk berizin obat ke luar lapas," ungkap jaksa Takdir.  

Fahmi Darmawansyah merupakan terpidana kasus suap pengadaan satellite monitoring dan drone untuk Badan Keamanan Laut. Suap diberikan agar perusahaan Fahmi, PT Melati Technofo Indonesia (MTI) dan PT Merial Esa, menjadi pemenang dalam tender proyek itu. Hakim pun memvonisnya dengan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara

Sumber: Kumparan
0 Responses

Posting Komentar

abcs