Lomba tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga orang tua diminta ikut berpartisipasi.
Penulis memilih lomba fotografi karena tidak perlu persiapan khusus. Memang setiap ada acara, penulis membawa kamera. Acaranya relatif santai, sepanjang hari pertama. Besoknya (Sabtu, 05 November 2011) baru hasil fotonya dikumpulkan ke panitia (Miss Helen pukul 08.00-09.00 WIB).
Jadi ikut saja, sambil menyelam, minum air. Sambil menemani anak (juga mengabadikannya), bisa ikut lomba foto. Kalau menang? Itu bonus.
Melihat peserta lain yang membawa kamera canggih, menciutkan nyali. Maklum saja, penulis bukan orang yang hobby fotografi (tidak ikut klub fotografi, tidak belajar fotografi). Kamera pun, hanya kamera saku yang instan. Siapa pun bisa memakainya, tinggal nyalakan power, lihat obyek yang akan difoto, pencet tombolnya, jadi deh.
So, biar pakai bambu runcing, maju dengan semangat 45 melawan musuh yang bersenjata otomatis. Jangan perang terbuka, tapi perang gerilya.
Sabtu, 05 November 2011 penulis tidak mengikuti acara Open House sampai selesai karena cuaca sangat mendung. Hasil lomba biasanya diumumkan di akhir Open House.
Dari hari Senin hingga Rabu (07-09 November 2011) ketika menjemput Revata, penulis sempatkan melihat papan pengumuman. Tak ada pengumuman juara lomba fotografi. Mungkin sudah diumumkan di penututupan Open House dan penulis tidak menang. Ya sudahlah...
Kamis, 10 November 2011 (pas hari pahlawan), saat menjemput Revata, wow... ada piala lomba fotografi. Penulis jadi juara 3. Surprise!
Kalau ada acara lomba fotografi lagi pada Open House TKK 3 Bina Bakti tahun depan, penulis akan ikut lagi? Tidak. Mengapa? Memberi kesempatan kepada orang tua yang lain? Tidak juga. Tahun depan, anak penulis sudah tidak di TK lagi, tapi sudah SD.
Ehm... posting ini tidak bermaksud menyombongkan diri. Penulis juara bukan karena hebat. Hanya berusaha melakukan yang terbaik dan faktor keberuntungan (beruntung jepretan penulis yang memfokuskan pada ketajaman warna-warni pakaian badut yang cerah dan kebetulan tembok yang menjadi latar belakangnya mendukung, terlihat kontras). Dan, di mata juri ini layak dapat juara. Penulis hanya bisa bersyukur. Pesan yang ingin disampaikan: Jangan menyerah sebelum mencoba. Awalnya penulis pesimis bisa menang melihat peserta lain datang dengan kamera fotografer bak profesional dengan lensa tele yang panjang. Abadikan sebanyak mungkin momen yang dianggap menarik dan tak biasa, lalu pilih yang terbaik di antara yang ada.
Ibarat lomba mewarnai, kalau tak mampu mewarnai pakai crayon dengan teknik gradasi, warnailah gambar dengan warna yang menarik dan jangan keluar dari garis. Itu saja.
Note:
Terima kasih buat Linda, istri tercinta yang mengambil cuti khusus untuk hadir di Open House ini, menemani Dhika dan Revata sehingga penulis lebih leluasa membidik aneka peristiwa di Open House. Juga terima kasih telah memberi masukan, mana foto yang sebaiknya dicetak dan diikutkan ke lomba. Dan, itu pilihan yang tepat!
Posting Komentar