Ketika Sangat Dekat dengan Kematian

Hidup itu tak pasti, kematian itu pasti. Semua orang pasti mati dan kapan datangnya, tidak ada yang tau secara pasti. 

Penulis pernah merasakan kematian itu sudah sangat dekat. Sebenarnya mengerikan jika mengingat masa itu. Untung saja hal itu tidak terjadi dan sekarang masih bisa menuliskan saat-saat mengerikan itu.

  1. Dilempar batu. Waktu SD (mungkin kelas 5), penulis dan adik penulis main bulutangkis bersama teman. Cuma gara-gara main dan saling ejek, teman penulis (sebut saja H), marah. Dia marah sambil berteriak mengusir kami. Melihat amarahnya yang meluap, kami cepat berlari pulang. Ternyata tak hanya marah, H melampiaskan amarahnya dengan melempar batu sekuat tenaga. Batunya cukup besar (mungkin sebesar mangkuk mie yang gambar ayam). Untungnya batu yang dilempar sekuat tenaga itu tidak mengenai kami tapi mengenai tiang listrik dan menimbulkan suara keras. Kalau kena kepala, dapat dipastikan bocor atau mungkin juga mati. Sekarang penulis sudah pindah kota dan tak tau kabar si H. Tapi penulis pernah tanya ke teman yang kenal juga dengan si H. Gimana kabar si H. Dia minggat dari rumah dan lama tidak pulang. Kabar terakhir, si H sudah meninggal, tewas dibunuh temannya.
  2. Nyaris tenggelam. Penulis bisa berenang, tapi ya cuma di kolam renang saja. Itu pun tidak pernah jarak jauh. Paling hanya selebar kolam renang, begitu sampai langsung istirahat lama. Nah ... saat KKN (Kuliah Kerja Nyata), rombongan kami ditempatkan di sebuah desa yang segala sesuatunya masih dilakukan di sungai. Mandi, BAB, mencuci pakaian, mencuci sayur dan daging yang akan dimasak, semua dilakukan di sungai. Waktu itu musim kemarau dan ternyata bagian tengah sungai dangkal sehingga di tengah sungai ada daratan. Teman-teman penulis berenang dari tepi ke tengah sungai dan bersantai di sana. Penulis pun ikutan. Eh ... pas setengah jalan penulis kehabisan tenaga dan terbawa arus. Penulis berteriak ke teman dan teman segera mendorong perahu agar penulis bisa berpegangan (teman memegang tali yang diikatkan ke perahu). Akhirnya penulis selamat. Nyaris saja ... 
  3. Ditabrak mobil Jeep. Ini waktu penulis tinggal di Jakarta. Penulis dibonceng sepupu pakai motor. Waktu itu kami berada di jalan Grogol. Saat akan belok ke kanan, tiba-tiba saja terdengar suara mobil ngebut langsung ngerém. Bagian belakang motor tertabrak mobil Jeep, padahal tangan penulis saat itu berpegangan pada bagian belakang motor. Untung hanya luka lécét saja. Saat penulis mendengar suara rem mobil dan merasakan ada mobil persis di belakang penulis yang ngebut, dalam hati terlintas, "Wah ... mati nih."
  4. Jatuh dari plafon. Siang hari hujan, dan di kamar anak terdengar suara air menetes mengenai plafon. Wah ... ada genteng yang pecah atau retak, atau bisa jadi hanya hujan deras yang disertai tiupan angin kencang. Sebaiknya penulis periksa dulu. Ambil tangga, naik ke plafon. Baru langkah pertama, entah kayu penyangga tak sanggup menahan beban tubuh penulis atau memang kayunya sudah tidak kuat, penulis langsung terjatuh. Di bawah ada lemari pajangan, ada meja kaca, ada lemari buku. Untungnya (nah masih untung juga), jatuh di antara itu semua. Hanya luka gores dan memar, padahal ancaman kaca, paku, dan barang lain yang berbahaya ada di bawah sana. Timbunan karma baik masih melindungi. Tidak ada luka berarti, jatuh dengan posisi kaki terlebih dahulu (bukan kepala terlebih dahulu), tidak ada keseleo, patah tulang, atau hal lain yang lebih parah. Ih ... serem kalau mengingatnya.

Semoga saja tidak mengalami hal-hal "serem" yang nyaris menghilangkan nyawa lagi. Cukup 4 ini saja, makanya penulis tidak menyediakan nomor 5.

0 Responses

Posting Komentar

abcs