Saya sama sekali tidak mengerti tentang omnibus law dan sama sekali tidak tertarik
untuk tahu lebih jauh. Yang saya tahu dengan pasti, lempar batu dan membakar halte bukan solusi untuk apa pun.
Mana ada orang yang lebih goblok dari orang yang merusak kotanya sendiri.
Apalagi kalau ini dilakukan oleh mahasiswa/i. Mereka harusnya menjadi penjaga benteng logika yang gigih. Yang kita lihat sekarang di Indonesia, banyak yang menjadi cunguk anarkisme. Kekerasan lahir setelah logika buntu. Mereka belum belajar membangun tapi sudah praktik merusak. Orang yang pernah membangun, tidak perlu secara fisik, akan tahu susahnya proses itu, dan tidak akan cepat merusak apa yang telah dibangun oleh orang lain.
Ini menandakan menyedihkannya mutu intelegensia masyarakat kita. Ada yang menunggangi? Ya mungkin. Tapi fakta bahwa banyak yang bisa ditunggangi menunjukkan apa yang saya katakan di atas.
Mutu wakil rakyat rendah? Ya itu karena mutu rakyat rendah. Wakil rakyat adalah cermin dari rakyat. Rakyat tidak punya pilihan. Sampah kalau tidak diolah akan menghasilkan fermentasi sampah.
Ini imbas dari terbengkalainya pendidikan selama ini. Kita membolos dari
berinvestasi untuk pendidikan dan menuai hasilnya sekarang.
Saya seorang peneliti AI dan robotics. Saya tahu apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak oleh AI dan robot dalam 5 tahun ke depan. Kalau dibiarkan dalam kondisi sekarang, mahasiswa/i seperti ini, dan juga sebagian besar buruh di Indonesia akan dengan mudah tergantikan oleh AI dan robot.
Dengan mutu pendidikan seperti ini, kita jangan bermuluk-muluk mengkhayal tentang bonus demografi, karena yang akan kita hadapi adalah bencana demografi.
Kalau kita tidak cepat membenahi pendidikan, akan muncul banyak orang yang tidak lagi relevan dalam kemajuan teknologi dan peradaban.
Masih mau tunggu apa lagi untuk membenahi pendidikan?
Dikutip dari FB Pitoyo Hartono (Jumat, 9 Oktober 2020 pukul 06.32), diedit seperlunya agar lebih enak dibaca dan kami tambahkan foto.
Posting Komentar