Mutu pendidikan, mungkin itu prosentase terbesar yang jadi pertimbangan para pemburu beasiswa dalam memilih universitas yang dituju.
Pertimbangan lainnya
Ada banyak pertimbangan dalam memilih beasiswa kuliah ke luar negeri. Dari yang serius, sampai yang tak terlalu serius.
Bukan sok tau menuliskan
ini dan itu (pertimbangan dalam memilih negara dan universitas pemberi
beasiswa), hanya ingin berbagi info berdasarkan pengalaman ngobrol dengan anak selama pengajuan beasiswa, sharing dari teman-temannya, juga baca dari internet.
Penulis hanya memberi sedikit info, Anda bisa browsing untuk mencari info selengkapnya.
- Tak ada skripsi.
Di luar negeri kuliah, ada universitas yang tidak mewajibkan skripsi.
Skripsi adalah salah satu hal yang menakutkan bagi mahasiswa. Masa
pendidikan S-1 yang biasanya 4 tahun jadi 3 tahun.
- Ada tes. Ada beasiswa yang hanya mensyaratkan mengisi formulir secara online dan melengkapi berkas yang diperlukan. Begitu lolos seleksi, Anda ditelepon dan diberi tahu bahwa Anda terpilih sebagai penerima beasiswa. Semua seperti itu? Tidak, ada yang mensyaratkan tes setelah berkas Anda lolos diseleksi.
- Kuota khusus.
Kuota beasiswa yang tersedia dan peminat, pasti jauuuh lebih banyak
peminatnya. Miriplah dengan lowongan kerja dan calon tenaga kerja,
selalu lebih banyak calon tenaga kerja. Misalnya kuota beasiswa negara A
untuk S-1, S-2, S3 ada 40. Umumnya itu diperebutkan calon mahasiswa
sedunia (yang tau info, yang berminat, dan memenuhi syarat).
Siapa yang paling baik, mereka-lah yang terpilih (jadi mungkin saja
peraih beasiswa itu semuanya dari negara-negara Eropa, misalnya). Ehm
... tapi ada info bagus nih. Ada juga beasiswa dengan kuota khusus
(misalnya ada kerja sama negara A dengan B). Negara A menyediakan
beasiswa. Kuotanya ada 50, tapi negara A memberi kuota warga negara B
sebanyak 20. Warga negara B punya peluang lebih besar (pasti ada jatah
20 beasiswa untuk warga negara B). Sisanya yang 30 itu diperebutkan
calon mahasiswa sedunia. Warga negara B hanya bersaing dengan sesama
warga negara B untuk memperebutkan jatah 20 beasiswa tersebut. Misalkan
saja negara B itu negara berkembang, mereka tak harus bersaing dengan
warga negara maju yang tingkat pendidikannya jauh lebih maju. Kalau
dapat info beasiswa seperti ini, kemungkinan peluang mendapat beasiswa
jadi lebih besar.
- Target nilai tertentu.
Ada beasiswa yang mengharuskan penerima beasiswa mendapatkan nilai
sekian agar tetap dapat beasiswa. Apakah Anda yakin mampu memenuhi
target nilai agar tetap dapat beasiswa? Jika nilai Anda di bawah target,
Anda tidak lagi dapat beasiswa.
- Beasiswa yang diberikan.
Ada beasiswa dari universitas, ada beasiswa dari negara. Ada yang
menanggung semua (uang kuliah, biaya tempat tinggal, uang makan,
asuransi, bahkan ada yang sampai memberi tiket pesawat). Bermacam-macam
variasinya. Ada yang hanya memberikan beasiswa biaya kuliah, dan ini pun
ada yang penuh (100%), tapi ada pula yang 50%, tergantung nilai Anda.
- Negara yang dituju. Ada berbagai pertimbangan: aman tidaknya sebuah negara, kondisi cuaca (misal saja Anda sakit asma, mungkin akan menghindari negara 4 musim, apalagi pas musim dingin cuacanya ekstrem). Mungkin juga ada yang pilih negara yang tempat wisatanya bagus, makanannya enak, atau ... (siapa tau)?
- Yang sedikit peminatnya. Kalau pilih beasiswa karena negara itu makanannya enak (sesuai lidah kita) terasa aneh, ada juga yang pilih negara atau universitas yang tahun lalu peminatnya paling sedikit. Secara persentase peluang diterima paling besar. Semasa penulis ikut UMPTN (angkatan lama nih), kami mendapatkan data tahun lalu: universitas A, jurusan ini daya tampung sekian, peminat sekian. Jurusan itu daya tampung sekian, peminat sekian. Ada teman yang memilih jurusan karena sedikit peminatnya, bukan minat/passion-nya kuliah di jurusan apa.
- Bahasa. Yang paling umum adalah bahasa Inggris (mungkin bahasa Inggris adalah bahasa yang paling umum dikuasai oleh calon mahasiswa meski di negara asalnya itu bukan bahasa resmi atau bahasa kedua). Banyak negara (universitasnya) yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (artinya kuota beasiswanya banyak karena banyak negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar), tapi calon mahasiswa yang menguasai bahasa Inggris juga sangat banyak. Tidak hanya bisa ngobrol bahasa Inggris, Anda juga harus punya sertifikatnya (TOEFL dan sejenisnya).
- Dekat dengan Indonesia. Ingin dekat dengan Indonesia (baik bahasa maupun lokasi), mungkin pilihannya bisa Malaysia atau Brunei Darussalam.
- Hanya bisa bahasa Indonesia. Anda bisa memilih beasiswa yang tidak wajib punya sertifikat TOEFL, tapi setelah pengajuan beasiswa Anda diterima, Anda harus belajar bahasa dulu selama setahun. Risikonya, Anda belajar setahun lebih lama. Kalau tidak mau, dari sekarang tingkatkan kemampuan bahasa Inggris atau ikut kursus bahasa lain (sebelum tamat SLTA, saat Anda masih sekolah). Begitu lulus, Anda sudah punya sertifikat bahasa yang dibutuhkan untuk pengajuan beasiswa. Jadi tak perlu gap year (satu tahun kosong karena tidak bisa mengajukan beasiswa atau pengajuan beasiswa Anda tidak diterima).
- Ajukan sebanyak mungkin.
Besarkan peluang Anda dengan mengajukan beasiswa sebanyak mungkin
(selama cukup waktu dan Anda memiliki cukup persyaratan). Rasanya tak
ada yang mengajukan 1 beasiswa saja. Kalau iya, setelah diumumkan tidak
lolos, Anda harus menunggu tahun depan. Ibarat mencari ikan, tebarlah
jaring sebanyak mungkin (sebanyak "stok jaring" yang Anda miliki = asal
waktu cukup, persyaratan lengkap).
- Atur strategi.
Tak ada taktik atau strategi baku. Intinya cari info sebanyak mungkin.
Tahun lalu mungkin peminat jurusan komputer tak terlalu banyak, tahun
ini bisa jadi peminatnya membludak. Ketika mengajukan beasiswa ke satu
negara, kita diberi beberapa pilihan (misal bisa pilih 5 universitas),
mungkin Anda bisa kombinasikan: 2 universitas peringkat atas dan 3
universitas tengah atau bawah. Atau kombinasi jurusan. Misal Anda ingin
jurusan A dan B (jurusan A itu memang jurusan favorit), misal Anda bisa
pilih 2 jurusan A, 3 jurusan B. Atau Anda memiliki sertifikat TOEFL,
Anda mengajukan beasiswa ke negara/universitas yang tak mensyaratkan
harus punya sertifikat TOEFL (ini ibarat Anda melamar kerja yang
ditujukan untuk lulusan SLTA, padahal Anda memiliki ijazah sarjana S-1).
Tentu peluang dapat beasiswa lebih besar.
- Ngotot tahun ini? Yang ngotot ingin
kuliah tahun ini dan agak santai, tentu strateginya berbeda. Misal Anda
agak santai, kalau tahun ini dapat beasiswa, langsung kuliah. Kalau
tidak dapat, tahun depan coba lagi (tahun ini kerja dulu). Atau ngotot harus kuliah tahun ini. Sehubungan dengan atur strategi, jika ngotot tahun ini ingin kuliah, mungkin Anda bisa ikut strategi pilih 2 dan 3 (peringkat dan jurusan). Jadi kalau bukan universitas
peringkat atas, menengah/peringkat pun oke. Kalau tidak dapat jurusan
A, jurusan B pun oke. Kalau santai, Anda ingin di universitas peringkat
atas dan jurusan A, pilih semua peringkat atas dan jurusan A semua.
Kalau dapat, kuliah. Tidak dapat, tahun depan coba lagi.
- Analogi membeli kopi.
Uang yang Anda miliki = modal Anda. Modal Anda: nilai rapor Anda,
sertifikat bahasa asing, apakah pernah juara olimpiade tingkat
nasional/internasional, pengalaman organisasi, dan lain-lain. Anggap
saja uang Anda ada Rp50.000, Anda bisa santai masuk ke Starb*ck (maaf
bukan endorse, penulis bukan peminum kopi karena sakit
lambung/mag). Uang Anda cukup, tinggal pilih mau beli kopi yang mana.
Uang Anda sedikit di bawah itu, Anda bisa pilih kopi merek lain (penulis
tidak hafal tingkatan harganya, hanya menulis yang pernah penulis tau dan
disusun berdasarkan urutan abjad: Dunkin D*nuts, F*re, J.c*, Janji
Jiw*, Kenang*n, Kul*). Uang Anda hanya Rp5.000, mungkin bisa mampir ke
warung kopi dekat rumah. Pesan untuk minum di sana. Uang Anda hanya
Rp1.000/Rp2.000? Beli 1 bungkus kopi sachet di warung dekat
rumah, bawa pulang, seduh sendiri. Sadar dengan kemampuan diri, pilih
sesuai "modal Anda". Tapi kalau modal Anda Rp1.000/2.000 tetap nekat
ingin masuk ke Starb*ck? Masuk saja, lihat menu, tanya sana sini, lalu
keluar lagi. 😁😁😁
atau
Posting Komentar