Ada 2 video eksperimen sosial yang ingin penulis bagikan kepada Anda. Kedua video eksperimen sosial ini berasal dari channel KitaBisa.com. Langsung saja klik video di bawah ini...
Kami menggunakan mesin cuci LG front loading yang dibeli 25 Januari 2014. Sudah dipakai cukup lama, sekitar 4,5 tahun lebih. Semua lancar-lancar saja. Selama ini mesin cuci berfungsi dengan baik. Kalaupun error, di display muncul tulisan apa penyebab error yang masih dapat ditangani sendiri. Misalnya di display tertulis: IE (Instalation Error) atau DE (Door Error).
IE biasanya disebabkan oleh saluran airnya (instalasinya kotor). Solusinya: matikan dulu mesin cuci (tekan tombol power), cabut kabel dari stop kontak, lalu lepas slang air (slang air yang terpasang ke mesin cuci. Di sana ada saringan, bersihkan saja saringannya, lalu pasang kembali. Biasanya mesin cuci berjalan normal lagi. Secara berkala, bersihkan juga saringan air yang terpasang di dekat keran air. Lepas dan bersihkan dengan sikat gigi.
Tidak semua error IE karena saluran air yang kotor. Terkadang IE hanya karena kita lupa membuka keran air sehingga saat mesin cuci mulai akan bekerja, ternyata tidak ada pasokan air karena lupa membuka keran air.
Door error biasanya karena pintu mesin cuci tidak tertutup sempurna.
Nah... kira-kira 3 bulan lalu, proses mencuci belum selesai, mesin cuci berhenti berputar, di display tampil tulisan: PF (Power Failure). Sudah coba dimatikan beberapa menit, lalu dinyalakan lagi, hasilnya tetap sama. Ini di luar kemampuan penulis, jadi terpaksa telepon ke teknisi LG.
Setelah diperiksa, kata teknisi display-nya (bagian depan) yang rusak dan harus diganti. Karena stok tidak ada, harus menunggu dulu sampai sparepart tersebut dikirim. Saat display-nya sudah ada, teknisi datang dan memasangnya. Biaya service (sparepart , biaya service, dan biaya kunjungan Rp 528.000, 15 Agustus 2018) Mesin cuci langsung dicoba, seolah mencuci (tapi tanpa pakaian). Proses mencuci berjalan lancar hingga selesai.
Keesokan harinya, saat mencuci, mesin cuci kembali terhenti dan muncul lagi tulisan: PF. Akhirnya mesin cuci dibawa ke service center (dirawat inap), 16 Agustus 2018. Lumayan lama mesin cucinya dirawat inap. Kata teknisi, saat dicoba, terkadang proses mencuci berjalan lancar, terkadang berhenti sebelum selesai. Jadi setelah di-service, diuji coba lagi, kalau berjalan lancar, barulah mesin cuci diantar.
Akhirnya selesai di-service (14 September 2018). Ada sparepart yang diganti lagi, namanya pressure switch (total biaya + sparepart = Rp 227.260) Mesin cuci berfungsi normal kembali. Tapi sayangnya 12 November 2018 mesin cuci error lagi dengan tulisan yang sama: PF.
Teknisi datang dan periksa. Kesimpulan sementara, kali ini PCB-nya harus diganti, harganya berkisar Rp 900.000 sampai Rp 1.000.000. Dan spareparts tersebut tidak ada stoknya. Jadi harus dipesan dulu.
Sparepart mesin cuci (1 blok mesin cuci terdiri dari bagian depan yang bernama display dan bagian belakang bernama PCB). Sebelumnya sudah ganti bagian depan plus pressure switch dan mesin cuci sudah berfungsi kembali. Sekarang mengalami masalah yang sama (di display tertulis: PF = Power Failure) dan harus ganti PCB.
Pakaian terpaksa dicuci secara manual tanpa dikeringkan mesin. Dan karena hampir tiap hari hujan, cucian tanpa dikeringkan mesin, susah kering.
Setelah mesin cuci istirahat beberapa hari (masih menunggu stok PCB yang tidak ada di service center Bandung, harus pesan ke kantor pusat), iseng penulis gunakan mesin cuci untuk pengeringan saja. Proses pengeringan normal 13 menit, kalaupun nantinya proses pengeringan baru berjalan 5 menit dan mesin cuci terhenti, lumayanlah. Setidaknya hasil "perasan" mesin lebih kering daripada hasil perasan dengan menggunakan tangan.
Eh... ternyata 2 kali dicoba, proses pengeringan berjalan lancar sampai selesai. Bagaimana kalau besok dicoba untuk mencuci. Maka keesokan harinya, mesin cuci digunakan untuk proses mencuci. Ternyata proses mencuci berjalan lancar. Keesokan hari dan seterusnya mesin cuci dipakai untuk mencuci pakaian. Hasilnya, proses berjalan lancar. Semoga seterusnya juga lancar sehingga tidak harus ganti PCB yang harganya lumayan mahal.
Mesin cuci kami pakai setiap hari dan cucian tidak banyak (keluarga kecil dengan 2 anak). Kalaupun cucian agak banyak, kami tidak memaksakan dicuci sekaligus, tapi dibagi jadi 2 kali cuci. Dengan kasus ini (error PF alias mesin cuci berhenti sebelum proses mencuci selesai), solusinya tidak selalu harus ganti sparepart. Mungkin mesin cucinya hanya "kecapekan" dan hanya butuh istirahat beberapa hari.
Jika Anda menggunakan mesin cuci merek dan tipe yang sama dan mengalami hal yang sama? Setelah diberi "cuti" beberapa hari, coba gunakan kembali mesin cuci Anda. Siapa tau mesin cuci itu berfungsi normal kembali...
Boleh jadi mesin cuci juga seperti manusia, ingin cuti dan bersantai sejenak setelah bekerja Senin sampai Minggu tanpa ada hari libur.
Penulis menuliskan pengalaman ini karena memang suka menulis (sekaligus catatan apa yang penulis alami, maklum agak pelupa), semoga saja pengalaman ini bermanfaat bagi Anda.
Versi Indonesia-nya, silakan klik: Anak Kecil Merokok di Tempat Umum, Lihat Apa Reaksi Masyarakat - Social Experiment
Video BONUS
Catatan:
Pada posting dengan
label "Sebatang Rokok", penulis akan menceritakan banyaknya efek
negatif rokok bagi kesehatan dan lingkungan. Penulis yakin, banyak orang
yang tidak sepakat dan akan memberikan aneka bantahan. Itu sah-sah
saja, semua orang bebas berpendapat.
Jumat, 9 November 2019 penulis sekeluarga ke Festival Citylink, Bandung. Pertama untuk mengantarkan si bungsu ke pesta ulang tahun temannya, kedua ingin menonton film.
Sambil menyelam minum softdrink, sambil menonton film (kumpul bersama keluarga) penulis berharap ada nilai-nilai positif yang bisa dipetik dari film. Kami merencanakan menonton film A Man Called Ahok. Ini film ketiga yang kami tonton dalam rangka edukasi lewat film. Pertama film Sabtu Bersama Bapak, lalu film LIMA (dalam rangka hari lahir Pancasila), dan film A Man Called Ahok (menjelang hari Pahlawan).
Menyaksikan sepak terjang Ahok dari berita di layar kaca, membaca kisahnya dari dunia maya, plus film ini, penulis teringat kisah-kisah orang jujur yang memang semakin langka di dunia ini.
Dalam sejarah Indonesia, ada 2 sosok yang langsung terlintas di benak penulis jika membicarakan tentang kejujuran. Pertama Bung Hatta (Proklamator) dan kedua: Jendral Hoegeng Imam Santosa (mantan kapolri).
Kembali ke soal film Ahok. Niatnya ingin nonton film sekitar pukul 19.00, tapi apa daya, jam tayang terdekat semuanya nyaris penuh. Hanya menyisakan 2 baris terdepan! Daripada harus datang besok lagi atau memaksa nonton film di deretan depan, penulis putuskan membeli tiket pukul 21.30. Itu pun bagian tengah sudah penuh, terpaksa kami memilih yang kursi di deretan kanan (yang penting tidak di barisan depan).
Khawatir juga nonton film malam-malam. Khawatir kedua buah hati kami tertidur (biasanya paling telat jam sembilan malam mereka sudah tidur) dan khawatir sulit mendapatkan ojek online saat pulang. Untungnya kedua kekhawatiran itu tidak terjadi. Kedua buah hati kami tidak tertidur dan saat pulang sekitar 23.15 kami tidak kesulitan mendapatkan transportasi online.
Penulis termasuk orang yang sangat sensitif. Tidak harus menyaksikan film sedih, dengar lagu atau bercerita tentang sesuatu yang inspiratif pun, air mata bisa mengalir deras. Nonton video YouTube What Would You Do? penulis selalu menitikkan air mata.
Nonton film Ahok? Jelaslah air mata mengalir deras. Pop corn dan softdrink tidak tersentuh. Penulis terhanyut pada kisah mantan gubernur DKI Jakarta. Bagus nggak filmnya?
Silakan Anda saksikan sendiri. Saat menulis artikel ini penulis baru tau, ternyata ada "perang" antara film Ahok dengan film Hanum & Rangga. Ahok dikenal dekat dengan Jokowi (capres petahana) dan film H&R yang diangkat dari novel Hanum Rais, putri Amien Rais (pendukung capres Prabowo) yang beberapa waktu lalu jadi topik pembicaraan karena membela Ratna Sarumpaet.
Ada 3 kesamaan di kedua film nasional ini: sama-sama diangkat dari buku (satu karya Hanum Rais, satu karya Rudi Valinka), sama-sama tayang perdana 8 November 2018, dan meski kisahnya bukan tentang politik tapi keduanya ada "aroma politiknya". Film mana yang lebih laris? Nanti kita lihat saja beritanya di media.
.
Anda ingin nonton yang mana, terserah kepada Anda. Itu pilihan Anda. Pilihan penulis untuk film keluarga kali ini adalah film Ahok. Tidak ada unsur politis. Kami menonton dengan membeli tiket (antre sendiri, pakai uang sendiri, tidak ada pembagian tiket gratis atau promo beli 1 gratis 1). Saat kami antre tiket, kebetulan antrean pembeli tiket film Ahok lebih panjang daripada antrean pembeli tiket Hanum & Rangga.
Silakan pilih film yang akan Anda tonton, selera kita mungkin berbeda. Begitu juga pilihan kita saat pilpres nanti. Apa pun pilihan Anda, kita tetap berteman, kita sama-sama cinta NKRI dengan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika-nya.
Bagi penulis, setidaknya ada 2 hal yang bisa dipetik dari film ini, kejujuran dan toleransi. Salut atas didikan King Nam (ayah Ahok) yang menanamkan nilai kejujuran (jujur dan berani melawan ketidakjujuran) dan toleransi (tak peduli suku Padang, suku Jawa, suku Ambon, suku Papua, atau suku mana pun, bantulah mereka yang membutuhkan).
Bagi penulis, setidaknya ada 2 hal yang bisa dipetik dari film ini, kejujuran dan toleransi. Salut atas didikan King Nam (ayah Ahok) yang menanamkan nilai kejujuran (jujur dan berani melawan ketidakjujuran) dan toleransi (tak peduli suku Padang, suku Jawa, suku Ambon, suku Papua, atau suku mana pun, bantulah mereka yang membutuhkan).
Langganan:
Postingan (Atom)