Sabtu (20 April 2013) penulis sekeluarga pergi ke Tangerang dan Jakarta untuk menghadiri kremasi nenek (dari pihak istri). Kremasinya di Oasis, Tangerang dan abu beliau (Citra Utami, nenek yang sangat baik semasa hidupnya, itu yang terkenang di ingatan kami sekeluarga) dilarung ke laut (Ancol, Jakarta).
Sabtu (20 April 2013) penulis sekeluarga pergi ke Tangerang dan Jakarta untuk menghadiri kremasi nenek (dari pihak istri). Kremasinya di Oasis, Tangerang dan abu beliau (Citra Utami, nenek yang sangat baik semasa hidupnya, itu yang terkenang di ingatan kami sekeluarga) dilarung ke laut (Ancol, Jakarta).
Pada momen tertentu seperti inilah (ada anggota keluarga besar yang meninggal, pesta pernikahan, perayaan Imlek, sembahyang ke makan/ Ceng Beng) kesempatan bertemu dengan keluarga besar. Kalau bukan pada momen begini, tidak mungkin ketemu dan tidak akan kenal anggota keluarga besar karena kesibukan masing-masing.
Sabtu, 27 April 2013 ada momen penting lagi. Ada famili istri yang akan menikahkan putranya. Tentu ini ajang silaturahmi yang bagus untuk mengenal keluarga besar dari pihak istri. Beliau akan menikahkan putranya di Mulia Grand Hotel Ballroom, Jakarta Selatan. Pemberkatan pernikahannya sudah dilakukan pada Sabtu, 13 Oktober 2012 di Covenant Presbyterian Church, Palo Alto, California, USA.
Dilihat dari undangan pernikahannya, nama mempelai adalah orang asing yang bertempat tinggal di Amerika Serikat. Baca nama kotanya pun penulis kaget: Palo Alto. Di kalangan orang yang suka berselancar di dunia maya, nama kota ini tidak asing. Nama kota ini tentu akrab dengan Steve Jobs (Apple), Mark Zuckerberg (pendiri FaceBook), kantor pusat Hewlett-Packard (hp), dan Bill Gates (Microsoft).
Kami berencana akan hadir di pernikahan tersebut, apalagi di krematorium kami bertemu langsung dengan pemilik hajat dan mengatakan "Harus datang" kata Pak Herman. "Ya..." jawab kami.
Tapi, apa mau dikata. kata orang, manusia hanya bisa merencanakan tapi Tuhan-lah yang menentukan. Beberapa hari lalu anak bungsu kami terkena cacar air dan sudah 3 hari tidak sekolah. Kondisinya tidak memungkinkan diajak ke Jakarta untuk menghadiri pernikahan tersebut. Ditinggal? Wah... tidak tega. Apa boleh buat, meski berat, terpaksa kami tidak bisa hadir di pernikahan tersebut.
Selamat menempuh hidup baru Ricardo & Kathryn, semoga bahagia dan rukun selalu hingga akhir hayat...
Tulisan ini berbeda dengan teori yang ditulis di buku-buku dan seminar-seminar. Seperti menjadikan rumah yang diincar sebagai spot iklan atau disewakan kembali, dan lain-lain. Ini hanya pengamatan penulis tentang fenomena ini di sekitar kita. Cara yang tidak lazim, namun memang demikian yang terjadi.
Kalau tidak ada teguran atau larangan, itu artinya diperbolehkan. Itu yang penulis tangkap dari fenomena di masyarakat kita.
Mulanya, pedagang yang ingin memiliki "kios" sampai "ruko" biasanya memulai dari menumpang persis di depan toko, atau di kaki lima/ trotoar, di atas got/ saluran air, di depan pabrik, di gang yang lumayan lebar, atau di sela 2 rumah (biasanya ada sungai kecil atau saluran air di antara kedua rumah tersebut).
Pertama, mungkin etalase kecil. Entah apa saja dagangan seperti pulsa atau rokok. Lokasi "kios" ini biasanya di antara 2 toko/ 2 rumah atau tembok pembatas rumah satu dengan yang satunya.
Biasanya tidak terlalu dipermasalahkan, apalagi Anda bisa berbaik-baik dengan pemilik toko/ rumah. Sapu-lah bagian depan toko setelah selesai berjualan. Etalase atau gerobak untuk jualan, umumnya dibawa pulang pada sore atau malam.
Proses selanjutnya, lama-lama capek dong bawa balik etalase atau gerobak. Biarkan saja di depan toko, rantai ke tiang listrik agar aman. Jika tidak ada komplain dari pemilik toko, itu artinya diperbolehkan. Perluasan usaha adalah langkah selanjutnya. Semula hanya rokok, lalu bertambah minuman dan tambah etalase lagi. Setelah tidak ada reaksi lagi, biasanya dibuatlah kios semi permanen dengan papan. Tidak ada komplain juga, gerobak akan berubah jadi kios dengan menggunakan semen dan batu bata. Jadilah kios sekaligus rumah. Lokasinya bisa bermacam-macam: di depan toko, di depan rumah, di antara 2 rumah, di atas saluran air, di depan tembok pabrik, di gang, dan lain-lain.
Silakan Anda lihat sekitar Anda. Semula Anda bisa berjalan di trotoar, kini Anda harus berjalan di jalan raya. Semula gang bisa dilalui mobil, sekarang tinggal motor yang bisa lewat karena ada bangunan kios atau rumah yang mengurangi lebar gang tersebut.
Penulis menemukan di beberapa kompleks perumahan, ada kios/ rumah yang berdiri di sela-sela rumah atau ruko atau di atas saluran air di sela-sela 2 rumah atau ruko. Bahkan sebuah gang yang sudah sempit pun (2 motor berpapasan sudah nyaris saling senggol, tetap dibangun kios tepat di mulut gang tersebut). Jadi kalau ada 2 motor akan lewat, satu harus mengalah menunggu di dalam gang, biarkan yang akan masuk gang dulu, setelah lewati kios dan agak lebar, barulah motor yang akan keluar dari gang bisa lewat.
Kalau sudah jadi permanen? Aman deh... Ingin diminta pindah atau dibongkar? Bukan hal yang mudah, pasti rusuh. Kalau pun mereka mau pindah, pemilik rumah/ ruko harus Anda membayar ganti rugi. Lho??? Dia menumpang sekian lama tidak bayar sewa, sekarang diminta pindah, pemilik rumah/ ruko harus bayar ganti rugi? Ya, seperti itulah kenyataannya.
Yang ingin punya rumah/ ruko secara mudah, inilah jalan yang selalu terjadi di mana saja. Anda pemilik rumah/ ruko atau penghuni rumah di dalam gang tak ingin akses Anda terganggu? Sejak awal jangan berikan kesempatan itu. Hanya itu solusinya.
Anda ingin memiliki rumah/ ruko dengan lokasi strategis dengan biaya minim? Inilah cara yang terjadi selama ini. Meski tanpa IMB, dan tak punya surat tanah, bukan masalah. Aliran listrik pun bisa Anda dapatkan. Caranya? Bayar bulanan pada pemilik rumah/ ruko di sekitar Anda. Atau bisa gratis sekalian, tinggal "cantol" saja dari kabel listrik di atas Anda.
Masalah air, penulis kurang begitu tahu dari aman asalnya. Tapi yang jelas, di depan rumah/ kios tersebut, juga ada jemuran pakaian (artinya pemiliknya bisa mencuci pakaian).
Jika Anda berjualan dengan gerobak atau etalase, Anda akan dikenakan retribusi baik yang resmi ataupun tidak resmi. Jika sudah permanen? Tampaknya sudah bebas. PBB tidak kena karena Anda tak memiliki sertifikat atas kepemilikan tanah dan bangunan. Karcis retribusi pun tampaknya tidak. Tapi kurang tahu jika memang ada oknum yang memungut "pajak" untuk bangunan sejenis ini.
Catatan:
Artikel ini ditulis dengan bahasa ironi (Anda jangan salah duga). Penulis jadi tertawa membaca ada yang berkomentar (via email) bahwa penulis mengajarkan hal yang salah. Sama sekali keliru. Penulis tidak mengajarkan Anda memiliki rumah atau ruko dengan cara ini, hanya "memotret" dan menuliskan apa yang terjadi dalam kehidupan nyata.
Anda lihat saja kasus Waduk Pluit (waduk, tanah milik negara) dijadikan rumah bahkan disewakan. Pas diminta pindah (diberi tempat di rumah susun), masih menolak dan minta ganti rugi. Kuasai tanah negara sekian lama, tidak bayar sewa (mungkin juga PBB), malah dapat penghasilan (sewakan rumah tersebut, mungkin juga tidak bayar pajak penghasilan), pas diminta pindah malah menuntut ganti rugi. Bagaimana logika berpikirnya??? Inilah kejadian nyata yang penulis "potret" dan sajikan di sini dalam bahasa ironi.
Bayangkan saja jika Anda punya tanah (masih dibiarkan kosong karena belum punya uang untuk membangun dan lama tak Anda kunjungi), eh... pas Anda ke sana, sudah ada rumah dan disewakan. Pas Anda akan ambil alih (bongkar dan bangun sesuai keinginan), penyewa dan yang merasa memiliki malah marah dan menuntut Anda. Anda diharuskan membayar bangunan yang akan dirobohkan (mengganti kerugian mereka, dan lain-lain). Bukankah yang pantas marah adalah Anda, mengapa mereka berani memakai tanah Anda, tidak izin, tidak bayar sewa, dan seterusnya selama sekian tahun. Anda ingin robohkan dan bersihkan pun perlu uang banyak (bayar tukang untuk robohkan, ongkos buang puing-puing, habis waktu untuk membereskannya). Sangat tidak logis, tapi inilah yang sering terjadi.
Konon kasus rumah dinas juga sering sama. Namanya rumah dinas adalah rumah yang boleh ditempati saat masih berdinas. Tapi seringnya sudah pensiun atau bahkan sang pejabat sudah meninggal pun, keluarga masih menempati dan merasa berhak (memiliki) rumah dinas tersebut.
Anda ingin memiliki rumah/ ruko dengan lokasi strategis dengan biaya minim? Inilah cara yang terjadi selama ini. Meski tanpa IMB, dan tak punya surat tanah, bukan masalah. Aliran listrik pun bisa Anda dapatkan. Caranya? Bayar bulanan pada pemilik rumah/ ruko di sekitar Anda. Atau bisa gratis sekalian, tinggal "cantol" saja dari kabel listrik di atas Anda.
Masalah air, penulis kurang begitu tahu dari aman asalnya. Tapi yang jelas, di depan rumah/ kios tersebut, juga ada jemuran pakaian (artinya pemiliknya bisa mencuci pakaian).
Jika Anda berjualan dengan gerobak atau etalase, Anda akan dikenakan retribusi baik yang resmi ataupun tidak resmi. Jika sudah permanen? Tampaknya sudah bebas. PBB tidak kena karena Anda tak memiliki sertifikat atas kepemilikan tanah dan bangunan. Karcis retribusi pun tampaknya tidak. Tapi kurang tahu jika memang ada oknum yang memungut "pajak" untuk bangunan sejenis ini.
Catatan:
Artikel ini ditulis dengan bahasa ironi (Anda jangan salah duga). Penulis jadi tertawa membaca ada yang berkomentar (via email) bahwa penulis mengajarkan hal yang salah. Sama sekali keliru. Penulis tidak mengajarkan Anda memiliki rumah atau ruko dengan cara ini, hanya "memotret" dan menuliskan apa yang terjadi dalam kehidupan nyata.
Anda lihat saja kasus Waduk Pluit (waduk, tanah milik negara) dijadikan rumah bahkan disewakan. Pas diminta pindah (diberi tempat di rumah susun), masih menolak dan minta ganti rugi. Kuasai tanah negara sekian lama, tidak bayar sewa (mungkin juga PBB), malah dapat penghasilan (sewakan rumah tersebut, mungkin juga tidak bayar pajak penghasilan), pas diminta pindah malah menuntut ganti rugi. Bagaimana logika berpikirnya??? Inilah kejadian nyata yang penulis "potret" dan sajikan di sini dalam bahasa ironi.
Bayangkan saja jika Anda punya tanah (masih dibiarkan kosong karena belum punya uang untuk membangun dan lama tak Anda kunjungi), eh... pas Anda ke sana, sudah ada rumah dan disewakan. Pas Anda akan ambil alih (bongkar dan bangun sesuai keinginan), penyewa dan yang merasa memiliki malah marah dan menuntut Anda. Anda diharuskan membayar bangunan yang akan dirobohkan (mengganti kerugian mereka, dan lain-lain). Bukankah yang pantas marah adalah Anda, mengapa mereka berani memakai tanah Anda, tidak izin, tidak bayar sewa, dan seterusnya selama sekian tahun. Anda ingin robohkan dan bersihkan pun perlu uang banyak (bayar tukang untuk robohkan, ongkos buang puing-puing, habis waktu untuk membereskannya). Sangat tidak logis, tapi inilah yang sering terjadi.
Konon kasus rumah dinas juga sering sama. Namanya rumah dinas adalah rumah yang boleh ditempati saat masih berdinas. Tapi seringnya sudah pensiun atau bahkan sang pejabat sudah meninggal pun, keluarga masih menempati dan merasa berhak (memiliki) rumah dinas tersebut.
Pernah ketika mendengar syair lagu Gending Sriwijaya, penulis jadi bingung, mana yang benar? Apakah kata "asrama" atau "asmara"? Keduanya pernah penulis dengar, baik dinyanyikan dengan kata "asrama" maupun "asmara." Berikut syair lagu Gending Sriwijaya (sumber: Cece Rani):
Di kala ku merindukan keluhuran dahulu kala
Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya
Dalam seni kunikmati lagi zaman bahagia
Kuciptakan kembali dari kandungan Sang Maha Kala
Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru
Tutur sabda Dharmapala Sakya Khirti Dharma Khirti
Berkumandang dari puncaknya Siguntang Maha Meru
Menaburkan tuntunan suci Gautama Buddha sakti.
Kutembangkan nyanyian lagu Gending Sriwijaya
Dalam seni kunikmati lagi zaman bahagia
Kuciptakan kembali dari kandungan Sang Maha Kala
Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru
Tutur sabda Dharmapala Sakya Khirti Dharma Khirti
Berkumandang dari puncaknya Siguntang Maha Meru
Menaburkan tuntunan suci Gautama Buddha sakti.
Borobudur candi pusaka zaman Sriwijaya
Saksi luhur berdiri teguh kokoh sepanjang masa
Memahsyurkan Indonesia di benua Asia
Melambangkan keagungan sejarah Nusa dan Bangsa
Taman Sari berjenjangkan emas perlak Sri Kesitra
Dengan kalam pualam bagai di Sorga Indralaya
Taman puji keturunan Maharaja Syailendra
Mendengarkan iramanya lagu Gending Sriwijaya.
Penulis bertanya pada rekan Henry Gunawan Chandra, mana sih yang benar? Menurut penulis, sepertinya lebih pas "asrama" (pemondokan orang-orang yang belajar di Sriwijaya). Karena pemuka agama Buddha tidaklah menikah, kok ada cerita "asmara"?
Menurut Henry yang benar memang "asrama" yang berasal dari kata "ashram" (centre of meditation).
Penulis menemukan beberapa blog yang mencantumkan "asmara" dalam syairnya. Ini beberapa blog tersebut:
Berikut gambarnya, untuk memperbesar tampilan silakan klik pada gambar.
Tulisan ini berkaitan dengan Seriuskah Anda Berbisnis???
Pertama kali mengantar pakaian ke laundry F, cara perhitungan cucian yang ditimbang yang membuat penulis kaget.
Jika di laundry kiloan lain, biaya dikenakan sesuai dengan berat pakaian yang akan dicuci. Jika timbangan menunjukkan angka 5,2 kg, harga per kilo Rp 5.000 maka di bon tertera 5,2 kg dan biaya Rp 26.000.
Di laundry ini beda. Begitu kantong kresek ditaruh di timbangan, posisi jarum timbangan belum stabil berhenti di angka berapa, langsung dingkat, "Lima kilo Pak" katanya.
Penulis diam saja, meski agak penasaran. Kok begini cara timbangnya? Padahal di tempat lain, tunggu sebentar hingga jarum timbangan berhenti, lalu dilihat dengan teliti berapa kilogram pakaian yang akan dicuci.
Penasaran penulis tanya, "Mbak, kalau timbangannya 4,8 kilogram dihitung berapa kilo?" "Lima kilo Pak" jawabnya. "Kalau 4,1 kilo?" tanya penulis. "Empat kilo Pak" jawabnya. "Kalau 4,2 kilogram?" penulis penasaran. "Tetap 4 kilo Pak" jawab pelayan itu.
Ini perhitungan unik dan aneh. Biasanya, konsumen dimanjakan. Jika 4,8 kilo dihitung 4,5 kilo atau setidaknya tetap 4,8 kilo (tidak dilebihkan dan juga tidak dikurangi seperti yang diberlakukan pada laundry lain).
Bagaimana ini? Jadi, setiap penulis bawa pakaian untuk dicuci, tidak dijadikan 1 kresek, tapi dipisah. Taruh kresek pertama di timbangan, lihat angkanya menunjukkan angka berapa? Setiap cuci, angka akhir timbangan harus 2 ons (tinggal tambahkan atau kurangi jumlah pakaian sampai akhirnya 2 ons). Jadi timbangannya selalu 3,2 kilo, atau 4,2 kilo, atau 5,2 kilo. Di bon hanya dicatat 3 kilo, 4 kilo atau 5 kilo. Begitu juga kresek selanjutnya.
Lumayanlah... bonus 2 ons setiap bon dan pemilik laundry harus ekstra kertas (dari semua laundry yang pernah penulis pakai jasanya, laundry ini yang bon-nya pakai print komputer, yang lainnya bon tulis tangan). Padahal, kalau sudah komputerisasi, tak ada kesulitan hitung 5,3 kilo atau 5,4 kilo, dan seterusnya. Secara otomatis harga akan tercetak, tak perlu hitung manual pakai otak atau kalkulator.
Kalau mau lebih untung lagi, dari rumah timbanglah pakaian Anda 1,2 kilo setiap bungkusnya. Anda bisa mencuci 6 kilogram dengan biaya 5 kilogram. Pemilik laundry akan boros: 4 lembar kertas bon rangkap 2, 4 kantong plastik untuk membungkus pakaian, dan bisa jadi 2 atau 3 kresek tambahan jika kita ambil tidak sekaligus.
Luar biasa pemikiran pemilik laundry ini, kreatif dan inovatif! Hahaha...
Untuk mencuci pakaian, penulis menggunakan jasa laundry kiloan. Dari beberapa kali pindah jasa laundry (karena tidak cocok) penulis melihat "ketidakseriusan" pengelola jasa cuci setrika ini.
Pertama sebut saja laundry L. Awal-awal cuci di sini, semua baik-baik saja (meski sering tidak tepat waktu). Tapi setelah agak lama, pakaian yang sudah selesai tidak kunjung diantar (meski iklannya ada antar jemput gratis). Lalu ada pakaian yang tertukar dan hilang, akhirnya diganti.
Terakhir kali, ada beberapa permasalahan pada hasil cucian. Kaos baru robek di bagian punggungnya. Celana panjang, setrikanya terlalu panas sehingga warna kain jadi mengkilap dan ada tanda setrika. Celana jeans anak terkena noda pemutih (warna jeans biru jadi ada bintik-bintik putih). Saat itu juga penulis komplain sambil bawa pakaiannya. Kasih tahu pimpinan Anda, ada beberapa masalah di pakaian yang penulis cuci.
Ketika mengantarkan pakaian yang akan dicuci, penulis tanya lagi, apa komentar Boss Anda? Saya belum ketemu Boss. Ya, sudah. Penulis tidak akan cuci lagi sebelum ada tanggapan dari Boss.
Seharusnya jika ada permasalahan, pakaian robek atau terkena noda pemutih, beritahukan kepada konsumen dan minta maaf sambil menanyakan kami harus bagaimana (bentuk pertanggungjawaban). Bukan pura-pura tidak tahu.
Sampai sekarang, tak ada tanggapan dari pimpinannya.
* * * * *
Pakaian penulis bawa ke laundry lain, sebut saja laundry LS. Dua kali cuci, ada permasalahan juga. Pertama ada pakaian yang hilang, kedua tidak tepat waktu. Banyak tempat yang berani janji 2 hari selesai, tetapi ketika 2 hari konsumen datang, pakaian belum selesai. Jawaban pun tidak memuaskan. Setidaknya ada kata maaf, misalnya beberapa hari ini hujan terus, orderan terlalu banyak sehingga tidak tepat waktu. Tapi pelayannya, hanya bilang belum selesai. Coba nanti sore, atau besok.
Yang parah, ada pakaian anak yang akan dipakai pada perayaan Imlek di sekolah. Janjinya 2 hari selesai. Saat akan diambil belum selesai. Coba sore. Sore datang, juga belum selesai. Katanya sudah selesai, tapi di kantor pusat. "Coba Bapak ambil ke sana."
"Lha, saya cuci di sini, ambil di sini. Lagi pula, ini kesalahan Anda, sudah 2 hari belum selesai. Kok malah saya yang harus ambil ke tempat lain?" Tak ada jawaban memuaskan. Tolong antar ke rumah saya. Jawabnya: ya dan penulis kasih alamat. Tidak juga diantar sampai malam. Ketika dihubungi, tokonya sudah tutup dan karyawan itu sudah di rumahnya (nomor kontak ternyata nomor karyawan tersebut).
Besok pagi akan saya ambil karena ada pakaian yang dipakai untuk acara sekolah. Jam berapa buka? Ternyata jam buka setelah jam masuk sekolah. Anak saya nyaris tak mau ke sekolah karena kaos yang akan dipakai untuk perayaan Imlek tidak ada. Terpaksa pakai kaos lain!
Siang harinya ketika saya ambil, apa kata karyawan tersebut? "Saya sudah cek Pak, tidak ada seragam sekolah di cucian Bapak." Luar biasa karyawan seperti ini. Kalau jadi karyawan penulis, karyawan ini ada di urutan pertama pensiun saat itu juga!
Bukan minta maaf malah menyalahkan konsumen, seolah konsumen menipu. Penulis bentak, "Memang bukan seragam sekolah. Ini perayaan Imlek, harus pakai kaos merah yang ini" kata penulis sambil menunjuk pakaian dalam plastik. Kalau Anda kurang percaya, silakan ke sekolah (yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari lokasi laundry).
Penulis tidak mengerti bagaimana pemilik mengajari karyawannya bersikap seperti ini kepada konsumen!
* * * * *
Pindah ke laundry ketiga, sebut saja HH. Kinerjanya kurang lebih sama. Tidak tepat waktu. Sampai penulis bilang pakaiannya nanti diantar karena sudah 2 kali datang, masih juga belum selesai. Jawabnya: ya, tapi tidak juga diantar. Telpon atau SMS pun tidak. Parahnya lagi, ketika jumlah cucian yang tertera di bon tidak sama (kurang), bon dicoret-coret hingga tak terbaca baru ditulis angka yang sesuai dengan jumlah pakaian yang ada.
Waktu cucian diantar, mereka langsung hitung jumlahnya, misal 20 potong. Waktu akan ambil, ternyata ada 18 potong, tapi di bon asli angka 20 sudah dicoret sampai tak terbaca, dan ditulis 18 potong. Copy bon yang ada di tangan penulis diminta saat pengambilan. Sampai di rumah, ternyata pakaian hanya 18 potong (seingat penulis di bon tertulis 20 potong). Waktu komplain, apa jawab pelayan? "Pas, Pak. Ini tulisannya 18 dan Bapak hitung di rumah ada 18 potong" kata pelayan.
"Gimana tidak pas, angka 20 dicoret, jadi 18 sesuai pakaian yang ada. Kalau saya cuci 30 potong, waktu cuci hilang atau saat dijemur terbang dan hilang, sisa 10 potong pun, Anda tinggal coret angka 30 lalu ganti jadi angka 10. Pasti pas! Di sini 'kan ada perinciannya, 20 potong itu terdiri dari berapa kemeja, berapa kaos, berapa celana, dan lain-lain. Kalau Anda salah hitung, kenapa 20 potong itu ada perincian sekian kemeja, sekian kaos, dan lain-lain hingga 20 potong?" Tak ada jawaban (memang karyawan ini agak susah diajak bicara). Capek berdebat dan penulis pun tidak ingat pakaian mana yang tidak ada dan kantor pusatnya juga jauh, lupakan saja.
Jasa laundry lain masih banyak!
* * * * *
Sekarang ada di jasa cuci setrika keempat. Apakah masih bermasalah? Sejauh ini belum, tapi laundry ini, sebut saja F, unik sekali. Silakan klik links berikut tentang uniknya laundry ini. Timbangan Unik Versi Laundry.
Penulis bertanya-tanya. Konon katanya, pembeli konsumen adalah raja. Kepercayaan harus dijaga agar kelangsungan usaha terjaga. Apakah para pebisnis laundry menyadari hal ini???
Kutipan berita dari anggota dewan yang terhormat ini buat kita geleng-geleng kepala.
TEMPO.CO, Surabaya - Anggota DPRD Sampang, M. Hasan
Ahmad alias Ihsan, punya kebiasaan unik kala berkencan dengan pekerja
seks komersial. Dia selalu menikahi gadis ABG yang akan melayaninya.
Pengakuan ini, menurut polisi, muncul dari Ihsan sendiri.
Ihsan, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Madura,
Jumat, 12 April 2013 lalu, tertangkap polisi di sebuah hotel di
Surabaya, Jawa Timur, setelah dia berkencan dengan gadis di bawah umur.
Kini dia terancam dipecat dari kursi DPRD dan diberhentikan dari partainya.
Polisi yang menangkapnya mengaku mendapat informasi bahwa Ihsan
selalu menikah siri dengan setiap PSK yang melayani. Pernikahan siri
dilakukan di dalam mobil Honda Odyssey L 1824 QR milik Ihsan, sebelum
mereka berasyik masyuk. Seseorang yang disebut penghulu dihadirkan untuk
menikahkan anggota DPRD ini secara kilat.
Selain Ihsan, polisi menahan dua muncikari, yaitu Dea Ayu, 20 tahun,
warga Banyu Urip, Surabaya, dan Dini Rahmawati, 22 tahun, warga Putat
Jaya, Surabaya. Melalui kedua muncikari inilah Ihsan memesan gadis-gadis
yang ingin dikencaninya. Tarif yang dikenakan senilai Rp 2 juta sekali
kencan. Muncikari biasanya memotong Rp 100-350 ribu untuk setiap gadis
yang dipesan Ihsan.
Ihsan dijerat Pasal 81 dan 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Sedangkan dua muncikari itu dijerat UU Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia.
Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar
Surabaya Komisaris Hartoyo mengatakan kedua muncikari itu sudah sering
menyediakan gadis-gadis bawah umur. »Pelanggannya adalah orang-orang
yang sudah mereka kenal.”
AGITA SUKMA LISTYANTI
Sumber: Yahoo News
Ada orang yang sulit mengeluarkan uang. Anda akan menyebutnya apa? Hal itu sangat tergantung siapa orangnya.
Dia kawan Anda. Anda akan mengatakan "Ia orang yang irit" lalu Anda akan mengemukakan berbagai alasan untuk mendukungnya.
Dia lawan (musuh) Anda. Anda akan mengatakan "Ia orang yang pelit" lalu Anda akan mengemukakan berbagai alasan untuk mendukung perkataan Anda.
Katakanlah ada penyanyi, suaranya tidak terlalu bagus, aksi panggungnya tidak keren, kostumnya norak, dan lain-lain. Ketika beritanya dimuat di internet, Anda menghujatnya habis-habisan, Anda harus bersiap mendapat serangan balik dari fans-nya. Komentar fans yang sering penulis baca: Kalau Anda tidak tidak suka, pindahkan saja channel TV Anda. Mengapa Anda tetap menonton jika Anda tidak suka? Gitu saja kok repot...
Itu bisa terjadi meski yang Anda katakan memang jelek (tapi di mata fans-nya, Anda-lah yang jelek).
Lantas bagaimana jika yang Anda jelek-jelekkan orang, yang justru dianggap orang banyak adalah seseorang yang baik, sosok teladan, jujur, merakyat,... (setidaknya saat beliau menjabat di tempat sebelumnya)?
Inilah yang terjadi pada video di bawah ini. Silakan lihat video-nya lalu klik tulisan berwarna di bawah video tersebut, Anda akan dibawa ke situs YouTube dan Anda akan membaca puluhan sampai ratusan komentar para penonton video tersebut.
Klik juga links ini untuk membaca komentar-komentar yang akan membuat Anda tertawa dan terharu (begitu cintanya rakyat pada sosok Jokowi): Jokowi Dicela Anggota DPR, Pemirsa Balik Mencerca
NB:
Judul tulisan "Tuan Makan Senjata" bukan keliru ketik, tapi sengaja di-keliru-kan dari pepatah asli "Senjata Makan Tuan."
Kalau Barack Obama (BO) sudah punya Twitter sejak lama, beberapa hari lalu diberitakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga punya Twitter. Buat Anda yang ingin jadi follower, ini account Twitter Presiden RI dan Presiden AS.
Dari segi jumlah, tentu jauh berbeda. Ini stastistiknya saat data diambil. Data pertama milik Barack Obama, kedua Susilo Bambang Yudhhoyono, ketiga selisihnya.
- Tweets: 9.027 (BO), 27 (SBY) --> 9.000 tweets
- Following: 663.627 (BO), 9 (SBY) --> 663.618 orang
- Followes: 29.859.805 (BO), 722.798 (SBY) --> 29.137.007 orang
Ehm... kalau dilihat sekilas, tampilan foto untuk account Twitter kedua presiden kok mirip ya?
Ada 9 account yang di-follow back Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono. Siapa mereka? Klik: Di Balik Kisah 9 Orang yang Di-folback oleh SBYudhoyono
Ada 9 account yang di-follow back Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono. Siapa mereka? Klik: Di Balik Kisah 9 Orang yang Di-folback oleh SBYudhoyono
Anda pernah tahu ada Bank Pangkar?
Anda pernah pernah mendengar seseorang yang mengaku Drs. H. Alex Gunawan, yang juga mengaku karyawan marketing RCTI tapi
bicaranya seperti penjual obat kaki lima dan menyebut kalimat dalam bahasa Inggris: Yum mredes? Entah apa artinya dan
bagaimana tulisan bahasa Inggrisnya.
Anda pernah mendengar penipu yang menganjurkan Anda (calon korban) untuk menekan tombol "Please Call The Police" di mesin ATM yang sebenarnya tidak pernah ada? Jangan-jangan, melihat mesin ATM pun, si penipu ini belum pernah!
Kalau ada jawaban Anda "belum pernah" dari pertanyaan di atas, ini saatnya Anda mendengarkan rekaman ini. Ini adalah sindikat penipu (pada back sound terdengar teman-temannya juga sedang mencoba penipu korban lain).
Video edukasi dan hiburan ini sangat menghibur dan mendidik. Mengedukasi kita semua bahwa sekolah itu memang sangat perlu. Sekali pun Anda ingin dapat uang dengan cara mudah dengan kerja tidak halal (kriminal), Anda pun harus pintar! Baru kali ini Anda akan mendengar seorang penipu yang (maaf) segoblok ini.
Ingin jadi penipu tapi Anda tidak pintar? Anda akan jadi bahan tertawaan orang sedunia seperti pada rekaman ini... Penulis jamin Anda akan tertawa terpingkal-pingkal, jika Anda tidak tertawa, tampaknya ada yang kurang beres dengan diri Anda. Hahaha....
Pendengar rekaman YouTube pun mencoba mencari tahu siapa nama penipu ini (saat penipu mengeja namanya: Echo Romeo Lima Alpha November?) Erlan? Karena penyebutan nama sendiri pun tidak konsisten (berubah-ubah karena gugup).
Ada yang mencari tahu siapa pemilik rekening tujuan transfer, ini links ke nama pemilik rekening BNI (silakan klik): Nama pemilik rekening
Anda ingin membaca apa saja komentar para pendengar rekaman ini setelah tertawa terpingkal-pingkal mendengar rekaman kekonyolan si penipu? Silakan klik: YouTube
Anda ingin tahu nomor telpon penipu? Silakan klik: Data Penipu
Bacaan terkait dengan hal ini:
- Agar Anda Tak Jadi Korban Penipuan SMS
- Anda SMS Spam, Nomor Ponsel Anda Dipajang di Sini
- Call Center & Cek Pulsa Operator Selular
- Masih Mencoba Menipu via SMS
- Mengapa Begitu Sulit Mencegah Penipuan Berkedok Undian Berhadiah???
- Mengenal Nomor Operator Selular dari 4 Nomor Awalnya
- Rekaman Terlucu di Dunia (Tidak Tertawa, Uang Kembali). Hehehe
- Waspada Penipuan: Pura-Pura Transfer Tapi Gagal
Langganan:
Postingan (Atom)