Asyik browsing di dunia maya memang bisa membuat penulis lupa waktu. Penulis lupa kalau pada Kamis (11-11-2010) ada pidato/ kuliah umum Presiden Barack Hussein Obama atau biasa disapa dengan nama kecilnya Barry di Universitas Indonesia, Jakarta.
Ketika ingat dan coba cek di aneka stasiun TV swasta, ternyata pidato presiden yang suka nasi goreng, sate, dan baso ini sudah selesai. Lebih cepat daripada yang direncanakan. Ini terkait dengan erupsi gunung Merapi yang ditakutkan akan mengganggu penerbangan beliau dengar Air Force One ke Seoul, Korea Selatan.
Untungnya sekarang jaman internet, pidato yang terlewat itu bisa disaksikan dan didengarkan dari aneka situs yang menyajikan links ke pidato Presiden Obama yang mencoba mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia seperti: Terima kasih, selamat pagi, salam sejahtera, Indonesia bagian dari diri saya, sate enak ya?
Presiden Obama juga sempat mengenang masa kecilnya saat di Jakarta, tinggal di Menteng Dalam dengan pohon mangga di depan rumahnya, main layangan, menangkap capung, makan sate. Mengingat hotel Indonesia, pusat perbelanjaan Sarinah, becak, bemo, dan hal lain.
Buat rekan-rekan yang juga tak sempat menyaksikan atau ingin melihat dan mendengar lagi pidato "Anak Menteng" yang lagi "Pulang Kampung Nih...", silakan klik links berikut: Pidato Lengkap ObamaSelamat jalan Mas Barry, maaf tidak bisa mengantar sampai ke bandara... (he...3x). Soalnya waktu kepulangannya sama dengan waktu untuk menjemput Dhika, putra saya yang pulang sekolah. Lain kali datang lagi ya? Dekat rumah saya ada baso yang enak. Tenang, nanti saya traktir deh...
Ini beberapa foto Barrack "Barry" Obama...
Ehm... Anda termasuk salah seorang yang berani (pemberani) meng-klik judul posting yang penulis tulis dengan huruf BESAR SEMUA.
Ini hanya sebuah foto keluarga yang sepintas tampak biasa saja, tapi bila dilihat beberapa detik, lumayan seram. Foto ini penulis temukan saat surfing (lupa nama website-nya). Sekarang penulis coba bagikan kepada Anda, para pemberani. Yang bukan pemberani, jangan klik tombol Open di bawah ini. Silakan klik posting pada Labels lain saja (lihat sisi kanan di bawah tulisan Labels).
Nanti setelah klik tombol Open,
Perhatikan Beberapa Detik Foto Anak Di Tengah
(yang Berbaju Merah).
Anda Berani??? Silakan klik tombol Open
Bagaimana? Silakan berkomentar...
Ponsel/ HP memang sudah jadi "kebutuhan hidup" dari yang jalan kaki sampai yang bermobil mewah. Jadi bukan pemandangan langka mbak-mbak penjual jamu keliling, penjual bakso, sampai pemulung pun punya HP. Penulis sering memergoki seorang pemulung yang sering beroperasi di sekitar kompleks tempat tinggal penulis sedang asyik SMS-an.
Kemajuan teknologi memang memudahkan dalam banyak hal. Tengah malam lapar, tidak perlu repot buka pintu pagar, jalan kaki ke tempat penjual nasi goreng, cukup SMS: "Mas nasi goreng 1 bungkus, pedas." Tak berapa lama kemudian, terdengar ketukan di pintu pagar, tinggal kasih uang, ambil nasi gorengnya.
Yang sekarang ramai mungkin tidak sekedar SMS-an, tapi FB atau Twitter-an. Hampir tiap hari penulis melihat orang asyik SMS-an (mungkin ganti status FB-nya?) ketika sedang menjalankan kendaraan (entah menyetir mobil atau mengendarai motor).
Pengendara motor yang sesekali melihat ke depan, sesekali melirik ke HP di tangan kiri yang sedang mengetik, itu pemandangan yang lazim. Terkadang di jalan yang hanya cukup 2 mobil berpapasan, mobil di depan penulis berjalan pelan. Padahal kendaraan di belakang (termasuk penulis) ingin mendahului tidak bisa karena dari arah berlawanan ada mobil dan kendaraan lain. Setelah jalur berlawanan kosong baru bisa mendahului. Apa penyebab mobil tadi berjalan pelan? Bukan jalan berlubang, bukan ada yang menyeberang, tapi asyik ber-SMS atau ganti status FB atau ber-Twitter-an!
Kalau asyik main HP sambil nongkrong, sambil menunggu di ruang tunggu rumah sakit, atau di terminal, atau di peron, mungkin tidak terlalu bermasalah. Itu hak Anda! Tapi kalau di jalan raya? Selain mengganggu kelancaran lalu lintas, hal ini bisa mencelakakan orang lain.
Kalau orang suka kebut-kebutan dengan motor, dianjurkan disalurkan secara positif ke arena balap motor. Nah... kalau asyik main HP di jalan raya? Penulis berharap di acara 17 Agustus-an tahun depan ada panitia kreatif yang menyalurkan hobby ini. Lomba SMS sambil berkendara. Atau ada yang mengusulkan lomba ini masuk sebagai cabang olah raga eksebisi di PON, Sea Games, Asian Games, atau olimpiade? Penulis pikir, Indonesia berpeluang besar meraih medali emas untuk cabang ini.
Beberapa hari lalu, ada yang beda ketika memencet remote mencari acara TV yang enak ditonton. Pas di channel yang biasanya TPI, sekarang sudah ganti MNCTV. Oh... ternyata sudah ganti pemilik dan launching nama dan logo baru pada tanggal cantik 20 Oktober 2010 alias 2010 2010. Menurut berita di internet, TPI yang semula dimiliki Mbak Tutut, sekarang sudah jadi milik MNC group (sama dengan RCTI dan Globaltv). Tapi persoalan kepemilikan ini belum sepenuhnya tuntas, masih dalam proses hukum, demikian pemberitaan media online.
Posting penulis kali ini bukan untuk membahas siapa pemilik sah stasiun TV tersebut. Posting ini dibuat karena mengingatkan penulis pada penggantian nama (termasuk logo juga) beberapa stasiun TV lain sebelumnya. Untuk TV nasional, sekarang sudah 3 yang berganti pemilik. TV 7 yang semula milik Kelompok Kompas Gramedia (KKG) beralih jadi milik Trans Corpora. Kemudian Lativi milik Abdul Latief (mantan menteri tenaga kerja era Orde Baru) berganti jadi tvOne (milik Bakrie & Brothers, sama dengan antv dan portal berita vivanews.com). Dan terakhir TPI menjadi MNCTV. Sekedar info dan bernostalgia inilah logo-logo TV tersebut.
Ya, "Lebih baik mengobati daripada mencegah" mungkin begitulah kenyataan yang selama ini penulis lihat di lapangan. Itulah yang terjadi dalam penanganan masalah PKL (Pedagang Kaki Lima).
Tulisan ini bukan untuk memihak salah satu kelompok (yang menertibkan atau yang ditertibkan). Berkali-kali penulis menyaksikan langsung maupun melalui TV atau berita di koran, penggusuran, relokasi, atau penertiban (yang intinya memindahkan PKL dari tempat yang terlarang dan mengganggu kelancaran lalu lintas), selalu mendapatkan perlawanan. Tiap penertiban selalu ricuh, dari sekedar perang mulut sampai perang kayu/ batu yang mengakibatkan korban luka-luka.
Bagaimana setelah ditertibkan? Dalam jangka relatif singkat, terlihat rapi dan tertib. Tapi ya itu tadi, tidak dilakukan tindakan pencegahan lagi setelah ditertibkan. Secara perlahan, di tempat yang sama, muncul lagi PKL. Karena ada 1 PKL dan tidak ditertibkan, perlahan dan pasti teman-temannya akan datang dan bergabung.
Bagaimana kalau sudah lama dan banyak PKL sehingga mengganggu lalu lintas? Penertiban lagi. Ricuh lagi, dan berdarah-darah lagi. Begitulah terus siklus ini terjadi. Sampai kapan keadaan seperti ini akan terus terjadi???
Hal ini bukan hanya terjadi pada PKL, tapi juga pemukiman liar (tempat tinggal yang dibangun di tanah milik orang lain tanpa izin). Biasanya terjadi pada tanah milik negara. Karena "terlantar" maka akan ada 1 orang yang "membangun rumah" ala kadarnya dari kardus, kayu, tripleks bekas. Setelah melihat ada bangunan di sana dan tidak ada teguran/ tindakan dari pemilik tanah, maka orang lain akan ikut. Perlahan dan pasti akan banyak rumah di sana. Masih tak ada tindakan dari pemilik tanah, bangunan semipermanen akan jadi bangunan permanen. Anehnya bangunan tak resmi seperti ini bisa punya meteran listrik dari PLN, atau telpon dari Telkom. Kalau rumah (bangunan) sudah banyak? Mulai lagi siklus penertiban dan yang pasti akan ricuh.
Coba Anda perhatikan lingkungan di sekitar Anda. Depan toko, di depan tembok pabrik, di lorong/ gang, di atas saluran air/ got, di halte bis kota, di sela-sela 2 rumah di dalam kompleks perumahan (biasanya di antara 2 rumah ada got/ saluran air atau sungai kecil), di sana akan berdiri rumah. Semula semipermanen sampai nantinya jadi rumah, kios, atau toko permanen. Kalau sudah dinilai mengganggu (mengganggu saluran air, menyebabkan jalan jadi sempit dan macet, dan lain-lain), barulah dilakukan penertiban. Sekali lagi, siklus penertiban akan terulang. Kalau daerah itu sudah bersih setelah penertiban?
Ya itu tadi, siklus akan terulang. Tidak ada upaya pencegahan. Maka di sana akan mulai ada bangunan lagi, dibiarkan, jadi banyak, setelah banyak, baru ditertibkan. Di sinilah yang menurut penulis diterapkan pembalikan pepatah yang menjadi "Lebih baik mengobati daripada mencegah."
Belasan tahun lalu (ketika kuliah), penulis pernah mengirim Surat Pembaca ke harian lokal dan dimuat. Isinya? Penulis mengomentari cerita anak karya seorang penulis. Mengapa penulis mengirim Surat Pembaca ini?
Beberapa cerita anak karya penulis tersebut (sebut saja AD), inti ceritanya sama persis dengan cerita anak yang pernah penulis baca saat masih SD! Cerita ini tentang kemampuan seorang anak menuntaskan kasus (detektif cilik). Di buku yang penulis baca, nama tokohnya Detektif Bintang.
Kok inti ceritanya sama? Akhirnya ditanggapi oleh AD. Di awal tulisannya ia mengucapkan terima kasih karena tulisannya untuk anak ternyata dibaca oleh mahasiswa. Kemudian AD menjelaskan itu bukan plagiat, tapi mengembangkan ide.
Penulis tidak melanjutkan "perdebatan" ini di harian tersebut. Pertama sudah tidak "sreg" dengan tanggapan. Kedua, disibukkan dengan kegiatan perkuliahan.
Tapi diskusi tentang hal ini dilanjutkan dengan teman penulis (Agus Mulyawan). Agus, teman kuliah penulis ini, anak seorang kepala sekolah. Kebetulan ia juga pernah membaca cerita Detektif Bintang ini.
Versi kami, cerita itu jiplakan/ plagiat (AD tak mengatakan kalau ia adalah penulis cerita Detektif Bintang yang asli). Jadi kesimpulannya, AD bukanlah penulis Detektif Bintang yang sebenarnya, yang duku pernah kami baca. Hanya cerita detektif karya AD ini "kebetulan" banyak yang mirip.
Terkadang orang sering berdalih, kemiripan itu hanya kebetulan saja. Tapi dalam kasus ini, beberapa cerita karya AD yang sudah dimuat, inti cerita (kasusnya) sama dengan cerita Detektif Bintang. Jadi bukan hanya 1 cerita saja. Tidak pas kalau dibilang hanya kebetulan (kebetulan kok berkali-kali sama)?
Ini pendapat pribadi penulis. Inti dari sebuah cerita, singkat saja. Contohnya sebuah kasus, hilangnya sepotong ikan goreng di rumah teman sang detektif. Bagaimana detektif memecahkan kasus ini? Ia meminta semua anak di rumah itu menyodorkan kedua tangannya ke kucing. Kucing menciumi satu persatu telapak tangan anak itu. Pas tangan "pencuri" kucing itu berhenti dan menjilat-jilat. Jadi meski sudah cuci tangan, kucing masih bisa mengendus aroma ikan goreng tersebut.
Itu saja inti ceritanya. Kalau hanya mengganti nama tokoh (misal: nama Bintang jadi Dewa), mengubah lokasi cerita (rumah Andi jadi rumah Toni), atau hal lain, bagi penulis, itu tak terlalu berpengaruh pada isi cerita.
Jadi kesimpulan penulis, karya AD itu jiplakan atau plagiat. Kalau bukan plagiat? Wah... kita mudah sekali menulis cerita/ cerpen. Tinggal ganti asesories ceritanya. Nama tokoh, lokasi, dan lain-lain yang tidak mengganggu inti cerita. Mirip dengan lagu. Kalau hanya mengganti syair, pantaskan kita disebut pencipta lagu? Nada/ melodi sama, hanya beda syair (baik itu menerjemahkan arti lagu aslinya atau syairnya benar-benar berbeda), tetap saja kita bukan pencipta lagu. Hanya kita tulis, lagu oleh si Anu, syair/ lirik oleh kita (itu pun kalau untuk komersial, harus izin dulu ke pencipta lagunya).
Sekali lagi, ini hanya pendapat pribadi. Maklum saja, pengetahuan penulis tentang dunia tulis menulis masih minim.
Catatan:
Tulisan dengan Labels: "Artikel Bahasa" ini ditulis dalam rangka Bulan Bahasa (Oktober 2010).
Minggu (10-10'10) jadi tanggal cantik yang banyak digunakan oleh pasangan untuk dijadikan hari pernikahan. Termasuk pasangan artis: Indra Bekti & Adilla Jelita.
Di tanggal tersebut, kami (penulis beserta istri dan kedua anak kami) mendapat undangan untuk menghadiri salah satu pernikahan bernuansa serba 10 tersebut. Kalau mau lebih komplet lagi angka 10-nya, bisa ditambah jam pemberkatan pada pukul 10:10:10' dan lain-lain.
Pernikahan itu, antara Franky Winarta & Sisca Haryanto di Museum Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah (Jakarta). Serba kebetulan pula, di "pesta kebun" kerabat dari istri penulis tersebut, sang pengantin pria juga berulang tahun (tapi yang pasti bukan ulang tahun ke-10).
Kami juga salah satu pasangan yang menikah dengan tanggal unik. Kami melaksanakan pemberkatan pernikahan hari Kamis, 20 Maret 2003 atau sering kami tulis 2003 2003, atau cukup 2003. Ingat tanggal dan bulan, otomatis akan ingat tahun pernikahan. Bukan cuma unik, pernikahan kami juga tercatat di Muri (Museum Rekor dunia Indonesia). Silakan klik ini untuk melihatnya: Rekor Undangan Pernikahan 6 Bahasa atau Undangan Pernikahan Enam Bahasa, Masuk Muri.
Buat yang akan menikah, masih ada 5 tanggal cantik lainnya. Kalau Anda ingin yang triple seperti tanggal 10-10'10, masih tersisa 2 lagi: 11-11'11 (11 November 2011) dan 12-12'12 (12 Desember 2012). Kalau ingin yang double seperti kami, tersisa 3 yakni: 2010 2010 (20 Oktober 2010) 2011 2011 (20 November 2011) dan 2012 2012 (20 Desember 2012). Bila jatuhnya bukan hari Minggu, jadikan tanggal tersebut sebagai tanggal pemberkatan saja, resepsi/ pestanya bisa tanggal lain di hari Minggu. Resepsi pernikahan kami: Minggu, 01 Juni 2003.
Setelah lewat tahun 2012, tidak ada lagi yang seperti itu. Karena bulan hanya sampai 12 (Desember), tidak ada bulan 13. Jadi hanya bisa double tanggal dan bulan saja (misal: 01 Januari --> 0101 atau 02 Februari --> 0202 sampai 12 Desember --> 1212) terserah mau tahun berapa saja.
Ayo siapa yang mau menikah di tanggal cantik? Silakan pilih yang masih tersedia...
Buat Franky & Sisca, Selamat menempuh hidup baru. Semoga bahagia dan rukun selamanya
NB:
Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan hadirnya sepasang buah hati mereka: Fordlico Winarta (biasa dipanggil Ford) dan Ferrari Winarta (biasa disapa Fei).
Keunikan pasangan serba 10 (Franky & Sisca) semakin lengkap dengan terungkapnya fakta bahwa: Franky adalah anak ke-10 dan Ford adalah cucu ke-10.
Tampaknya pasangan ini penyuka mobil-mobil keren (Ford & Ferrari adalah merek mobil berkelas). Hehehe...
"Lain padang, lain belalang. Lubuk, lain ikannya" begitu kata pepatah. Lain perusahaan, lain manajemen, lain punya cara kerja dan penanganan masalahnya. Inilah yang penulis perhatikan saat berbelanja di 2 swalayan nasional berbeda di kota penulis. Dua swalayan memperlakukan produk makanan "kurang layak" dengan 2 cara berbeda.
Di swalayan S, buah-buahan yang "kurang bagus" (misalnya apel yang satu sisinya kurang bagus (agak membusuk atau mungkin juga hanya memar karena terjatuh atau buah lain yang mengalami hal yang sama), langsung dipotong tanpa aturan oleh karyawan kemudian dibuang ke kantong plastik bening besar. Semua pengunjung dapat melihat kegiatan ini sambil berbelanja. Entah selanjutnya dibuang atau untuk dijadikan pakan ternak. Tapi yang jelas tidak untuk dimakan manusia lagi karena bercampur dengan sayuran, plastik, dan barang lain.
Bagi penulis, sayang sekali buah-buah itu (perlu sekian lama dari benih sampai panen dan melalui proses distribusi yang panjang hingga siap dibeli konsumen, hanya terbuang percuma ke tempat sampah). Ini pemborosan dan menyia-nyiakan sumber daya yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan.
Mungkin bisa diberikan kepada anak jalanan, pengemis, dan lain-lain. Karena sebenarnya buah yang terbuang ini bukan tidak layak makan.
Hal yang sama juga terjadi pada roti tawar yang mendekati masa kadaluarsa. Roti tawar dibuka dari bungkusnya lalu dipotong-potong dan dibuang ke kantong plastik bening besar tersebut, bercampur dengan potongan buah dan sayur.
Di swalayan lain, penulis tidak melihat secara langsung proses/ perlakuan terhadap buah-buahan "kurang bagus" ini. Tapi penulis melihat di swalayan G, ada kemasan buah-buahan campur dalam kemasan 1 styroform. Ada buah apel, pear, dan buah lain yang sudah terpotong dikemas dalam 1 styrofoam. Penulis pikir, ini tentu buah "kurang bagus" lalu dipotong, dikemas lalu dijual dengan harga murah.
Di sebuah swalayan lainnya, penulis juga melihat buah "kurang bagus" ini dikemas dalam 1 styroform dan dijual dengan harga murah. Ada buah apel, pear, juga pisang yang sudah matang (ada bintik-bintik hitam karena terlalu matang).
Bagaimana dengan roti tawar? Di swalayan lain, penulis melihat olahan roti tawar. Roti tawar kering (roti tawar yang diolesi mentega dan ditaburi gula pasir lalu dimasukkan oven sampai jadi kering seperti kerupuk). Roti tawar ini laris diserbu pembeli. Apakah Anda yakin ini dibuat dari roti tawar yang baru diproduksi, langsung diolah dengan cara di-oven? Tentu ini roti tawar yang mendekati masa kadaluarsa, kemudian diolah lagi. Kreatif! Dan produk ini layak makan (bukan dibuat dari makanan tak layak atau produk kadaluarsa).
Anda pernah melihat swalayan yang menjual semangka atau melon yang sudah dipotong kecil-kecil dikemas dalam styrofoam? Apakah ini dari buah semangka utuh yang kondisinya tanpa cacat lalu dipotong jadi irisan buah baru dijual?
Biasanya diambil dari semangka atau melon yang cacat (misalnya di satu sisinya retak atau remuk). Dijual utuh tentu tidak akan dipilih oleh konsumen. Jadi bisa dibelah 2 (ambil sisi lain yang utuh lalu ditutup dengan plastik bening dan ditimbang dan diberi label harga). Dan sisi lainnya? Ya diiris sepotong-sepotong seperti penjual buah dengan gerobak dorongnya.
Menurut penulis, sayur, buah, roti atau produk makanan lain yang "kurang bagus", sebenarnya masih bisa dimanfaatkan.
Anda tentu pernah melihat swalayan yang juga menjual masakan olahan. Kita tidak tahu (dan tak peduli atau terpikir) apakah kangkung-nya berasal dari kangkung segar atau kangkung layu? Tapi yang pasti sebagai swalayan mereka pasti menjaga mutu. Kangkung layu, masih layak (jadi bukan sayur atau daging busuk atau kadaluarsa yang diolah jadi makanan siap saji). Ini langkah yang bagus (menurut penulis). Rasanya sangat disayangkan (baca: sedih) melihat makanan yang masih bisa dimanfaatkan (buah, sayur, atau roti) hanya dipotong asal-asalan lalu dibuang ke tempat sampah. Padahal makanan itu bisa dimanfaatkan untuk berbagi dengan sesama yang kurang beruntung atau diolah dan dijual dengan harga terjangkau, atau dibagikan kepada karyawan.
Di pasar tradisional Anda pun akan menemukan hal ini. Menjelang sore, pedagang akan menjual dagangannya yang tak tahan lama (tak bisa disimpan lama) dengan harga lebih murah. Pertama karena kondisinya tidak segar lagi, kedua: karena itu sisa dari yang telah dipilih pembeli sejak pagi, ketiga: daripada besok terbuang percuma.
Tapi ini hanya opini pribadi penulis. Lain padang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya. Lain orang, lain pemikiran. Kita bebas berpendapat. Ya 'kan?
Penulis adalah pelanggan setia operator Indosat (pakai Mentari). Sejak pertama kali punya ponsel (HP) di akhir tahun 90-an hingga hari ini (sudah belasan tahun), penulis tidak ganti nomor. Nomor perdana yang dibeli dengan harga 150 ribuan (termasuk pulsa Rp 10.000), masih dipakai hingga kini. Sekarang sudah jauh berbeda, kartu perdana banyak yang diberikan cuma-cuma alias gratis.
Pulsa penulis, 90% lebih hanya digunakan untuk ber-SMS. Jarang sekali dipakai untuk menelpon. Jadi penulis tidak pernah tertarik dengan segala tawaran pemasangan nada sambung atau Ring Back Tone (RBT) dan sejenisnya. Iklan via SMS yang masuk ke HP, hampir pasti langsung dihapus. Penulis juga tidak pernah peduli dengan segala iklan game, cerita lucu, video lucu, tips motivasi, ramalan bintang, dan sebagainya yang muncul di TV maupun media cetak.
Jadi penulis tidak mau tahu cara berlangganan atau cara berhenti berlangganan.
Sampai suatu hari penulis menerima SMS dari operator (?) dengan nomor 808. Isinya sebagai berikut:
Terima kasih atas pengisian pulsa Anda. Sebagai tanda penghargaan, kami memberikan Paket Musik: iRing GRATIS selama 30 hari, dan seterusnya. Lagu yang Anda dapatkan adalah... Jika tidak ingin mengaktifkan ketik TIDAK, SMS ke 808. CS: 021 7941178
Penulis cek dengan menelpon ke nomor sendiri, ternyata sebelum diangkat sudah ada lagu (jadi nada tunggu tidak lagi berbunyi tut... tut...tut...). Karena tidak ingin menggunakan iRing, penulis langsung ketik TIDAK dan kirim ke 808, sesuai petunjuk di SMS yang penulis terima. Dicek lagi, tetap saja masih ada iRing. Diulangi lagi, ketik: TIDAK kirim ke 808, hasilnya sama saja.
Ya, sudahlah. Biarkan saja dulu ('kan GRATIS 1 bulan?). Nanti kalau sempat, coba telpon ke operator dan menanyakan bagaimana cara menghilangkan iRing tersebut.
Eh... ternyata lupa. Satu bulan kemudian, tiba-tiba dapat SMS dari 808 lagi:
Layanan iRing Anda telah diperpanjang sampai tanggal sekian. I-Ring akan diperpanjang otomatis setelah 30 hari, biaya... Stop ketik UNREG ke 808. Dan seterusnya....
Oh... ternyata kalau mau batalkan (berhenti langganan), harus ketik UNREG kirim ke 808. Padahal di SMS awal (dapat iRing GRATIS) harus ketik TIDAK kirim ke 808.
Penulis coba ketik UNREG lalu kirim ke 808. Langsung dapat balasan dari 808: Layanan iRing Anda dinon-aktifkan. Untuk berlangganan kembali ketik REG kirim ke 808. Dan seterusnya...
Penulis jadi bingung dengan SMS seperti itu. Perintah yang diberikan di awal tidak bisa berfungsi sehingga pelanggan seperti saya terpaksa berlangganan iRing 1 bulan (otomatis potong pulsa).
Jadi bila Anda menerima perintah sejenis, kalau ketik TIDAK tapi tidak juga berhenti berlangganan, Anda harus kreatif mengganti kalimatnya menjadi UNREG. Karena TIDAK itu artinya sama dengan UNREG (?).
Atau kalau masih tetap tidak juga stop berlangganan, mungkin Anda bisa coba ketik BUKAN, atau BATAL atau NO atau yang lain. Sekedar saran saja.
Anda pernah mengalami peristiwa yang membuat Anda nyaris meninggal dunia? Anda sudah begitu dekat dengan ajal? Tapi beruntung Anda masih selamat dan tetap hidup sampai sekarang.
Penulis pernah. Kalau teringat lagi peristiwa itu, merinding jadinya. Ini beberapa kejadian itu yang masih penulis ingat.
- Waktu masih SD. Penulis bermain bulutangkis bersama teman-teman. Satu sisi lapangan itu ada sedikit genangan air. Penulis dan adik tak mau dapat tempat yang becek. Akhirnya lawan main yang menempati tempat itu. Waktu main dia terpeleset lalu marah-marah. Terjadi percekcokan. Akhirnya kami ngacir pulang, dan teman yang terjatuh itu melempar batu ke arah kami. Ukuran batu sekitar setengah dari kepala kami. Batu itu nyaris mengenai kami, lalu menghantam tiang listrik dan mengeluarkan suara keras. Belasan tahun kemudian penulis dapat kabar, dia yang melempar batu ke arah kami sudah meninggal (minggat dari rumah dan meninggal karena berkelahi dengan anak jalanan). Anak ini memang terkenal nakal.
- Waktu KKN (Kuliah Kerja Nyata). Kami (cowok-cowok) berenang dari tepi sungai ke tengah sungai. Bagian tengah sungai tanahnya memang lebih tinggi sehingga bila sampai di tengah sungai kami bisa duduk-duduk. Sedikit lagi mencapai tengah, penulis kehabisan tenaga. Penulis terbawa arus sungai, untunglah rekan penulis segera mendorong perahu ke arah penulis sehingga penulis bisa berpegangan pada perahu. Wah... nyaris saja mati!
- Waktu berboncengan motor dengan saudara sepupu penulis. Kejadiannya di daerah Grogol sekitar depan Untar (Universitas Tarumanegara). Penulis duduk di belakang, dan dari arah belakang ditabrak mobil Jeep. Suaranya tabrakan cukup keras. Tangan penulis yang saat itu berpegangan pada besi di sisi tempat duduk, terluka. Lampu belakang motor pecah. Tapi kami semua selamat, cuma shock. Waktu mendengar bunyi tabrakan itu, sekilas yang di pikiran "Wah... mati saya..."
-
Mungkin Anda pernah klik links lalu Anda dibawa ke halaman yang Anda inginkan, tapi tampilannya seperti di bawah ini: (klik pada gambar untuk memperbesar)
Penulis sering mengalami hal tersebut. Itu artinya posting yang Anda cari di blog tersebut sudah tidak ada. Ini bisa berarti posting tersebut sudah dihapus atau bisa juga tidak dihapus tapi disimpan pemilik blog dalam bentuk draft (tidak bisa dilihat oleh pengunjung blog).
Penulis beberapa kali melakukan hal ini. Posting yang ada tak sengaja dihapus, kemudian buat posting baru dengan isi sama. Tentu saja links-nya (links pertama yang terlanjur dicatat orang lain), sudah tidak berlaku lagi.
Atau terkadang penulis merasa tidak cocok dengan judul posting-nya, maka penulis hapus posting tersebut, lalu buat posting baru. Hal ini juga berakibat, links lama tidak berlaku lagi (tidak ada).
Kalau Anda mengalami hal seperti itu, coba Anda masuk ke blog tersebut (mungkin saja posting yang Anda cari ada, tapi karena pemilik blog ganti judul posting, maka links-nya berubah). Cara masuk ke blog tersebut? Lihat tulisan alamat links di address browser.
Misalkan links tadi beralamat: http://rekor.blogspot.com/2008/05/kok-tidak-ada-sih.htm Maka hapus saja karakter setelah .com sehingga tersisa http://rekor.blogspot.com lalu tekan Enter. Maka Anda akan dibawa ke halaman utama blog tersebut.
Atau bisa juga Anda tinggal klik tulisan berwarna biru: (dalam hal ini: HFJ Blog) dari kalimat tertera di gambar di atas (atau yang penulis copy ke bawah ini):
Maaf, laman yang sedang Anda cari dalam blog HFJ Blog tidak ada.
Atau bisa juga Anda klik tulisan: Ke beranda blog di sudut kanan bawah.
Maka Anda akan dibawa ke halaman utama blog tersebut. Silakan cari posting yang Anda inginkan.
Dulu, waktu merenovasi rumah keluarga, kami menggunakan jasa tukang yang sudah kami kenal baik. Dulunya hanya penulis percaya untuk hal ringan, membenahi genteng bocor, mengecat tembok, dan hal kecil lainnya. Dari ceritanya yang sangat meyakinkan, akhirnya kami percayakan renovasi kecil-kecilan kepadanya.
Tapi kepercayaan kami harus berakhir dengan kekecewaan. Mutu yang dihasilkan jauh dari yang diharapkan.
Kemampuannya jauh dari yang diceritakan. Dari mulai pembelian bahan baku. Pasir yang dibeli diantar pada malam hari agar kami tidak jelas bagaimana kualitasnya. Lebih mirip tanah daripada pasir.
Waktu kerja jauh lebih lama daripada yang diperkirakan karena "membangun" hal sederhana pun jadi harus diulang beberapa kali (habis waktu dan bahan). Pembelian bahan baku lain? Ternyata diarahkan ke toko yang memberi banyak tips kepadanya daripada toko langganan kami yang sebenarnya lebih murah. Semula penulis percaya, ikut saja sarannya. Tetapi saat penulis bertransaksi, terang-terangan si pemilik toko memberikan uang tips kepadanya. Tentu saja uang tips ini dibebankan ke harga beli bahan bangunan yang penulis beli.
Hasil renovasi mengecewakan dan berkali-kali kami harus merenovasi lagi. Bangunan yang dihasilkan tidak bagus: tembok retak-retak, bentuk bangunan tidak simetris, pemasangan ubin tidak rata, tembok miring, dan lain-lain. Selain menghabiskan biaya yang besar, juga merepotkan kami karena perbaikan harus dilakukan berkali-kali.
Penulis hanya memberikan 1 kali kesempatan. Sekali mengecewakan, jangan harap ada orderan untuk kedua kalinya. Jangankan untuk renovasi, mengecat pun tidak akan dipercaya lagi. Cukup 1 kali.
Kalau ada yang tanya, bahasa apa yang paling sulit dipelajari? Jawaban penulis adalah bahasa Mandarin/ Tionghua!
Jangan berpikir penulis ahli bahasa (menguasai banyak bahasa atau setidaknya pernah belajar banyak bahasa). Penulis hanya menguasai bahasa Indonesia.Dulu waktu kecil pernah diajari bahasa Tionghua (belajar menulis huruf Tionghua). Rasanya susah sekali. Satu kata satu huruf, jadi ada ribuan huruf yang harus dipelajari. Kalau bahasa Indonesia (bahasa Inggris atau bahasa lain yang menggunakan abjad a-z) hanya 26 huruf, ada kata baru tinggal merangkainya dari ke-26 huruf tadi.Belum lagi cara penulisannya. Dalam huruf Tionghua ada aturan yang harus dipatuhi, harus mulai dari mana dulu (atas ke bawah dan dari kiri ke kanan). Kalau salah, tulisannya jadi "kurang sedap" dipandang. Terlebih menulisnya pakai kuas, pasti ketahuan kalau salah menuliskannya. Belum lagi soal pengucapan. Banyak sekali homofon (satu suara tapi beda tulisan). Kalau dalam bahasa Indonesia seperti kata sangsi (ragu-ragu) dan sanksi (hukuman). Jadi tulisannya beda, bunyinya mirip (kalau tak salah ingat, ada 5 nada dalam bahasa Tionghua).Penulis pernah diminta menyebutkan kalimat: Mama marah (pada) kuda. Ketiga kata tadi (mama, marah, kuda) sama-sama berbunyi "ma" tapi berbeda nada. Bingung 'kan?媽媽 罵 馬
māma mà mǎ
Dalam huruf Tionghua, ada huruf yang hanya 1 goresan saja (misal kata: yī = satu), 2 goresan (rén = orang), 3 goresan (xiǎo = kecil), dan seterusnya.一 baca: yī artinya satu (1)人 baca: rén artinya orang小 baca: xiǎo artinya kecilBerapa goresan yang terbanyak? Penulis berpikir belasan goresan. Itu pun sudah sulit sekali menghafalnya. Tahukah Anda berapa goresan terbanyak untuk sebuah huruf Tionghua? Tulisan ini terinspirasi setelah ngobrol-ngobrol dengan Sisil Laoshi (guru bahasa Mandarin tempat putra penulis bersekolah). Penulis bongkar arsip-arsip lama. Akhirnya penulis menemukan jawabannya di milis everydaymandarin. Ternyata ada 57 goresan! Biar tidak salah menuliskan tentang ini, penulis copy saja tulisan tentang ini dari milis everydaymandarin.Gambar pertama adalah salah satu huruf Mandarin (Hanzi) yang tersusah yang pernah ada di muka bumi. Susah di sini maksudnya goresan 1 hurufnya sangat rumit dan banyak (ada 57 goresan). Lihat saja sudah 'merinding' deh! :p
Huruf ini berbunyi "Biang", nada ke-2. Biang adalah nama mie yang populer di kota Xianyang, propinsi Shaanxi (China). Saya juga lampirkan foto toko (foto ke-2) dan mie Biang-Biang (Mandarin: Biang-Biang Mian) pada foto ke-3. Toko mie Biang-Biang juga ada di Beijing. Tapi, di Beijing, nama mereka berubah jadi mie Bang-Bang (Bang: Hebat). Karena banyak warga Beijing yang tidak bisa membaca huruf Biang.:p
Huruf Biang diakui sebagai salah satu huruf Mandarin yang paling ribet yang ada di jagat raya. Huruf Biang ini sudah pasti tidak ada di dalam komputer manapun di dunia. Bahkan di Kangxi Dictionary juga tidak ditemukan huruf ini.
Menulis memang hobby yang mengasyikkan. Kegiatan ini berawal dari hobby korespondensi dengan banyak sahabat pena di masa sekolah (SD-SMA). Sahabat pena penulis ada di berbagai kota di Indonesia (dari Sabang, Medan, Padang, Muara Bungo, Kuala Tungkal, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar, sampai Ujung Pandang) dan beberapa di luar negeri (dari Singapore, Kairo, sampai Eisenach - Jerman Timur).
Hobby ini berlanjut dengan mengirim tulisan ke media massa. Ketika tulisan dimuat, di situlah penulis mulai kecanduan menulis.
Kecanduan karena honor tulisan? Bukan! Bangga karena hasil karya penulis dianggap layak muat di media tersebut. Juga nama penulis lebih dikenal (di lingkungan terdekat, teman, guru/ dosen).
Seiring dengan perkembangan jaman, hadirlah blog yang merupakan wadah yang sangat pas untuk menuangkan ide. Sekarang, sebagian besar ide penulis tertuang ke blog. Sesekali masih menulis untuk media cetak intern, tapi lebih penulis lebih suka menulis di blog.
Mungkin banyak yang bertanya, apa sih asyiknya menulis di blog? Ehm... apa saja ya? Banyak. Banyak sekali keasyikannya.
Jangkauan Luas
Blog yang berbasis internet sangat luas jangkauannya. Kalau media cetak, jumlah pembacanya sangat terbatas (sebanyak media itu dicetak). Blog? Jumlah pembacanya bisa sangat banyak (sebanyak orang yang bisa mengakses internet).
Tidak terkendala oleh batasan tempat. Orang di kota yang sama, atau di benua lain pun bukan halangan jadi pembaca tulisan kita.
Bagaimana dengan bahasa? Juga tidak ada kendala bahasa. Dengan adanya fasilitas Google Translate, tulisan kita yang berbahasa Indonesia tetap bisa dinikmati orang lain sesuai bahasa yang dikuasainya. Tinggal klik, dalam hitungan detik semua artikel kita berubah bahasanya.
Mudah Di-Update
Tulisan yang salah ketik atau kurang lengkap, akan seperti itu selamanya di media cetak/ buku. Kecuali dicetak ulang setelah direvisi. Di blog? Dengan mudah kita ubah, kita tambah, atau bahkan kita hapus bila dirasa perlu.
Tulisan di blog jadi lebih uptodate sampai kapan pun karena bisa kita tambah dan kurangi.
Kemudahan Lain
Dalam blog, kita mudah menambahkan links untuk referensi (pembaca tinggal klik untuk melihatnya). Dengan tambahan links, tulisan yang kita buat pun jadi lebih bisa dipercaya. Pembaca bisa melihat langsung ke sumber yang kita kutip atau melihat data penunjang dari links yang kita berikan.
Dengan aneka fasilitas yang disediakan blog secara gratis, banyak lagi nilai lebih menulis di blog. Ada tempat pembaca berkomentar. Ini memudahkan kita berinteraksi dengan pembaca. Kita bisa mendapat komentar, saran, maupun kritik dari pembaca sekaligus kita bisa memberikan tanggapan balik.
Bagi penulis pemula atau yang sekedar iseng pun lebih asyik menulis di blog. Tidak perlu menunggu sekian lama tulisan kita di redaksi dan belum tentu dimuat. Di blog? Blog kita, ya sesuka kita. Begitu ada ide, langsung tulis dan terbitkan. Asyik 'kan?
Membaca sekian banyak keasyikan menulis di blog, tidakkah Anda tertarik? Ayo... jangan hanya jadi pembaca. Anda pun bisa mulai menulis di blog. Mumpung sekarang Anda sudah online, tunggu apa lagi?
Ini bukan tentang orang kreatif yang membuat kata-kata unik semacam Joger's (pabrik kata-kata asal Bali dengan kaos beraneka tulisan unik). Tapi saat menemukan tulisan ini di internet, penulis terkesima. Konsepnya sederhana, tapi memukau. Mata penulis berhasil ditipu tulisan ini.
Ini hanya bentuk lain rambu parkir. Biasanya Anda akan menemukan rambu bertulisan: PARKIR, KELUAR, NAIK, dan TURUN serta tanda panah penunjuk arah di areal parkir. Tulisan rancangan desainer ini memenangkan lomba desain rambu parkir. Silakan lihat foto di bawah ini.
Ya, semula penulis pun yakin tulisan "DOWN" itu melayang di udara. Anda bisa menabrak tulisan ini bila saat Anda melintas, tulisan ini tidak diangkat seperti halnya portal di pintu masuk tempat parkir.
Tapi ternyata mata kita salah dan tertipu tulisan ini. Ini hanya tulisan biasa dengan cat, hanya saja tulisan ini tidak hanya dibuat di dinding tapi juga di lantai (jalan). Kalau Anda berada pada posisi yang tepat, Anda melihat rambu yang menunjukkan "TURUN" (turun ke lantai parkir bawah), seolah melihat melayang di udara.
Anda masih kurang percaya? Silakan lihat foto di bawah ini.
Tulisan "DOWN" tadi dilihat dari sudut yang berbeda.Dari sudut satu ini, Anda perhatikan jalanan dari huruf N menuju ke huruf D menurun (menuju lantai parkir di bawahnya). Jadi tulisan ini dibuat di dinding dan lantai jadi satu kesatuan. Keren 'kan?
Ada-ada saja pikiran kreatif seorang seniman... Semoga setelah membaca posting dalam Labels "Berpikir Kreatif" Anda juga tertular virus kreatif atau setidaknya Anda jadi terinspirasi.