- Tinggal Jalankan. Menjalankan tugas secara jujur, hanya menjalankan apa yang diamanatkan undang-undang. Semua sudah diatur. Ibarat Anda membeli ponsel, buku panduannnya sudah ada. Tinggal baca dan praktikkan. Apa yang sulit? Jika untuk membuat KTP (ini hanya misalnya lho...), misalkan biayanya hanya Rp 5.000 lalu syaratnya hanya akte kelahiran asli dan foto copy, selesai maksimal 2 hari. Petugas hanya perlu memasang banner besar di kantor kelurahan, masyarakat baca dan datang dengan persyaratan yang ada. Syarat lengkap, kerjakan, beres. Apa yang sulit???
- Berbohong & Mempersulit. Bagi yang ingin KORUPSI, jelas tidak semudah untuk TIDAK KORUPSI. Mengapa? Jika ingin jujur TIDAK KORUPSI), tinggal jalankan saja, kalang ingin KORUPSI tentu perlu persiapan. Apa persiapannya? Berbobong! Jika warga tanya apa syaratnya, pegawai yang ingin KORUPSI mulai mengarang (berbohong). Syaratnya ditambah-tambah: akte kelahiran orangtua, surat nikah orangtua, surat kewarganegaraan, dan lain-lain. Anda tidak punya (kurang lengkap)? Tiap kekurangan bisa dinegosiasikan, makin banyak kekurangan, makin besar "uang damai" yang harus dibayarkan. Intinya membuat hal yang akan dikerjakan jadi sulit (mempersulit). Cari tahu ke loket atau ruangan mana atau bagian mana untuk mengurus dokumen pun terkadang tidak mudah (dipingpong ke sana ke mari). Tidak hanya itu, terkadang berbohong tentang apa pun. Petugas berwenang sedang tidak ada di tempat, blangkonya habis, dan lain-lain... Biaya resmi pun akan ditambahkan sekian rupiah. Ingat, jika "Anda bermain sendiri" risiko ketahuan akan sangat besar. Makanya "biaya siluman" harus besar untuk dibagikan merata dari bawah hingga atas supaya saling tutup mulut. Ingatlah, sebuah kebohongan akan diikuti dengan kebohongan-kebohongan lain. Selain itu, yang KORUPSI harus pintar berbohong saat nanti diselidiki KPK. Perlu pintar menyiapkan alasan agar tak tertangkap KPK. Ini menjadikan KORUPSI itu jauh lebih sulit daripada JUJUR (TIDAK KORUPSI) yang tinggal menjalankan semua yang sudah diatur undang-undang.
NB:
Ini pengalaman seorang teman, sebut saja namanya Ronny. Dulu, sebagai cucu tertua, Ronny dapat tugas menjaga beberapa sepupunya saat berlibur ke Singapura. Ronny pun buat paspor. Ternyata menurut petugas di kantor imigrasi ada persyaratan yang kurang dan ia harus kembali ke Cirebon (karena dokumen-nya ada di rumahnya di Cirebon). Saat cerita ke penulis, Ronny bilang dulu dia masih lugu banget. Dia pikir apa yang ada di dunia nyata, sama seperti yang dipelajari di sekolah. Besok sudah harus berangkat, hari ini paspor belum selesai. Wah gagal berangkat nih pikirnya. Dia sudah coba minta kebijakan pada petugas, tapi tetap saja kata petugas, tanpa dokumen tersebut tidak bisa buat paspor.
Saat akan keluar dari kantor imigrasi, ada yang mendekati Ronny (belakangan Ronny baru tahu, ternyata itu calo). "Ada apa?" sapa orang itu. "Saya mau buat paspor, tapi persyaratannya kurang, jadi tidak bisa" kata Ronny. "Oh... begitu, sini saya bantu" kata orang itu sambil meminta sejumlah uang. Karena sudah frustasi, Ronny pun bersedia. Ternyata, tanpa dokumen yang diminta pun paspor bisa jadi. Calo ini tidak tahu rumah Ronny, calo ini tidak ke Cirebon, tapi kok bisa jadi? Padahal kata petugas, tanpa dokumen tersebut tak bisa buat paspor.
"Saya dulu terlalu lugu" kata Ronny sambil tersenyum kecut.