Warga Cepat Emosi, Kesempatan Penjahat untuk Beraksi

Anda tentu sudah membaca berita atau menyaksikan tayangan TV tentang seorang kakek berusia 89 tahun yang tewas dikeroyok setelah diteriaki maling (jika belum silakan klik: Kompas).

Warga yang cepat emosi meski tidak tahu duduk perkara sebenarnya, seorang kakek harus kehilangan nyawanya.

Untung kejadian ini tidak terulang pada kasus di bawah ini. Video di bawah ini memberikan pelajaran kepada kita agar tidak cepat emosi dan main hakim sendiri.

Penjahat bisa saja memanfaatkan masyarakat kita yang cepat emosi. Untungnya di dalam mobil ini ada beberapa orang dan mereka punya rekaman video yang bisa menjadi bukti bahwa "korban" yang berteriak seolah ia adalah korban tabrak lari, ternyata adalah pelaku kejahatan yang sedang beraksi (lagi mencari mangsa). Waspadalah ... waspadalah ...

 

Sumber: Channel Kompas TV

Pedagang Nakal, Jual Daun Jambu Air sebagai Daun Salam

Hari Minggu saatnya menemani istri belanja keperluan dapur di pasar kaget, tak jauh dari rumah. Di pasar kaget ini, ada bermacam-macam barang yang dijual. Dari sarapan (bubur, lontong kari, nasi uduk, nasi kuning, ...), sayur mayur (bayam, kangkung, waluh, terong, tomat, jamur, kentang, ...), bumbu dapur (jahe, kencur, laos, kunyit, bawang putih, bawang merah, bawang bombai, daun jeruk, daun salam, sereh, ...), daging ayam dan ikan, perlengkapan rumah tangga (piring, gelas, ember, panci, gayung, ...), sampai ke pakaian (celana dalam, singlet, pakaian luar dari anak hingga dewasa, sandal, sepatu, ...).

 

Daun salam, seikat harganya Rp 1.000

Minggu-minggu sebelumnya sudah beli daun salam, salah satu keperluannya untuk masak nasi uduk (di Palembang dikenal dengan nama nasi gemuk). Eh ... ternyata daun salam yang dibeli, tidak semuanya daun salam. Di dalam satu ikatan, ada terselip daun jambu air. Bagi penulis (orang awam), tentu sulit membedakan daun salam dengan daun jambu air dari tampilan fisiknya. Lebih mudah membedakannya dengan bantuan hidung (dicium). 

Bagi penulis, daun jambu aromanya lebih 'menyengat" daripada aroma daun salam. Patokan penulis, ambil sedikit daun dari seikat "daun salam" yang akan dibeli, lalu remas dan dekatkan ke hidung (zaman Covid-19 perlu usaha ekstra, harus turunkan masker dulu, baru mencium remasan daun itu). Kalau pas dicium tak kentara ada aroma, artinya itu daun salam.

Penjual bumbu dapur langganan kami pernah cerita, "Hati-hati kalau beli daun salam. Kadang isinya dicampur daun jambu air. Saya dikasih tahu oleh pedagang tempat saya beli dagangan," katanya. Kami pikir, kalau beli di tempat dia, dijamin aman (asli daun salam).

Tapi nyatanya tidak juga. Pernah sekali saat akan beli daun salam, penulis ambil sedikit daun, remas, lalu cium. Eh ... ternyata daun jambu air. Penulis kasih tahu ke istri, tapi kata istri nggak enak batalin. Jadi ya ... tetap saja beli. Untungnya tidak semua isinya daun jambu air, ada yang daun salam. Si penjual bumbu dapur saja masih sulit membedakan mana daun salam dan mana daun jambu air, apalagi kita. 

Yang terlintas di benak penulis adalah nakalnya pemasok daun salam ke pasaran (tangan pertama). Dia tentu tahu mana daun salam dan mana daun jambu air. Jelas pohonnya berbeda. Kok pas mau dijual ke pasar, mereka sengaja memetik daun jambu air untuk dicampur ke daun salam agar untungnya lebih banyak?

Atau bisa jadi justru pedagang (bukan pemasok) yang nakal? Pedagang beli daun salam dalam jumlah besar untuk dijual eceran, nah saat akan dibuat menjadi ikatan-ikatan kecil, ia mengambil daun jambu air untuk diselipkan. Lumayanlah dari seikat besar daun salam, saat dibuat dalam ikatan kecil akan jadi lebih banyak dengan penambahan daun jambu air.

Mungkin juga di tempat lain, ada yang benar-benar menjual daun jambu air dengan "label" daun salam. Ini lebih parah lagi. Jelas-jelas dia tak punya pohon salam, hanya punya pohon jambu air. Dia petik daun jambu air, lalu dibuat seikat-seikat untuk dijual sebagai daun salam.
 
Anda pernah mengalami hal sama??? 

Mengapa Buat Singkatan bukan Pakai Kata Dasar?

Untuk mencegah demam berdarah, ada gerakan 3M (agar tak jadi sarang nyamuk):

  1. Menguras (tempat penampungan air).
  2. Menutup (tempat penyimpanan air).
  3. Mengubur (barang-barang tak terpakai).


Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ada gerakan 5M:

  1. Memakai masker.
  2. Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir.
  3. Menjaga jarak.
  4. Menjauhi kerumunan.
  5. Membatasi mobilitas dan interaksi.


Keren kelihatannya, singkatannya bisa pakai M semua. Padahal menurut penulis, sebaiknya singkatan itu berasal dari kata dasarnya.

Menguras (Kuras), menutup (Tutup), mengubur (Kubur).
Memakai (Pakai), mencuci (Cuci), menjaga (Jaga), menjauhi (Jauh), membatasi (Batas).

Untuk mengecek keaslian uang kertas ada gerakan 3D:

  1. Dilihat (Lihat).
  2. Diraba (Raba).
  3. Diterawang (Terawang).

Ini juga, terlihat keren, semuanya diawali dengan huruf D.

Untuk membuat singkatan "keren" seperti ini, tidaklah sulit. Asal Anda menggunakan awalan: me, ber, pe, di, ter, maka hampir semua singkatan akan menggunakan huruf awal yang sama.

Tidak percaya? Mari kita coba. Meski terkesan asal-asalan, kita bisa kok membuat singkatan yang "terlihat" keren.

Bagaimana cara menjadi siswa yang baik? 3M

  1. Mendengarkan saat guru mengajar.
  2. Mengerjakan tugas yang diberikan.
  3. Mempelajari bahan yang akan diujikan.


Bagaimana agar kita dapat menabung? 3M

  1. Melakukan lembur atau kerja ekstra agar penghasilan lebih besar.
  2. Mengurangi belanja yang bukan kebutuhan pokok.
  3. Mencari tempat belanja yang menjual dengan harga lebih murah.


Bagaimana agar kita lekas sembuh? 3M

  1. Mengunjungi dokter untuk berobat.
  2. Meminum obat yang diberikan.
  3. Mengikuti anjuran dan pantangan dari dokter.

Kalau mengggunakan prinsip seperti ini, hampir semua singkatan bisa saja menggunakan huruf M Semua, B semua, P semua, D semua, T semua.

Penulis berikan contoh. Bagaimana agar bisnis sukses atau bagaimana cara mengasah kreativitas? Kita kenal istilah ATM (Amati Tiru Modifikasi).

Singkatan ini sebetulnya juga 3M. Apa itu? Ini langkah untuk menghasilkan produk yang disukai konsumen:

  1. Mengamati produk yang laris di pasaran.
  2. Meniru hal-hal positif yang ada di produk tersebut (jangan jiplak persis).
  3. Memodifikasi produk pesaing menjadi produk baru.


Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ada gerakan 5M (singkatan resminya):

  1. Memakai masker.
  2. Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir.
  3. Menjaga jarak.
  4. Menjauhi kerumunan.
  5. Membatasi mobilitas dan interaksi.

Kalau sekadar sama-sama 5M, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ada gerakan 5M (bisa juga seperti ini, karena singkatannya tetap 5M):

  1. Menggunakan masker.
  2. Membersihkan tangan pakai sabun dan air mengalir.
  3. Mengatur jarak (jangan terlalu dekat).
  4. Menghindari kerumunan.
  5. Mengurangi mobilitas dan interaksi.

Selamat mencoba membuat singkatan yang "terlihat" keren ...

Repotnya Mengingat Banyaknya Singkatan dan Akronim

Penulis agak kesulitan mengingat singkatan dan akronim yang terus bermunculan. Baik itu yang singkatan atau akronim resmi, maupun yang tak resmi (baper = (ter)bawa perasaan, curhat = curahan hati, mantul = mantap betul). 

Ada saja singkatan dan akronim baru yang muncul. Kalau itu memang hal baru, mungkin tidak terlalu jadi masalah. Ada kalanya, singkatan atau akronim itu masih sama atau mirip dengan yang sudah ada, tapi entah mengapa (tidak tahu siapa yang bertugas membuat singkatan atau akronim), suka tidak suka selalu muncul singkatan atau akronim yang baru.

Ingin kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)? Angkatan sebelum penulis mengenal akronim sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) tahun 1983, angkatan penulis UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun 1989, lalu ada SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) tahun 2002, dan yang sekarang SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Ada pula Simak UI (Seleksi Masuk Universitas Indonesia), UM UGM (Ujian Mandiri Universitas Gadjah Mada).

Zaman awal tes masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri), tahun 1976 bernama: SKALU (Sekretariat Kerja Sama Antar Lima Universitas). Nama kelima universitas itu: Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Airlangga. Tahun 1979 berganti nama menjadi SKASU (Sekretariat Kerja Sama Antar Sepuluh Universitas). Kelima universitas yang ikut bergabung: Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Sumatera Utara.

Untuk siswa juga ada singkatan: PSB (Penerimaan Siswa Baru), PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), SPDB (Seleksi Peserta Didik Baru). 

Entahlah apa maksud mengganti-ganti singkatan tes masuk ke perguruan tinggi. Apakah ini sengaja dibuat untuk mengetahui si pembicara dari angkatan tahun berapa? Jika dia sebut, dulu saya ikut sipenmaru (oh .... ternyata dia angkatan tahun sekian). Entahlah...

Untuk orang-orang berprestasi, penulis kenal istilah PMdK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Penulis baru menemukan singkatan ini yang kata hubungnya "dan" diperhitungkan dan disingkat D, biasanya kata "dan", kata "atau" dan sejenisnya tidak diperhitungkan). 

Lalu ada istilah Bidikmisi (Biaya pendidikan mahasiswa miskin berprestasi).  Zaman sekarang untuk pelajar berprestasi yang ingin jadi kuliah, bisa lewat SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, tahun 2008) atau dikenal dengan "jalur rapot".  

Jalur biasa dan jalur rapot singkatannya mirip: SBMPTN dan SNMPTN (tahun 2013). Ada pula SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi), ada singkatan UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer), SNPMB (Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru), SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes).

Dulu penulis mendengar anak kuliahan menyebut UTS (Ujian Tengah Semester) dan UAS (Ujian Akhir Semester), waktu bicara dengan putra penulis ada istilah PTS (Penilaian Tengah Semester) dan PAS (Penilaian Akhir Semester).

Dulu penulis kenal istilah EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) dan EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir NASional). Lalu akhir-akhir ini ada istilah UN (Ujian Nasional).

Untuk mengetahui kemampuan siswa atau mahasiswa, Kita mengenal istilah: ulangan, ujian, tes, kuis, dan entah apa lagi.

Dulu semasa bersekolah, penulis mengenal istilah STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) atau biasa disebut ijazah. Sekarang SKHUN (Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional) dan SHUN (Surat Hasil Ujian Nasional). Dulu semasa penulis bersekolah ada NEM (Nilai Ebtanas Murni).

Entahlah, apakah itu memang berbeda atau banyak orang kreatif menghadirkan singkatan dan akronim baru.

Penulis bukan ahli untuk hal ini dan juga tak tertarik untuk mendalami lebih jauh apakah singkatan atau akronim berbeda itu memang secara esensi berbeda atau cuma ingin tampil beda saja.

Untuk masuk perguruan tinggi, penulis berpikir, mengapa kita tidak buat singkatan yang berlaku sepanjang masa, tidak harus sekian tahun sekali buat istilah baru.

Misalkan saja singkatannya: SM = Saringan Masuk. Untuk PTN kita singkat SMPTN, untuk PTS kita singkat SMPTS.

Lalu bagaimana kalau ada jalur khusus misalnya untuk anak berprestasi tapi miskin? Atau anak yang berprestasi di bidang olahraga, juara olimpiade ilmu pengetahuan, para influencer, dan lain-lain? Tinggal tambah keterangan saja, misal: SMPTN jalur rapot, SMPTN jalur olahraga, dan lain-lain. Jadi istilah untuk siswa yang ingin kuliah, kita cukup hafalkan SM = Saringan Masuk. 

Memori di otak kita bisa digunakan untuk mengingat hal lain yang lebih penting daripada mengingat singkatan dan akronim yang selalu berubah. Selain harus menghafal banyak singkatan dan akronim, pembuatan singkatan dan akronim baru berpotensi menghadirkan singkatan atau akronim yang sama atau mirip dengan yang sudah ada.

Tapi jika kita memang suka seperti itu (biar kelihatan ada perubahan, terlihat kreatif, berbeda dari yang lain, dan lain-lain), penulis juga bisa bantu buat singkatan atau akronim jika diperlukan.

Seleksi untuk kuliah, bisa saja kita buat singkatan:

Kita bisa gunakan istilah berikut:

Seleksi, Saringan, Tes, Ujian. 

Dari 4 kata ini saja bisa muncul singkatan: 

  • SMPTN dan SMPTS (Seleksi Masuk PTN, antara Seleksi dan Saringan, singkatannya akan sama)  
  • TMPTN dan TMPTS (Tes Masuk ...)
  • UMPTN dan UMPTS (Ujian Masuk ...)

atau kata "Masuk" kita ganti dengan kata "Penerimaan" maka muncul lagi singkatan:

  • SPPTN dan SPPTS (Seleksi Penerimaan PTN, antara Seleksi dan Saringan, singkatannya akan sama)  
  • TPPTN dan TPPTS (Tes Penerimaan ...)
  • UPPTN dan UPPTS (Ujian Penerimaan ...)

Itu baru singkatan dan belum pakai variasi kata tambahan. Misalkan saja kita ingin tambahkan kata "Calon Mahasiswa", kita menghasilkan singkatan baru:

  • SMCMPTN dan SMCMPTS (Seleksi Masuk Calon Mahasiswa ...), bisa juga (Saringan Masuk Calon Mahasiswa ...)
  • TMCMPTN dan TMCMPTS (Tes Masuk Calon Mahasiswa ...)
  • UMCMPTN dan UMCMPTS (Ujian Masuk Calon Mahasiswa ...)

dan masih banyak lagi. Lalu setelah singkatan, kita bisa buat akronim dari singkatan itu. 

SMPTN  = Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri = akronimnya jadi: Sampetin,

SMPTN  = Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri = akronimnya jadi: Sanmaspertin

SMPTN  = Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri = akronimnya jadi: Simaspertin,  

SMPTN  = Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri = akronimnya jadi: Sarmaspetin

dan masih banyak lagi ...

Bingung nggak? Bagaimana kalau tiap tahun ganti saja istilahnya, tiap angkatan punya singkatan atau akronim yang berbeda??? Penulis siap bantu buat singkatan dan akronim-nya. Hahaha ...

 

Anda bingung dengan banyaknya singkatan dan akronim? Apa beda singkatan-singkatan dan akronim-akronim tersebut? Silakan klik: Google ketik apa yang ingin Anda ketahui, Google akan memberikan jawaban sesuai yang Anda tanyakan. 

 

Tambahan 

Entahlah, apakah singkatan berikut ini memang sepenuhnya berbeda, atau memang dibuat hanya sekadar unjuk kebolehan membuat singkatan baru?

  1. Dulu menjelang kenaikan kelas, di sekolah ada acara Class Meeting (yang kenal istilah ini, kita sudah tua) , sekarang acaranya disebut PORAK (Pekan OlahRaga AntarKelas). 
  2. Dulu IMB (Izin Mendirikan Bangunan), sekarang PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).
  3. Dulu penulis mengenal Ketua Kelas (tapi tidak pernah disingkat jadi KK), sekarang jadi KM (Ketua Murid). Kalau nanti sudah bosan, sudah penulis siapkan: KS (Ketua Siswa). Bosan lagi? KP (Ketua Pelajar).
  4. Dulu PRT (Pembantu Rumah Tangga), sekarang ART (Asisten Rumah Tangga).
  5. Dulu PNS (Pegawai Negeri Sipil), sekarang ASN (Aparatur Sipil Negara).
  6. Dulu penulis mengenal SKKB (Surat Keterangan Kelakuan Baik), tapi akhir-akhir ini mendengar SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian).
  7. Dulu TKI (Tenaga Kerja Indonesia), ada pula TKW (Tenaga Kerja Wanita). Umumnya ketika mendengar orang menyebut TKI, yang terlintas di pikiran kita adalah TKW (kayaknya TKI identik dengan TKW). Setelah itu muncul singkatan BMI (Buruh Migran Indonesia) dan PMI (Pekerja Migran Indonesia), jadi sama dengan PMI = Palang Merah Indonesia. 
  8. Dulu UAS (Ujian Akhir Semester), sekarang PAS (Penilaian Akhir Semester). Ada pula UTS (Ujian Tengah Semester), sekarang PTS (Penilaian Tengah Semester), jadi sama dengan  PTS = Perguruan Tinggi Swasta.
  9.  

Indahnya Suara dari Bersatunya Ras, Agama, Status Sosial, ...

Saat berselancar di dunia maya, penulis menyaksikan peserta America's Got Talent 2018 ini. Sekumpulan orang dari berbagai ras, agama, status sosial, dan lain-lain. Benar-banar mengagumkan. Contoh nyata, indahnya bersatu dalam harmoni. Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.

 

Angel City Chorale Choir

Anda juga bisa menyaksikan mereka di kompilasi berikut ini: Angel City Chorale Choir pada 1:38:43 hingga - 1:44:08

Selamat tinggal tahun 2021, selamat datang tahun 2022. Semoga kita semua semakin dewasa dalam berbangsa, semakin toleran, semakin damai Indonesiaku.

abcs