Hari Minggu saatnya menemani istri belanja keperluan dapur di pasar kaget, tak jauh dari rumah. Di pasar kaget ini, ada bermacam-macam barang yang dijual. Dari sarapan (bubur, lontong kari, nasi uduk, nasi kuning, ...), sayur mayur (bayam, kangkung, waluh, terong, tomat, jamur, kentang, ...), bumbu dapur (jahe, kencur, laos, kunyit, bawang putih, bawang merah, bawang bombai, daun jeruk, daun salam, sereh, ...), daging ayam dan ikan, perlengkapan rumah tangga (piring, gelas, ember, panci, gayung, ...), sampai ke pakaian (celana dalam, singlet, pakaian luar dari anak hingga dewasa, sandal, sepatu, ...).
Minggu-minggu sebelumnya sudah beli daun salam, salah satu keperluannya untuk masak nasi uduk (di Palembang dikenal dengan nama nasi gemuk). Eh ... ternyata daun salam yang dibeli, tidak semuanya daun salam. Di dalam satu ikatan, ada terselip daun jambu air. Bagi penulis (orang awam), tentu sulit membedakan daun salam dengan daun jambu air dari tampilan fisiknya. Lebih mudah membedakannya dengan bantuan hidung (dicium).
Bagi penulis, daun
jambu aromanya lebih 'menyengat" daripada aroma daun salam. Patokan
penulis, ambil sedikit daun dari seikat "daun salam" yang akan dibeli,
lalu remas dan dekatkan ke hidung (zaman Covid-19 perlu usaha ekstra,
harus turunkan masker dulu, baru mencium remasan daun itu). Kalau pas dicium tak kentara ada aroma, artinya itu daun salam.
Penjual bumbu dapur langganan kami pernah cerita, "Hati-hati kalau beli daun salam. Kadang isinya dicampur daun jambu air. Saya dikasih tahu oleh pedagang tempat saya beli dagangan," katanya. Kami pikir, kalau beli di tempat dia, dijamin aman (asli daun salam).
Tapi nyatanya tidak juga. Pernah sekali saat akan beli daun salam, penulis ambil sedikit daun, remas, lalu cium. Eh ... ternyata daun jambu air. Penulis kasih tahu ke istri, tapi kata istri nggak enak batalin. Jadi ya ... tetap saja beli. Untungnya tidak semua isinya daun jambu air, ada yang daun salam. Si penjual bumbu dapur saja masih sulit membedakan mana daun salam dan mana daun jambu air, apalagi kita.
Yang terlintas di benak penulis adalah nakalnya pemasok daun salam ke pasaran (tangan pertama). Dia tentu tahu mana daun salam dan mana daun jambu air. Jelas pohonnya berbeda. Kok pas mau dijual ke pasar, mereka sengaja memetik daun jambu air untuk dicampur ke daun salam agar untungnya lebih banyak?
Atau bisa jadi justru pedagang (bukan pemasok) yang nakal? Pedagang beli daun salam dalam jumlah besar untuk dijual eceran, nah saat akan dibuat menjadi ikatan-ikatan kecil, ia mengambil daun jambu air untuk diselipkan. Lumayanlah dari seikat besar daun salam, saat dibuat dalam ikatan kecil akan jadi lebih banyak dengan penambahan daun jambu air.
Posting Komentar