Lain Swalayan, Lain Caranya

"Lain padang, lain belalang. Lubuk, lain ikannya" begitu kata pepatah. Lain perusahaan, lain manajemen, lain punya cara kerja dan penanganan masalahnya. Inilah yang penulis perhatikan saat berbelanja di 2 swalayan nasional berbeda di kota penulis. Dua swalayan memperlakukan produk makanan "kurang layak" dengan 2 cara berbeda.

Di swalayan S, buah-buahan yang "kurang bagus" (misalnya apel yang satu sisinya kurang bagus (agak membusuk atau mungkin juga hanya memar karena terjatuh atau buah lain yang mengalami hal yang sama), langsung dipotong tanpa aturan oleh karyawan kemudian dibuang ke kantong plastik bening besar. Semua pengunjung dapat melihat kegiatan ini sambil berbelanja. Entah selanjutnya dibuang atau untuk dijadikan pakan ternak. Tapi yang jelas tidak untuk dimakan manusia lagi karena bercampur dengan sayuran, plastik, dan barang lain.

Bagi penulis, sayang sekali buah-buah itu (perlu sekian lama dari benih sampai panen dan melalui proses distribusi yang panjang hingga siap dibeli konsumen, hanya terbuang percuma ke tempat sampah). Ini pemborosan dan menyia-nyiakan sumber daya yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan.

Mungkin bisa diberikan kepada anak jalanan, pengemis, dan lain-lain. Karena sebenarnya buah yang terbuang ini bukan tidak layak makan.


Hal yang sama juga terjadi pada roti tawar yang mendekati masa kadaluarsa. Roti tawar dibuka dari bungkusnya lalu dipotong-potong dan dibuang ke kantong plastik bening besar tersebut, bercampur dengan potongan buah dan sayur.

Di swalayan lain, penulis tidak melihat secara langsung proses/ perlakuan terhadap buah-buahan "kurang bagus" ini. Tapi penulis melihat di swalayan G, ada kemasan buah-buahan campur dalam kemasan 1 styroform. Ada buah apel, pear, dan buah lain yang sudah terpotong dikemas dalam 1 styrofoam. Penulis pikir, ini tentu buah "kurang bagus" lalu dipotong, dikemas lalu dijual dengan harga murah.

Di sebuah swalayan lainnya, penulis juga melihat buah "kurang bagus" ini dikemas dalam
1 styroform dan dijual dengan harga murah. Ada buah apel, pear, juga pisang yang sudah matang (ada bintik-bintik hitam karena terlalu matang).

Bagaimana dengan roti tawar? Di swalayan lain, penulis melihat olahan roti tawar. Roti tawar kering (roti tawar yang diolesi mentega dan ditaburi gula pasir lalu dimasukkan oven sampai jadi kering seperti kerupuk). Roti tawar ini laris diserbu pembeli. Apakah Anda yakin ini dibuat dari roti tawar yang baru diproduksi, langsung diolah dengan cara di-oven? Tentu ini roti tawar yang mendekati masa kadaluarsa, kemudian diolah lagi. Kreatif! Dan produk ini layak makan (bukan dibuat dari makanan tak layak atau produk kadaluarsa).

Anda pernah melihat swalayan yang menjual semangka atau melon yang sudah dipotong kecil-kecil dikemas dalam styrofoam? Apakah ini dari buah semangka utuh yang kondisinya tanpa cacat lalu dipotong jadi irisan buah baru dijual?

Biasanya diambil dari semangka atau melon yang cacat (misalnya di satu sisinya retak atau remuk). Dijual utuh tentu tidak akan dipilih oleh konsumen. Jadi bisa dibelah 2 (ambil sisi lain yang utuh lalu ditutup dengan plastik bening dan ditimbang dan diberi label harga). Dan sisi lainnya? Ya diiris sepotong-sepotong seperti penjual buah dengan gerobak dorongnya.

Menurut penulis, sayur, buah, roti atau produk makanan lain yang "kurang bagus", sebenarnya masih bisa dimanfaatkan.

Anda tentu pernah melihat swalayan yang juga menjual masakan olahan. Kita tidak tahu (dan tak peduli atau terpikir) apakah kangkung-nya berasal dari kangkung segar atau kangkung layu? Tapi yang pasti sebagai swalayan mereka pasti menjaga mutu. Kangkung layu, masih layak (jadi bukan sayur atau daging busuk atau kadaluarsa yang diolah jadi makanan siap saji). Ini langkah yang bagus (menurut penulis). Rasanya sangat disayangkan (baca: sedih) melihat makanan yang masih bisa dimanfaatkan (buah, sayur, atau roti) hanya dipotong asal-asalan lalu dibuang ke tempat sampah. Padahal makanan itu bisa dimanfaatkan untuk berbagi dengan sesama yang kurang beruntung atau diolah dan dijual dengan harga terjangkau, atau dibagikan kepada karyawan.

Di pasar tradisional Anda pun akan menemukan hal ini. Menjelang sore, pedagang akan menjual dagangannya yang tak tahan lama (tak bisa disimpan lama) dengan harga lebih murah. Pertama karena kondisinya tidak segar lagi, kedua: karena itu sisa dari yang telah dipilih pembeli sejak pagi, ketiga: daripada besok terbuang percuma.

Tapi ini hanya opini pribadi penulis. Lain padang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya. Lain orang, lain pemikiran. Kita bebas berpendapat. Ya 'kan?
0 Responses

Posting Komentar

abcs