Tulisan ini bukan untuk memihak salah satu kelompok (yang menertibkan atau yang ditertibkan). Berkali-kali penulis menyaksikan langsung maupun melalui TV atau berita di koran, penggusuran, relokasi, atau penertiban (yang intinya memindahkan PKL dari tempat yang terlarang dan mengganggu kelancaran lalu lintas), selalu mendapatkan perlawanan. Tiap penertiban selalu ricuh, dari sekedar perang mulut sampai perang kayu/ batu yang mengakibatkan korban luka-luka.
Bagaimana setelah ditertibkan? Dalam jangka relatif singkat, terlihat rapi dan tertib. Tapi ya itu tadi, tidak dilakukan tindakan pencegahan lagi setelah ditertibkan. Secara perlahan, di tempat yang sama, muncul lagi PKL. Karena ada 1 PKL dan tidak ditertibkan, perlahan dan pasti teman-temannya akan datang dan bergabung.
Bagaimana kalau sudah lama dan banyak PKL sehingga mengganggu lalu lintas? Penertiban lagi. Ricuh lagi, dan berdarah-darah lagi. Begitulah terus siklus ini terjadi. Sampai kapan keadaan seperti ini akan terus terjadi???
Hal ini bukan hanya terjadi pada PKL, tapi juga pemukiman liar (tempat tinggal yang dibangun di tanah milik orang lain tanpa izin). Biasanya terjadi pada tanah milik negara. Karena "terlantar" maka akan ada 1 orang yang "membangun rumah" ala kadarnya dari kardus, kayu, tripleks bekas. Setelah melihat ada bangunan di sana dan tidak ada teguran/ tindakan dari pemilik tanah, maka orang lain akan ikut. Perlahan dan pasti akan banyak rumah di sana. Masih tak ada tindakan dari pemilik tanah, bangunan semipermanen akan jadi bangunan permanen. Anehnya bangunan tak resmi seperti ini bisa punya meteran listrik dari PLN, atau telpon dari Telkom. Kalau rumah (bangunan) sudah banyak? Mulai lagi siklus penertiban dan yang pasti akan ricuh.
Coba Anda perhatikan lingkungan di sekitar Anda. Depan toko, di depan tembok pabrik, di lorong/ gang, di atas saluran air/ got, di halte bis kota, di sela-sela 2 rumah di dalam kompleks perumahan (biasanya di antara 2 rumah ada got/ saluran air atau sungai kecil), di sana akan berdiri rumah. Semula semipermanen sampai nantinya jadi rumah, kios, atau toko permanen. Kalau sudah dinilai mengganggu (mengganggu saluran air, menyebabkan jalan jadi sempit dan macet, dan lain-lain), barulah dilakukan penertiban. Sekali lagi, siklus penertiban akan terulang. Kalau daerah itu sudah bersih setelah penertiban?
Ya itu tadi, siklus akan terulang. Tidak ada upaya pencegahan. Maka di sana akan mulai ada bangunan lagi, dibiarkan, jadi banyak, setelah banyak, baru ditertibkan. Di sinilah yang menurut penulis diterapkan pembalikan pepatah yang menjadi "Lebih baik mengobati daripada mencegah."
Posting Komentar