Ide cemerlang terlintas di benak. Mengapa peluang tidak dijadikan uang? Maka dipasanglah sebuah plang berupa tiang besi dan plat dari logam di tengah jalan bertuliskan: Sumbangan untuk perbaikan jalan (duh mulianya orang ini).
Untuk apa plang setinggi pinggang orang dewasa yang bisa dipindah-pindah ini? Sebagai penghalang bagi mobil yang akan lewat. Motor bisa lewat jalan di sisi kiri dan kanan penghalang ini. Tapi kalau mobil? Tentu saja tidak bisa. Begitu ada mobil yang akan lewat, sang pemasang plang ini akan memindahkan penghalang ini. Karena merasa pemasang plang ini "berjasa" sehingga pengguna jalan bisa lewat, maka pengguna jalan akan memberikan uang.
Bila Anda lewat setelah dia mengangkat plang lalu Anda tidak memberi uang, jangan harap lain kali dia akan memindahkan plang itu untuk Anda. Lewat jalan lain saja.
Sudah selesaikah? Ternyata belum. Di tengah jalan pintas ini agak menyempit sehingga kendaraan dari dua arah harus bergantian. Jangan khawatir, sudah ada orang yang berjaga dan mengatur arus lalu lintas ini. Tapi sekali lagi, tidak ada jasa gratis. Anda harus bayar!
Kalau Anda menemukan portal di kompleks perumahan, mungkin itu benar untuk menjaga agar jalan di kompleks perumahan itu jadi awet. Mobil box atau kendaraan besar lainnya tidak bisa lewat. Kalau mau lewat, tentu petugas keamanan di sana akan mengangkat portal (melepaskan tali penahan atau membuka gembok portal. Urusan begini, biasanya tak jauh dari uang juga.
Kembali ke jalan pintas tadi. Jangan percaya kalau uang yang diberikan pengendara akan digunakan untuk pemeliharaan jalan atau perbaikan jalan, pasti masuk ke kantong pribadi. Orang itu bukan petugas yang disuruh oleh RT setempat kok. Jangan juga berpikir: Plang tadi dipasang untuk menjaga agar jalan tadi lebih awet (kendaraan kecil boleh lewat, kendaraan besar tak boleh lewat). Kendaraan seberat apa pun, kalau bayar, tentu dibolehkan lewat. Jalan mau cepat rusak, EGP!
Berapa tarif sekali lewat? Anda harus bayar minimal Rp 500 di pintu masuk dan Rp 500 di tengah perjalanan (yang mengatur giliran kendaraan untuk lewat). Kurang dari Rp 500, Anda tidak boleh lewat sini lagi.
Sekali lewat, Anda harus bayar Rp 1.000. Kecil sih... jika hanya sesekali saja. Tapi kalau sehari 2 kali (pulang pergi)? Dan harus diingat, jalan kecil ini jaraknya hanya sekitar 500 meter saja. Lewat jalan pintas ini, Anda belum tentu terbebas dari kemacetan. Bila dibandingkan dengan jalan tol sebenarnya (tarif dibagi jarak, pasti tarif jalan pintas ini jauh lebih mahal).
Ehm... jadi aneh saja, ada orang merasa punya hak atas sebuah ruas jalan, padahal rumahnya pun tidak ada di sana! Aneh tapi nyata.
Posting Komentar