Kalau di pertigaan tadi bisa langsung belok kanan, tentu juga akan terjadi kemacetan di sana. Maklum saja, jalan tak terlalu besar, kendaraan cukup banyak, di jam masuk sekolah dan jam masuk kerja.
Mengarahkan kendaraan belok ke kiri dulu sebenarnya bukanlah solusi kemacetan, hanya memindahkan simpul kemacetan.
Terlambat sedikit saja dari jam biasanya, kemacetan semakin panjang. Kalau sudah begini, biasanya ada petugas berjaga di tempat kendaraan berbalik arah. Adakah solusi? Sama saja. Petugas biasanya meminta pengendara untuk terus meski sudah memberi tanda akan belok kanan (atau tepatnya balik kanan). Kalau petugasnya 1 orang, pengendara diminta agak jauh dari tempat biasa berbelok. Ada 2 petugas, jarak untuk berbalik arah akan lebih jauh lagi. Sama saja, bukan solusi juga. Hanya memindahkan simpul kemacetan saja.
Banyak problem yang ada memang tanpa solusi. Ibarat sakit perut karena telat makan, mungkin minum obat sakit maag adalah solusi sementara. Setelah itu, kita harus makan.
Solusi seperti kemacetan tadi ibarat orang sakit perut (sakit maag), hanya minum obat sakit maag (solusi sementara), tidak dilanjutkan dengan makan. Ketika reaksi obat berakhir, minum obat lagi. Tentu tidak akan sembuh, malah tambah kronis.
Kemacetan terjadi di hampir semua kota besar. Ini terjadi karena ruas jalan tetap seperti itu saja (jarang ada penambahan jalan baru, jarang ada pelebaran jalan, atau perbaikan jalan yang rusak). Sedangkan jumlah kendaraan baik roda dua maupun roda empat, setiap hari bertambah. Jumlah pertambahan kendaraan pun angkanya fantastis!
Ini problem matematis yang sederhana. Jalan ibarat ember, kendaraan ibarat air. Kalau tidak ada penambahan ember atau mengganti dengan ember yang lebih besar, sedangkan air dari kran terus menetes, siapa pun akan tahu jawabannya. Air akan memenuhi ember dan meluber/ tumpah.
So... ???
Posting Komentar