Ketika seorang menjadi tersangka kasus korupsi dan diperiksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), seringkali tersangka ini (sebut saja X) akan "menyanyi" dan menyebut banyak nama yang juga terlibat dalam kasus korupsi (baik kasus yang sama dengan disangkakan pada X, maupun kasus lain).
Salah satu contoh "nyanyian" ini berasal dari Nazaruddin (tersangka kasus korupsi Hambalang).
Ada yang berkomentar, "nyanyian" para tersangka tidak perlu-lah didengar. Logikanya seperti orang yang terjatuh ke jurang. Siapa atau apa saja yang ada di dekat mereka, semua dipegang agar ia tidak terjatuh.
Tapi fakta membuktikan, satu persatu "nyanyian" Nazaruddin terbukti dan orang-orang yang disebutnya kini jadi tersangka.
Jika ada yang menggunakan logika "nyanyian" tersangka ini seperti orang yang terjatuh ke jurang dan memegang siapa saja atau apa saja agar mereka tidak terjatuh, logika penulis berbeda.
Bagi penulis (dengan asumsi, para tersangka ini "orang yang waras"), kemungkinan besar "nyanyian" mereka adalah fakta (jadi bukan cerita bohong, asal menyebut nama tanpa data). Mengapa? Tersangka sendiri sudah terancam hukuman karena kasusnya. Masa' sih masih ingin menambah jumlah kasus dan jumlah hukuman dengan memfitnah orang-orang di sekelilingnya? Menghadapi kasusnya saja sudah cukup memusingkan, apakah masih harus ditambah tuntutan dari orang-orang yang difitnah?
Dan perlu diingat, umumnya orang yang disebut adalah pejabat/ orang berkuasa atau mungkin pengusaha kaya. Jadi orang-orang yang disebut ini punya kekuasaan (punya power).
Apa sebegitu "bodohnya" tersangka ini asal fitnah? Menambah musuh, dan mungkin menambah tuntutan (setidaknya pencemaran nama baik), menambah panjang daftar tuntutan, dan mungkin juga menambah masa hukuman.
Apalagi ditambah dengan kondisi lembaga peradilan Indonesia sekarang. Bukan rahasia lagi, pihak yang salah pun bisa menang jika punya banyak uang atau punya kekuasaan. Apalagi memfitnah tanpa bukti dan yang difitnah adalah orang yang berkuasa? Itu namanya bunuh diri.
Jika asal menyebut nama (memfitnah), apa sih keuntungan dari tersangka? Apakah dengan asal menyebut nama orang, KPK langsung menangkap orang yang disebut? Bukankah hal ini tentu akan diselidiki oleh KPK, apakah ada indikasi kuat bahwa orang yang disebut juga melakukan tindakan korupsi? Apakah dengan menyebut nama-nama lain, tersangka akan terbebas dari hukuman? Menurut penulis, tidak ada untungnya jika tersangka asal menyebut nama, malah menambah banyak masalah.
Penulis hanya sekedar berpendapat di era keterbukaan ini. Bukan menuduh atau memastikan bahwa "nyanyian" tersangka pasti benar. "Nyanyian" tersangka kasus korupsi bisa benar, bisa salah. Tapi logika berpikir penulis, kemungkinan besar "nyanyian" tersebut ada benarnya. Kita biarkan saja proses hukum berjalan dan yang menentukan bersalah atau tidaknya orang-orang yang disebut oleh tersangka.
Bagaimana pendapat Anda???
Catatan:
"Orang yang waras" yang dimaksud di sini adalah orang yang berpikir dengan logika. Tahu konsekuensi apa yang dihadapi jika ia mengatakan sesuatu, terlebih berkaitan dengan hukum.
Posting Komentar