Solopos.com, JAKARTA – Heboh perdebatan Polisi dan pengguna jalan soal perbedaan berhenti dan parkir menjadi sorotan publik. Bahkan, netizen turut dalam perdebatan sengit itu.
Video itu memperlihatkan seorang polisi yang diketahui bernama Iptu
Abd Azis memergoki seorang pengendara mobil berhenti di tepi jalan yang
terdapat larangan parkir. Iptu Azis bersama rekan lantas menilang sopir
mobil itu.
Penilangan ini justru menimbulkan persoalan lantaran sang sopir
menganggap dirinya benar. Sang sopi beralasan dirinya hanya berhenti
lantaran mesin tidak dimatikan dan dirinya masih berada dalam mobil.
“Tetap saja bapak berhenti,” timpal Iptu Azis yang lantas kembali
dibantah sang sopir dengan mengatakan berhenti dan parkir berbeda.
Iptu Azis melanjutkan argumentasinya dengan mengatakan bahwa
seseorang bisa saja parkir namun dalam keadaan masih di dalam mobil.
Sopir tersebut tetap tak mau mengalah dan meminta maaf seraya meminta
polisi tidak menilangnya. Terkait hal ini, bagaimanakah peraturan
perundangan mengaturnya?
Dalam Undang-Undang nomer 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan “Parkir”
dan “Berhenti” ternyata dijelaskan dalam pasal 1 angka 15 dan 16.
Terlihat perbedaan yang cukup tipis di antara keduanya.
“Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk
beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya,” tulis pasal 1 angka 15.
Sedangkan pasal 1 angka 16 menyatakan “Berhenti adalah keadaan
Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan
pengemudinya,”
Dua keadaan ini kembali dijelaskan dalam pasal-pasal lain. Seperti
pada pasal 106 huruf E, dinyatakan setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor wajib mematuhi ketentuan berhenti dan parkir. Jika
melanggar maka penegak hukum tidak segan memberikan sanksi dan denda,
sesuai pada pasal 287.
Dalam Undang-undang yang sama juga menjelaskan tata cara berhenti dan
parkir yang benar. Bahkan keduanya juga memiliki rambu-rambu yang
berbeda.
Untuk rambu dilarang pakir adalah gambar huruf “P” yang dicoret
sedangkan berhenti menggunakan huruf “S” yang dicoret. Rambu ini jelas
memiliki fungsi yang berbeda.
Selain rambu, pelanggaran terhadap dua keadaan ini juga memiliki
sanksi yang berbeda. Larangan ini dapat diketahui dalam sejumlah pasal
di Undang-Undang tersebut.
Catatan:
Waktu membuat posting tentang sepakbola, penulis pernah memasang video YouTube di blog (tapi tiba-tiba video-nya tidak bisa disaksikan karena diblok oleh pemilik video/ hak cipta. Akhirnya penulis memasang foto saja, video bisa dilihat langsung ke sumber-nya di YouTube. Silakan lihat (klik): Video Keren dari Sepakbola (Top 10 Moments of Respect)
Ada baiknya hal yang sama juga dilakukan. Jika pihak Net merasa video itu hak cipta/ milik Net, sediakan video tersebut di channel Net di YouTube. Sejauh ini penulis belum menemukan video tersebut.
Jika video itu hanya sepotong, silakan Net tampilkan video seutuhnya agar tidak terjadi kekeliruan penafsiran. Jika video plus ulasan yang dibuat netizen itu tidak benar, Net atau pihak pemilik acara "86" bisa membuat video plus bantahan agar masyarakat tahu mana yang benar. Biar masyarakat menilai. Bukankah sekarang era keterbukaan informasi?
Info tambahan:
Tampaknya semua video tentang debat sopir taksi dan polisi soal arti stop dan parkir semua sudah di-blokir.
Akhirnya ketemu info bahwa diskusi soal ini sudah selesai, silakan baca (klik saja): Chirpstory
Ini penjelasan dari IG 86 (klik saja): 86NetMediaNet (tapi di bagian bawahnya ada bantahan bahwa itu Instagram 86NetMedia bukan akun resmi Netmedia. Akun resmi 86 NET hanya akun Twitter @86NetMedia
Nah... jadi makin jelas atau justru semakin kusut?
Ternyata video debat polisi dan sopir taksi soal arti kata stop dan parkir masih ada di FB, silakan klik ini (saat akan klik, Anda harus sudah dalam posisi login ke FaceBook Anda): FB Begitulah.com
Posting Komentar