Masa kecil penulis di kota penulis, listrik hanya ada di sore hari. Sekitar pukul 16.00 atau 17.00 WIB baru ada listrik. Siang hari? Terpaksa tidak pakai listrik. Tapi saat itu memang belum banyak peralatan rumah tangga yang pakai listrik. Radio masih pakai batere, setrika masih pakai arang, masak nasi masih pakai kompor minyak tanah bukan pakai magic com atau rice cooker seperti sekarang. Yang perlu listrik nonstop? Terpaksa beli genset sendiri.
Setrika:
Dulu setrika yang paling populer berbahan kuningan dengan asesories ayam jago di depannya. Lumayan berat. Supaya panas, arang dinyalakan, setelah membara, masukkan ke dalam setrika. Harus siapkan alas daun pisang agar tidak lengket ke pakaian yang disetrika. Setrika mulai kurang panas, harus dikipas atau ditambah arang lagi, khawatir ada percikan api dari arang yang bisa kena pakaian yang disetrika. Untuk hasil setrika lebih licin, biasanya pakaian diciprat air (manual saja, mangkuk isi air, celupkan tangan, ciprat ke pakaian).
Setelah itu muncul setrika listrik. Setrika ini masih mengandalkan berat untuk merapikan pakaian (kalau terlalu panas harus dicabut dulu, kurang panas dicolok lagi). Body-nya berat, pegangan dari kayu.
Sekarang? Setrika pakai listrik, bahan logam tapi ringan, panas bisa diatur, lapisan bawah ada teflon anti lengket. Untuk memudahkan setrika, ada berbagai cairan untuk setrika berbagai merek, tinggal semprot.
Bagian pertama, silakan klik: Melintasi Masa, Mengenang Semua
Bagian pertama, silakan klik: Melintasi Masa, Mengenang Semua (Bagian 3)
Posting Komentar