Melintasi Masa, Mengenang Semua (Bagian 3)

Telpon:
Waktu kecil, penulis masih sempat menggunakan telpon engkol/ putar (di sisi kanan pesawat telpon ada alat putar seperti alat serut pensil). Telponnya berwarna hitam. Setelah diputar, maka di sentral telpon ada petugas yang mengangkat. "Selamat siang" maka kita yang akan menelpon bilang "Pak, tolong sambung ke nomor 121." Maka petugas akan menyambungkan. Setelah sekian lama, petugas akan memutuskan sambungan, kalau pembicaraan belum selesai, kita minta petugas menambungkan lagi. Nomor 121 dalah nomor telpon kakek penulis, sedangkan nomor telpon penulis 74. Ya hanya 2 digit!

Kemudian telpon beralih ke semi otomatis, begitu horn telpon diangkat, maka petugas di sentral telpon akan bertanya mau disambung ke nomor berapa.

Setelah itu telpon otomatis, kita sendiri yang memutar nomor tujuan. Ya, memutar karena angka-angka di telpon berbentuk lingkaran dan tepat di nomor tersebut ada lubang. Masukkan jari kita di lubang angka, lalu kita putar. Kalau nomor tujuan ada 5 digit, kita harus memutar 5 kali (putar ke arah kanan). dari sini baru berganti ke pesawat telpon dengan nomor yang dipijit/ dipencet seperti telpon dan ponsel/ HP sekarang.

Dulu kita hanya bisa menelpon dari rumah atau kantor yang ada telponnya (horn telpon tak bisa dibawa, harus terhubung dengan kabel ke pesawat telponnya). Lalu muncul telpon wireless (tanpa kabel). Horn telpon bisa dibawa tapi masih di sekitar pesawat telpon. Sekarang sudah era telpon tanpa kabel ponsel/ HP). Dari semula hanya untuk bicara jarak jauh, sekarang HP bisa menjalankan banyak sekali fungsi tambahan (jam, kalender, kalkulator, agenda pengingat, buku catatan nomor telpon, radio, TV, kamera, handycam, mp3, games, inteTautan
rnet, dan sebagainya).

Ini gambar evolusi pesawat telpon






Bagian pertama, silakan klik: Melintasi Masa, Mengenang Semua

0 Responses

Posting Komentar

abcs