Sepasang
wisatawan asyik menikmati kopi di sebuah kafe terkenal di Venesia,
Italia. Tak lama kemudian, datanglah seorang pria paruh baya, duduk di
salah satu meja kosong. Ia memanggil pramusaji dan memesan, "Kopi dua
cangkir. Yang satu untuk di dinding."
Wisatawan
merasa heran mendengar kalimat tersebut. Apalagi sang pria kemudian
hanya disuguhi satu cangkir kopi, namun ia membayar untuk dua cangkir.
Segera
setelah pria tersebut pergi, si pramusaji menempelkan selembar kertas
kecil bertuliskan "Secangkir Kopi" di dinding kafe.
Suasana
kafe kembali hening. Tak lama kemudian masuklah dua orang pria. Kedua
pria tersebut pesan tiga cangkir kopi. Dua cangkir di meja, satu lagi
untuk di dinding. Mereka membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi.
Lagi-lagi setelah itu pramusaji melakukan hal yang sama, menempelkan kertas bertulis "Secangkir Kopi" di dinding.
Pemandangan
aneh di kafe sore itu membuat wisatawan heran. Mereka meninggalkan kafe
dengan menyimpan pertanyaan atas kejadian ganjil yang mereka saksikan,
namun tidak sempat mengajukan pertanyaan, apa maksud kopi di dinding.
Minggu
berikutnya, mereka mampir kembali ke kafe yang sama. Mereka melihat seorang lelaki tua masuk ke dalam kafe. Pakaiannya kumal dan kotor.
Setelah duduk ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “Satu
cangkir kopi dari dinding."
Pramusaji
segera menyuguhkan secangkir kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki
lusuh tadi lantas pergi tanpa membayar. Tampak si pramusaji menarik satu
lembar kertas dari dinding tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah.
Pertanyaan
wisatawan itu terjawab sudah. Begini rupanya cara penduduk kota ini
menolong sesamanya yang kurang beruntung dengan tetap menaruh respek
kepada orang yang ditolongnya. Kaum papa (miskin) bisa menikmati secangkir kopi
tanpa perlu merendahkan harga diri untuk mengemis secangkir kopi. Bahkan
mereka pun tidak perlu tau siapa yang “mentraktirnya”. Suatu tatanan hidup bermasyarakat yang amat menyentuh dan mengharukan.
Sumber: kiriman teman via WA
Posting Komentar