Seorang petugas tengah memeriksa ruang tahanan yang mewah (Dedi Mahdi/Okezone)
BOJONEGORO - Petugas gabungan dari satuan
narkoba Polres Bojonegoro bersama aparat TNI dari Kodim 0813 dan Satpol
PP Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro kembali melakukan razia
narkoba di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 2 Bojonegoro di
Jalan Diponegoro Kota Bojonegoro, Jawa Timur, pada Selasa (19/04/2016).
Saat menggeladah ruang tahanan, petugas menemukan ruangan mewah
layaknya kamar hotel, lengkap dengan perabotan rumah tangga di dalamnya,
seperti lemari kasur dan sejumlah perabotan lainnya.
Kamar yang berada di kompleks Blok D ini dihuni oleh Mukhtar
Setyohadi, mantan pimpinan DPRD Kabupaten Bojonegoro yang terjerat kasus
korupsi perjalanan dinas senilai Rp13,2 milyar pada 2007.
Selain itu, kamar hanya ditempati oleh tiga orang saja. Berbeda
dengan ruang narapidana (napi) lainnya yang bisa ditempati enam belas
orang napi.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas 2-A Bojonegoro, Basir Ramlan
membantah jika pihaknya memberi fasilitas mewah terhadap salah satu
napi. Menurutnya, membangun serta membawa perabotan di dalam kamar
merupakan hak napi, asalkan sudah minta izin pihak lapas.
“Pak Mukhtar sebelumnya minta izin, karena di sini dia masih lama,” ujarnya.
Sebelumnya, petugas sudah tiga kali melakukan razia narkoba di Lapas
Bojonegoro dalam kurun waktu satu bulan terahir. Bahkan pada razia yang
kedua, petugas menemukan 13 napi yang positif menggunakan narkoba
setelah dilakukan tes urine.
“Untuk napi yang positif narkoba, langsung kita pindah di lapas narkoba di Madiun,” tandas Basir. (fzy)
Catatan:
Mungkin ini salah satu penyebab korupsi susah diberantas dari negeri tercinta ini. Lembaga pemasyarakatan atau biasa disebut penjara mirip tempat kost atau dalam berita malah disebut seperti kamar hotel.
Pertama karena koruptor tidak dimiskinkan, masih banyak uang untuk bisa mempengaruhi pemegang kebijakan. Ditambah pemegang kebijakan yang serakah (mudah tergoda) oleh uang yang ditawarkan.
Kedua, ternyata boleh membawa perabotan dari rumah adalah hak napi, asal sudah minta izin pada pihak lapas. Ini yang disebut hak asasi? Padahal, mana bisa menyamakan hak asasi manusia bebas dan napi. Bebas mau jalan ke mana sesuka hati juga hak asasi manusia, dan kadang napi tertentu juga dapat fasilitas seperti ini (Gayus Tambunan bahkan bisa terbang ke Bali dan nonton pertandingan tenis).
Manusia bebas saja (bukan napi), hak asasi-nya dibatasi hak asasi orang lain. Anda bebas mendengarkan musik (tape recorder milik Anda, listrik Anda yang bayar, setel musik di rumah Anda), tapi ketika suaranya kencang dan mengganggu tetangga (hak asasi tetangga untuk hidup tenang) menjadi batasan hak asasi Anda. Ketika Anda menjadi napi, hak asasi Anda sudah dibatasi (tidak bisa sebebas orang biasa yang bukan napi).
Kalau sekedar minta izin, lalu perabotan adalah milik sendiri, ini mirip pindah rumah atau tempat kost atau hotel. Anda bayar murah, kamarnya sempit dengan banyak penghuni. Anda bayar mahal, tempatnya nyaman dan tidak banyak penghuni (jadi ingat Artalyta Suryani alias Ayin yang punya salon di dalam lapas, TV plasma, boks bayi, sofa, dan fasilitas lainnya).
Ketiga, hukuman untuk koruptor masih terlalu ringan dan tidak membuat efek jera bagi orang lain yang masih jadi manusia bebas.
Bagi mereka yang tergoda, nama baik mungkin tidak begitu penting. Status napi (nantinya mantan napi) dan dipenjara sekian tahun tidak masalah, yang penting, saat keluar nanti jadi orang kaya raya. Bisa jadi orang kaya dengan uang yang luar biasa banyak (kalau dikumpulkan dengan cara halal, kayaknya sampai ajal menjemput pun sudah didapatkan). Selama masih dipenjara, uang bisa digunakan untuk meminta fasilitas yang diinginkan. Bukankah kondisi seperti ini sangat menggiurkan bagi orang yang lemah iman???
Posting Komentar