Terakhir kali saya mengurus administrasi di kantor kelurahan, kira-kira
sudah lewat satu tahun lalu. Waktu itu ada panggilan untuk mengambil
e-KTP. Rasanya malas sekali meninggalkan pekerjaan untuk
berdesak-desakan dan berpanas-panasan di kantor kelurahan. Banyak waktu
terbuang sia-sia untuk menunggu dokumen yang sedang dikerjakan oleh
staf kelurahan di wilayah Jakarta Timur ini. Kalau tidak terpaksa
sekali sih, saya memilih untuk tidak pernah datang ke tempat yang
namanya kantor kelurahan.
Tapi siang ini saya harus kembali ke kantor kelurahan Cililitan dengan
terpaksa. Masalahnya, anak saya yang bersekolah di SMP Depok akan
melanjutkan ke SMA Negeri Depok. Dan ada kebutuhan melegalisir Kartu
Keluarga untuk pendaftaran di sekolah nanti. Ya sudah, tekad sudah
dibulatkan untuk mengantri lagi berdesakan dan berpanas-panasan di
kantor kelurahan. Namanya juga sayang anak.
Saya memarkir mobil di parkiran kantor kelurahan Cililitan yang relatif
sepi. Pintu tertutup semua, hanya ada satu orang sedang duduk di luar di
bangku teras. Pikiran saya yang negatif sudah langsung menghakimi, “Ini
pasti staf kelurahan sudah kabur makan siang semua, urusan bakalan
jadi lama deh.” Orang yang duduk di luar tadi tadi, mempersilakan saya
masuk ke pintu itu. Maka saya buka pintu dan masuk ke dalam.
Begitu masuk, saya langsung terpana. Di dalamnya suasana dingin ber-AC.
Saya sempat bingung. Ini kantor kelurahan, atau Bank Swasta sih? Ada 4
petugas kelurahan berbaju resmi duduk di belakang meja seperti meja
Customer Service bank, semuanya wanita. Yang paling ujung kiri, bekerja
dengan laptop. Ada seorang staff kelurahan yang tersenyum pada saya, dan
kursi di depannya kosong. Langsung saya duduk di situ. Saya sungguh
masih bingung. Mana loket tempat mengurus surat-surat seperti biasa?
Mana tukang ketik yang biasa sibuk ketak-ketik seperti kelurahan pada
umumnya? Ada sekitar 4 orang tamu duduk di ruang tunggu, tapi tidak
mirip orang mengantri.
Ibu yang tersenyum tadi langsung melayani saya. Foto copy Kartu Keluarga
saya langsung dicap dan ditulis-tulis, dan dimasukkan buku registrasi.
Kami mengobrol ngalor-ngidul, dia bertanya kenapa anak saya tidak
sekolah di DKI Jakarta saya, 'kan bagus? Lalu anak saya apakah tinggal
dengan nenek-nya di Depok, dan sebagainya. Prosesnya cuma 3 menit.
Yang luar biasa, tiba-tiba ada seseorang yang mungkin Lurah Cililitan
duduk di samping saya dan menandatangani foto copy Kartu Keluarga saya.
Beres. Total waktu cuma 4 menit. Semua lembar tadi diserahkan kepada
saya yang masih kaget.
Lho, ini beneran sudah selesai? Dari rumah tadi saya sudah siapkan
waktu sekitar 3 jam untuk mengurus legalisir Kartu Keluarga ini, tapi
sekarang cuma dilayani 4 menit saja di tempat yang dingin dan mirip
kantor Bank Swasta ini.
Lalu saya salaman dengan ibu tadi sambil memberi salam tempel 2 lembaran
rupiah. Saya memberi uang ini bukan untuk menyogok, sebab pekerjaan
sudah selesai. Tapi lebih kepada kepuasan dan terima kasih. Ibu itu
mengatakan, “Wah bapak saya beri kupon ya pak. Sebab bapak sudah
memberikan uang kepada saya.” Saya heran, kupon apaan? Dia menyobek 2
lembar kupon. Ternyata itu adalah kupon amal untuk sebuah panti asuhan.
Ternyata uang saya akan dihibahkan lagi untuk anak-anak yatim yang
tertulis di kupon itu. Saya jadi tambah kagum lagi dengan kantor
kelurahan ini. Hati yang tadinya kesal karena berpikir akan antri lama
di kantor kelurahan, sudah diubah menjadi kepuasan yang tak terhingga
atas pelayanan kantor kelurahan Cililitan ini yang tidak lebih dari 5
menit.
Sepanjang perjalanan pulang, di dalam diri saya tumbuh yang namanya
sebuah harapan. Tadinya saya sudah apatis melihat negara dan bangsa
Indonesia. Tidak mungkin mental bobrok pejabat dari atas sampai bawah
bisa diubah. Namun sejak gubernur yang baru memimpin Jakarta,
perlahan-lahan Jakarta berubah melayani warganya. Hati saya rasanya puas
dan gembira sekali. Harapan baru tumbuh untuk Jakarta yang baru, dan
juga nanti menyongsong Indonesia baru.
Lewat blog Kompasiana ini saya menitipkan terima kasih untuk Pak Jokowi, Pak Ahok dan juga Pak Lurah Cililitan beserta staf-stafnya. Saya yakin
di kelurahan lain di DKI Jakarta juga sudah berubah baik seperti
Kelurahan Cililitan. Berubah untuk melayani warga Jakarta.
Sekarang, datang ke kantor Kelurahan sama mengasyikkan seperti datang
ke kantor cabang bank Swasta. Selamat datang Jakarta baru.
Dikutip dari tulisan seorang Kompasianer, Dwi M. Sumber: Kompasiana
Catatan:
Penulis (maksudnya saya, pemilik blog ini) meneteskan air mata haru membaca tulisan di atas. Kapan daerah lain mencontoh keteladanan Jokowi-Ahok?
Terobosan baru? Mungkin tidak banyak pejabat yang berpendapat kalau ini sebuah pemikiran yang luar biasa atau apalah. Ini hal yang biasa saja, penulis pun berpendapat sama. Ini hal yang sangat biasa (semua pejabat tahu cara kerja seperti ini, bagaimana melayani rakyat, tidak korup, dll.), hanya saja TIDAK SEMUA MAU melakukan hal ini. "Jika bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah? Jika disuruh bayar pun rakyatnya mau, untuk apa di-GRATIS-kan? Bukankah begitu?
Mengapa hal ini dianggap sesuatu yang biasa saja (bukan luar biasa)??? Karena tidak banyak (mungkin tidak ada) pejabat dari daerah lain yang mau kunjungan kerja (bahasa populernya: studi banding) ke Jakarta.
Pertama: sudah tahu ilmunya, bukan hal baru. Kedua: lokasinya di dalam negeri (kurang enak buat plesir). Ketiga: kalau waktu untuk studi banding lebih banyak dipakai untuk plesir pasti bakal ketahuan. Keempat: mungkin malu jika harus belajar dari bangsa sendiri lebih keren belajar ke luar negeri (misal: Studi Banding Tentang Pramuka ke Afrika atau Studi Banding Logo Palang Merah ke Turki dan Denmark) --> klik foto studi banding ke Denmark) padahal zaman sekarang serba online, tanya Mbah Google, kirim email, skype, teleconference bisa, tanpa harus berangkat ramai-ramai dan habiskan miliaran rupiah. Hanya untuk menentukan apakah akan pakai tanda palang merah atau bulan sabit merah perlu biaya miliaran.
Catatan:
Ingin bagi info ini ke teman? Berikan link singkat ini: www.tiny.cc/berubah
Catatan:
Ingin bagi info ini ke teman? Berikan link singkat ini: www.tiny.cc/berubah
Posting Komentar