TRI RISMAHARINI, demikian nama walikota perempuan 
pertama di  Kota Surabaya. Masa jabatan ini pertama kali dijabatnya 
untuk masa bakti  2010-2015 terhitung sejak 28 September 2010.
Risma – begitu mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)  
Surabaya ini akrab disapa – berpasangan dengan mantan Walikota Surabaya 
 sebelumnya, Bambang Dwi Hartono yang kini menduduki posisi wakil  
walikota Surabaya.
Kendati wakilnya adalah mantan atasannya, Risma tidak merasa  
canggung. Perempuan berjilbab ini tampil sangat percaya diri. Justru,  
yang terasa dan terlihat adalah Bambang DH yang serba salah dan ewuh  
pakewuh. Untungnya Bambang DH sebagai wakil, mampu menempatkan diri.
Ternyata, kebersamaan dan saling pengertian di antara dua petinggi  
Kota Surabaya ini, berhasil menaikkan nama besar Kota Pahlawan secara  
nasional, maupun mancanegara. Surabaya sudah menjadi “guru” bagi  
berbagai kota di Indonesia dan beberapa kota di luar negeri. Surabaya  
dijadikan sebagai kota untuk studi banding. Apalagi, keberhasilan  
Surabaya menjadi yang layak menjadi panutan sudah terbukti dengan  
banyaknya penghargaan yang diterima.
Selain prestasi di bidang kebersihan dan suasana nyaman, juga  
keberhasilan secara pribadi dan berkelompok warga kotanya. Penghargaan  
untuk kota yang diterima, di antaranya sebagai juara yang mampu  
mengalahkan kota-kota lain. Piala Adipura, salah satu kebanggaan kota  
untuk rakyatnya. Surabaya yang sudah menjadi langganan Adipura ini sejak
  pertama kali Pemerintah Pusat menganugerahkan penghargaan ini di tahun
  1980-an. Termasuk peraih terbanyak dan tertinggi yang disebut Adipura 
 Kencana.
Tri Rismaharini adalah salah satu pemain utama dalam perebutan  
predikat Kota Terbersih untuk tingkat nasional kategori Kota  
Metropolitan atau Kota Raya. Karena Risma adalah pemutus kebijakan di  
bidang kebersihan, saat dia menduduki jabatan Kepala DKP Kota Surabaya, 
 kemudian berlanjut sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota  
(Bappeko) Surabaya, sebelum berhasil meraih suara terbanyak untuk  
menduduki jabatan walikota Surabaya.
Tidak hanya Adipura Kencana yang diboyong Surabaya, tetapi juga lima 
 piala Adiwiyata untuk sekolah yang cinta lingkungan. Bahkan satu 
sekolah  meraih Adiwiyata Mandiri. Bukan hanya itu, piala Kalpataru juga
  diboyong ke Surabaya.
Memang, Surabaya sangat layak mendapat julukan “Kota Sejuta Taman”.  
Betapa tidak, sebab tak sejengkal tanah kosong pun di dalam kota  
Surabaya ini yang tersisa. Semua menjadi taman, sehingga kondisi ini  
menjadikan Surabaya sebagai kota dengan taman kota terbaik di Indonesia.
“Tahun depan, tantangan Surabaya lebih berat lagi. Sebab, Jakarta dan
  Palembang marah karena posisinya kita rebut. Kita harus bisa  
memertahankannya bersama-sama. Saya yakin, dengan dukungan DPRD Surabaya
  dan seluruh masyarakat, kita dapat meraih Adipura kembali,” ujar Risma
  kepada Radjawarta.
Risma mengungkapkan, yang menjadi penilaian tertinggi bagi Surabaya  
adalah kenyataan yang ada di jalan, penghijauan, sekolah dan perkantoran.
  Namun, nilai Surabaya sempat rendah di kondisi pasar dan saluran.  
Alhamdulillah, ujar perempuan perkasa kelahiran Kediri ini, pada  
detik-detik terakhir penilaian, dengan digelarnya Festival Pasar, mampu 
 mengangkat nilai Kota Surabaya.
Untuk evaluasi ke depan, walikota mengajak seluruh elemen dan  
masyarakat yang ada untuk lebih menggiatkan fasilitas umum karena  
penilaian Adipura itu menyeluruh ke kondisi kota. Artinya, kegiatan  
menyangkut kebersihan dan keindahan kota ini tidak hanya fokus di  
pusat kota saja. Perhatian yang lebih besar ke fasilitas umum, toilet  
umum, terminal, stadion, sekolah, rumah sakit, dan saluran, serta  
pinggiran kota.
Tanpa Tanda Jabatan
Mungkin tidak banyak yang memperhatikan kebiasaan Tri Rismaharini  
sebagai seorang walikota atau pejabat negara. Saat dia bersama Bambang  
DH dilantik menjadi walikota-wakil walikota Surabaya oleh Gubernur Jawa 
 Timur, H. Soekarwo, bukti nyata yang terlihat dipasang adalah “tanda  
jabatan”. Lambang negara berupa burung garuda itu yang disematkan di  
dada sebelah kanan itu adalah bukti yang memakainya mempunyai kewenangan
  memutuskan kebijakakan yang mengikat.
Kendati  “tanda jabatan” itu adalah simbul “kekuasaan” yang  
diamanahkan rakyat, bagi Risma itu tidak mutlak. Sejak menjabat sebagai 
 walikota Surabaya, boleh dihitung dengan jari, tanda jabatan itu  
terpasang di dada kanan Risma. Selain saat dilantik, ada beberapa kali  
dalam acara tertentu.
Yang sangat lucu, adalah ketika Risma memasuki istana negara di  
Jakarta. Saat itu, semua pejabat negara dan daerah yang datang ke sana  
tidak ada yang tidak mengenakan tanda jabatan. Tetapi Risma, mengabaikan
  tanda jabatan itu. Dengan langkah mantap Risma menapaki tangga istana 
 Presiden Republik Indonesia, tentunya melewati koridor khusus menuju  
tempat yang ditentukan.
Mengapa? Langkah Risma “tertahan” oleh “bentakan” suara Paspampres  
(Pasukan Pengaman Presiden). “Bu, Bu, jalan lewat sana Bu”, ujar pria  
tegap berbaju safari warna gelap itu.
 “Saya diundang ke sini Pak, tadi diarahkan lewat sini Pak”, jawab  
Risma. “Jalan ini khusus untuk gubernur, walikota, dan bupati yang  
menerima penghargaan”, jawab petugas itu.
Risma hanya diam. Isteri Ir. Djoko Saptoadji ini tidak menyadari,  
kalau petugas Paspampres itu berpatokan kepada “tanda jabatan”. Memang, 
 saat itu Risma mengenakan busana batik dan jilbab warna coklat yang  
serasi dengan sandang yang dikenakannya.
Rupanya adegan singkat itu diketahui oleh seseorang yang mengenal  
Risma. “Ooo, itu walikota Surabaya,” bisik hatinya. Serta merta dia  
mendekati petugas yang mencegat langkah Risma dan mengatakan: “Oo,  
silakan Ibu, masuk lewat sini. Ini walikota Surabaya”, ujar pria itu  
kepada temannya.
Risma ternyata tidak menyadari mengapa dia dihadang tidak boleh masuk
  lewat koridor itu. Beberapa saat kemudian, Risma baru sadar, bahwa  
kebiasaannya tidak mengenakan “tanda jabatan” itulah yang sempat  
menghambat langkahnya.
Pernahkan Anda memperhatikan kebiasaan Ibu Tri Rismaharini itu? Nah, 
 silakan diamati pada keseharian Risma yang menyandang jabatan walikota 
 Surabaya ini.
“Jabatan ini amanah. Jabatan ini karunia dari Allah SWT,” ujar Risma.
  Nah, mungkin karena menyadari jabatan yang dipangkunya itu, dia tidak 
 perlu menonjolkan lagi dengan “tanda jabatan” berupa logam mulia  
berwarna keemasan itu. Jabatan, bagi Risma bukan terletak pada “tanda  
jabatan”. Justru dari sikap kepemimpinan yang layak dijadikan panutan.
Maaf, ini saya buka “rahasia” yang mungkin tidak banyak orang tahu.  
Saya juga mendapat informasi ini dari bisik-bisik tetangga. Ternyata,  
Risma adalah penganut azas kesederhanaan dan apa adanya. Konon Risma  
menjadi pengagum mantan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla, yang juga  
hampir tak pernah mengenakan “tanda jabatan” selama menjadi wakil  
presiden.
Bagaimana pribadi Tri Rismaharini itu sesungguhnya? Wanita yang  
memulai pendidikan dasar di Kediri ini, setelah lulus SDN di kota tahu  
itu  hijrah ke Surabaya. Risma  meneruskan pendidikannya ke SMPN X  
Surabaya dan ke SMAN V Surabaya. Sebagai warga kota Surabaya Risma  
menyelesaikan studi S-1 jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh
  Nopember (ITS) Surabaya. Kemudian di almamater yang sama Risma meraih 
 S-2 Manajemen Pembangunan Kota. Sehingga dengan demikian walikota  
perempuan pertama di Surabaya ini lengkap ditulis Ir. Tri Rismaharini, MT.
Sebagai seorang perempuan yang mengikuti pendidikan di sekolah  
tukang, sebagamana biasa diucapkan Mandra dengan Rano Karno, yaitu  
“sekolah insinyur” dalam adegan “Si Doel Anak Sekolahan”, mungkin layak pula  
dikaji. Betapa tidak, khususnya “keras hati” seperti kaum pria umumnya.
Walaupun ada cap, “kerasnya hati Risma seperti lelaki”, Risma  
mengaku, dia  tetap sebagai ibu rumah tangga yang baik di lingkungan  
keluarganya. Dia tetap harus mengurusi suami dan dua anaknya. Tak ada  
sekat yang dimunculkan saat dirinya berada di kediaman aslinya di  
Perumahan Wiyung Indah, agar tetap bisa berinteraksi dengan para  
tetangganya.
Risma menyatakan, dia juga mengajarkan kepada anaknya untuk tetap  
berusaha dan menerima dalam segala hal.  Kepada anaknya diingatkan,  
jangan sombong karena ibunya seorang wali kota.  Menurut Risma,  
pengajaran ini pun diterapkan dan dihayati oleh anak-anaknya.
Sumber: RadjaWarta Online 
          1 Response
        
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




Salut bu risma... semoga Alloh SWT melindungi....