Kasus pelecehan seksual di JIS (pedofil atau pedofilia, secara umum diartikan penderita kelainan seksual yang menyukai anak kecil), menjadi pemberitaan nasional. Semua mengutuk perbuatan biadab para pelakunya. Banyak yang meminta pelaku dihukum seberat-beratnya (ada yang usul dikebiri, dipotong habis alat kelaminnya, diberi tanda di kepala pelaku agar mudah diidentifikasi, sampai dihukum mati). Klik saja, Aktivis: Hukuman Mati uhntuk Pedofilia. Selain menyebabkan trauma berkepanjangan, bahkan bisa meyebabkan korban kelak jadi pelaku, juga menyebabkan korban terkena penyakit herpes.
Penulis berpikir, memang seharusnya tersangka kasus ini (pedofil) harus diberi hukuman lebih berat daripada kasus kejahatan seksual lainnya. Bandingkan saja dengan kasus pemerkosaan pada umumnya (ini sebagai pembanding saja, bukan berarti penulis berpihak pada pemerkosa dan menyatakan pemerkosa lebih baik daripada pedofilia). Semua kejahatan harus dihukum, hanya menurut penulis, kasus pedofilia harus lebih berat karena lebih spesifik.
Pedofil mengincar anak-anak. Korban (anak-anak) lebih mudah diperdaya (diancam) agar tak melapor. Anak kecil lebih mudah dilumpuhkan (memang kalah tenaga dan gampang juga dibujuk dengan mainan, makanan, uang). Trauma-nya relatif lebih susah disembuhkan, butuh bimbingan psikologis belasan tahun. Korban pedofil berpeluang jadi pelaku pedofil juga (seperti cerita di film drakula, korban yang digigit drakula akan jadi drakula juga). Sedangkan korban pemerkosaan (umumnya wanita), di masa depannya tidak jadi pemerkosa. Jadi penyendiri, depresi, bisa bunuh diri, dan lain-lain (kejahatan tetap kejahatan dan haarus dihukum).
Satu lagi, pedofil yang tak tertangkap atau yang sudah lepas dari masa hukuman, berpotensi melakukan lagi (karena penyakit kejiwaan ini susah disembuhkan).
Kalau yang "hobi ML" karena nafsunya tinggi atau hiperseks (korbannya adalah wanita dewasa, bukan anak-anak seperti kasus pedofilia). Jika mereka ingin melakukan lagi, ada "beberapa pilihan". Bila punya uang, mungkin ia bisa jajan ke lokalisasi atau di mana saja yang menyediakan jasa prostitusi. Keduanya suka sama suka.
Jika tidak punya uang, mungkin akan mencari korban (dipacari terlebih dahulu atau langsung melakukan bila situasi dan kondisi memungkinkan). Korban masih berpeluang lolos karena mungkin bisa berteriak, melawan, dan lain-lain.
Kasus pedofilia? Korbannya pasti anak kecil. Meskipun ia punya uang, secara umum kita tahu, tidak ada anak kecil yang menjajakan seks. Jadi, meski ia kaya, ia tidak bisa mencari anak yang suka sama suka dengan cara transaksi jual beli. Korbannya selalu dipaksa. Korbannya selalu anak-anak yang lemah dan belum mampu melawan dan berpikir lebih jauh agar tak terpedaya. Jadi korbannya adalah anak baik-baik (bukan sukarela melayani karena dibayar).
Satu lagi, jika memungkinkan, seharusnya pedofil dicegah masuk ke wilayah Indonesia. Tukar menukar info dengan pihak luar negeri (foto dan nama pelaku pedofil dan cekal agar mereka tidak masuk ke Indonesia). Yang sudah terjadi, William James Vahey pernah bekerja 10 tahun di JIS, 1992-2002). Silakan klik: Pedofil Buronan FBI Pernah Mengajar di JIS
Apa pun profesinya (meski profesi itu langka dan jarang ada), sebaiknya tidak usah izinkan pekerja yang pedofil itu masuk ke Indonesia. Negara kita sendiri pun sudah ada pedofil (kasus Baekuni alias Babe, Robot Gedek, dan juga yang lain), mengapa harus "impor" pedofil lagi?
Semoga pemerintah secara maksimal bisa mencegah rakyatnya (anak kecil yang tak berdaya) dari incaran pedofil.
Posting Komentar