Kreatif Dalam Menulis Lirik Lagu

Ada-ada saja pemikiran kreatif yang muncul di dunia musik. Ada yang kreatif memadukan aneka jenis musik sehingga muncul aliran musik baru, menghadirkan alat musik yang tak biasa, menulis lirik yang tidak biasa, dan lain-lain.

Salah satu yang penulis ingat adalah kreatif-nya seorang A. Rijanto dalam menulis lirik lagu. Hal ini penulis dengar dari sebuah tayangan TV yang menayangkan lagu-lagu lama (nostalgia). Di sana penulis mendapat info tentang sebuah lagu karya A. Rijanto yang berjudul "Teringat Selalu" yang dipopulerkan oleh Tetty Kadi (sepupunya). 

Jika diperhatikan, huruf awal lirik lagu ini membentuk nama asli Tetty Kadi yakni T. KRISTANTI.

Wow... keren! Di bawah ini penulis sajikan lirik lagu Teringat Selalu. Yang tidak tahu lagu ini dan ingin mendengarnya, silakan klik: Teringat Selalu



Teringat Selalu

Vocal: Tetty Kadi
Cipt: A. Rijanto




Teringat pada suatu waktu
Ku berjalan-jalan di muka rumahmu
Rasa berdebar dalam hatiku
Ingin lekat slalu


    Ref:
Sekilas nampaklah engkau di balik pintu
Tersenyum dikau menusuk hatiku

Apa daya sejak saat itu
Nurani terganggu di setiap waktu
Teringat slalu pada senyummu
Ingin ’ku bertemu 



Catatan: 
Saat googling, penulis menemukan 2 variasi lirik lagu ini pada baris ke-4: 


Ingin lekas slalu
Ingin lekas lalu


Menurut penulis artinya:

Ingin lekas slalu (rasanya selalu ingin cepat-cepat)
Ingin lekas lalu (perasaan berdebar itu ingin cepat-cepat berlalu)


Tapi pada lirik di atas, penulis mencantumkan "Ingin lekat slalu" (mungkin maksudnya ingin nempel terus dengan orang yang dicintai) setelah mendengar lagu ini berulang-ulang di  YouTube. Benarkah demikian?

Uniknya lagi, nama penyanyi lebih sering ditulis Tetty Kadi, sedangkan di sampul (piringan hitam atau kaset?) yang ada di video YouTube tersebut bertuliskan Tatty Kadi. 

Ada yang menulis pencipta lagu ini adalah Zaenal Arifin, tapi penelusuran penulis menemukan nama pencipta adalah A. Rijanto. (silakan klik 2 nama pencipta ini, akan membawa Anda ke blog yang mencantumkan nama tersebut sebagai pencipta lagu). 

Di sampul (piringan hitam atau kaset?) selain nama Tetty Kadi ada nama Zaenal Combo, yang menurut pengamat musik, Denny Sakrie Zaenal Combo adalah nama group musik yang dipimpinan oleh Zaenal Arifin.

Nilailah Seseorang dari Kerjanya, Bukan dari yang Lain

Sebelum pilkada DKI Jakarta, banyak yang meragukan sosok Basuki Tjahja Purnama yang akrab disapa Ahok. Berbagai pihak pun dengan percaya diri memilih menggunakan isu SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) untuk meraih suara publik daripada adu program kerja.  Untungnya masyarakat Indonesia sekarang sudah lumayan cerdas untuk ditipu dengan gaya lama. 

Yang dipilih adalah pemimpin yang bisa bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak korupsi, melayani rakyat, membela kepentingan rakyat, dekat dengan rakyat,... 

Sebelum terpilih, penulis membaca komentar di internet yang bernada negatif tentang sosok Ahok. Jika Ahok terpilih, pasti Ahok akan fokus ke ras (Tionghua) saja, banyak gereja akan dibangun dan sejenisnya.

Sekarang beliau sudah terpilih, rakyat bisa menilai sendiri. Apakah Ahok condong berpihak pada agama tertentu atau suku/ ras tertentu? Atau Ahok berpihak pada rakyat kecil dan konstitusi seperti halnya Jokowi? Konstitusi atau kostituen?

Penulis tidak akan meculiskan apa yang jadi pemikiran Ahok, silakan Anda tonton 3 video ini, barulah Anda menarik kesimpulan... 




(simak apa kata Ahok tentang menegakkan konstitusi dan urusan keluarganya)



Tri Rismaharini, Walikota Tanpa Tanda Jabatan



TRI RISMAHARINI, demikian nama walikota perempuan pertama di Kota Surabaya. Masa jabatan ini pertama kali dijabatnya untuk masa bakti 2010-2015 terhitung sejak 28 September 2010.

Risma – begitu mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya ini akrab disapa – berpasangan dengan mantan Walikota Surabaya sebelumnya, Bambang Dwi Hartono yang kini menduduki posisi wakil walikota Surabaya.

Kendati wakilnya adalah mantan atasannya, Risma tidak merasa canggung. Perempuan berjilbab ini tampil sangat percaya diri. Justru, yang terasa dan terlihat adalah Bambang DH yang serba salah dan ewuh pakewuh. Untungnya Bambang DH sebagai wakil, mampu menempatkan diri.

Ternyata, kebersamaan dan saling pengertian di antara dua petinggi Kota Surabaya ini, berhasil menaikkan nama besar Kota Pahlawan secara nasional, maupun mancanegara. Surabaya sudah menjadi “guru” bagi berbagai kota di Indonesia dan beberapa kota di luar negeri. Surabaya dijadikan sebagai kota untuk studi banding. Apalagi, keberhasilan Surabaya menjadi yang layak menjadi panutan sudah terbukti dengan banyaknya penghargaan yang diterima.

Selain prestasi di bidang kebersihan dan suasana nyaman, juga keberhasilan secara pribadi dan berkelompok warga kotanya. Penghargaan untuk kota yang diterima, di antaranya sebagai juara yang mampu mengalahkan kota-kota lain. Piala Adipura, salah satu kebanggaan kota untuk rakyatnya. Surabaya yang sudah menjadi langganan Adipura ini sejak pertama kali Pemerintah Pusat menganugerahkan penghargaan ini di tahun 1980-an. Termasuk peraih terbanyak dan tertinggi yang disebut Adipura Kencana.

Tri Rismaharini adalah salah satu pemain utama dalam perebutan predikat Kota Terbersih untuk tingkat nasional kategori Kota Metropolitan atau Kota Raya. Karena Risma adalah pemutus kebijakan di bidang kebersihan, saat dia menduduki jabatan Kepala DKP Kota Surabaya, kemudian berlanjut sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, sebelum berhasil meraih suara terbanyak untuk menduduki jabatan walikota Surabaya.

Tidak hanya Adipura Kencana yang diboyong Surabaya, tetapi juga lima piala Adiwiyata untuk sekolah yang cinta lingkungan. Bahkan satu sekolah meraih Adiwiyata Mandiri. Bukan hanya itu, piala Kalpataru juga diboyong ke Surabaya.

Memang, Surabaya sangat layak mendapat julukan “Kota Sejuta Taman”. Betapa tidak, sebab tak sejengkal tanah kosong pun di dalam kota Surabaya ini yang tersisa. Semua menjadi taman, sehingga kondisi ini menjadikan Surabaya sebagai kota dengan taman kota terbaik di Indonesia.

“Tahun depan, tantangan Surabaya lebih berat lagi. Sebab, Jakarta dan Palembang marah karena posisinya kita rebut. Kita harus bisa memertahankannya bersama-sama. Saya yakin, dengan dukungan DPRD Surabaya dan seluruh masyarakat, kita dapat meraih Adipura kembali,” ujar Risma kepada Radjawarta.

Risma mengungkapkan, yang menjadi penilaian tertinggi bagi Surabaya adalah kenyataan yang ada di jalan, penghijauan, sekolah dan perkantoran. Namun, nilai Surabaya sempat rendah di kondisi pasar dan saluran. Alhamdulillah, ujar perempuan perkasa kelahiran Kediri ini, pada detik-detik terakhir penilaian, dengan digelarnya Festival Pasar, mampu mengangkat nilai Kota Surabaya.

Untuk evaluasi ke depan, walikota mengajak seluruh elemen dan masyarakat yang ada untuk lebih menggiatkan fasilitas umum karena penilaian Adipura itu menyeluruh ke kondisi kota. Artinya, kegiatan menyangkut kebersihan dan keindahan kota ini tidak hanya fokus di pusat kota saja. Perhatian yang lebih besar ke fasilitas umum, toilet umum, terminal, stadion, sekolah, rumah sakit, dan saluran, serta pinggiran kota.

Tanpa Tanda Jabatan
Mungkin tidak banyak yang memperhatikan kebiasaan Tri Rismaharini sebagai seorang walikota atau pejabat negara. Saat dia bersama Bambang DH dilantik menjadi walikota-wakil walikota Surabaya oleh Gubernur Jawa Timur, H. Soekarwo, bukti nyata yang terlihat dipasang adalah “tanda jabatan”. Lambang negara berupa burung garuda itu yang disematkan di dada sebelah kanan itu adalah bukti yang memakainya mempunyai kewenangan memutuskan kebijakakan yang mengikat.

Kendati  “tanda jabatan” itu adalah simbul “kekuasaan” yang diamanahkan rakyat, bagi Risma itu tidak mutlak. Sejak menjabat sebagai walikota Surabaya, boleh dihitung dengan jari, tanda jabatan itu terpasang di dada kanan Risma. Selain saat dilantik, ada beberapa kali dalam acara tertentu.

Yang sangat lucu, adalah ketika Risma memasuki istana negara di Jakarta. Saat itu, semua pejabat negara dan daerah yang datang ke sana tidak ada yang tidak mengenakan tanda jabatan. Tetapi Risma, mengabaikan tanda jabatan itu. Dengan langkah mantap Risma menapaki tangga istana Presiden Republik Indonesia, tentunya melewati koridor khusus menuju tempat yang ditentukan.

Mengapa? Langkah Risma “tertahan” oleh “bentakan” suara Paspampres (Pasukan Pengaman Presiden). “Bu, Bu, jalan lewat sana Bu”, ujar pria tegap berbaju safari warna gelap itu.

 “Saya diundang ke sini Pak, tadi diarahkan lewat sini Pak”, jawab Risma. “Jalan ini khusus untuk gubernur, walikota, dan bupati yang menerima penghargaan”, jawab petugas itu.

Risma hanya diam. Isteri Ir. Djoko Saptoadji ini tidak menyadari, kalau petugas Paspampres itu berpatokan kepada “tanda jabatan”. Memang, saat itu Risma mengenakan busana batik dan jilbab warna coklat yang serasi dengan sandang yang dikenakannya.

Rupanya adegan singkat itu diketahui oleh seseorang yang mengenal Risma. “Ooo, itu walikota Surabaya,” bisik hatinya. Serta merta dia mendekati petugas yang mencegat langkah Risma dan mengatakan: “Oo, silakan Ibu, masuk lewat sini. Ini walikota Surabaya”, ujar pria itu kepada temannya.

Risma ternyata tidak menyadari mengapa dia dihadang tidak boleh masuk lewat koridor itu. Beberapa saat kemudian, Risma baru sadar, bahwa kebiasaannya tidak mengenakan “tanda jabatan” itulah yang sempat menghambat langkahnya.

Pernahkan Anda memperhatikan kebiasaan Ibu Tri Rismaharini itu? Nah, silakan diamati pada keseharian Risma yang menyandang jabatan walikota Surabaya ini.

“Jabatan ini amanah. Jabatan ini karunia dari Allah SWT,” ujar Risma. Nah, mungkin karena menyadari jabatan yang dipangkunya itu, dia tidak perlu menonjolkan lagi dengan “tanda jabatan” berupa logam mulia berwarna keemasan itu. Jabatan, bagi Risma bukan terletak pada “tanda jabatan”. Justru dari sikap kepemimpinan yang layak dijadikan panutan.

Maaf, ini saya buka “rahasia” yang mungkin tidak banyak orang tahu. Saya juga mendapat informasi ini dari bisik-bisik tetangga. Ternyata, Risma adalah penganut azas kesederhanaan dan apa adanya. Konon Risma menjadi pengagum mantan Wakil Presiden RI, HM Jusuf Kalla, yang juga hampir tak pernah mengenakan “tanda jabatan” selama menjadi wakil presiden.

Bagaimana pribadi Tri Rismaharini itu sesungguhnya? Wanita yang memulai pendidikan dasar di Kediri ini, setelah lulus SDN di kota tahu itu  hijrah ke Surabaya. Risma  meneruskan pendidikannya ke SMPN X Surabaya dan ke SMAN V Surabaya. Sebagai warga kota Surabaya Risma menyelesaikan studi S-1 jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Kemudian di almamater yang sama Risma meraih S-2 Manajemen Pembangunan Kota. Sehingga dengan demikian walikota perempuan pertama di Surabaya ini lengkap ditulis Ir. Tri Rismaharini, MT.

Sebagai seorang perempuan yang mengikuti pendidikan di sekolah tukang, sebagamana biasa diucapkan Mandra dengan Rano Karno, yaitu “sekolah insinyur” dalam adegan “Si Doel Anak Sekolahan”, mungkin layak pula dikaji. Betapa tidak, khususnya “keras hati” seperti kaum pria umumnya.

Walaupun ada cap, “kerasnya hati Risma seperti lelaki”, Risma mengaku, dia  tetap sebagai ibu rumah tangga yang baik di lingkungan keluarganya. Dia tetap harus mengurusi suami dan dua anaknya. Tak ada sekat yang dimunculkan saat dirinya berada di kediaman aslinya di Perumahan Wiyung Indah, agar tetap bisa berinteraksi dengan para tetangganya.

Risma menyatakan, dia juga mengajarkan kepada anaknya untuk tetap berusaha dan menerima dalam segala hal.  Kepada anaknya diingatkan, jangan sombong karena ibunya seorang wali kota.  Menurut Risma, pengajaran ini pun diterapkan dan dihayati oleh anak-anaknya.


"Kita Tidak Bisa Memilih..."

Kita tidak bisa memilih terlahir sebagai suku apa, agama apa, orangtua yang mana,... Pernahkah Anda memikirkan hal ini??? Coba baca ini (klik saja):  Ridwan Saidi: Kita Tidak Bisa Memilih Terlahir Dari Suku Apa

Ya, kita tidak bisa memilih. Jika kita bisa memilih atau boleh memilih, pasti kita akan memilih terlahir di keadaan yang menguntungkan. 

Lahir dari keluarga kaya raya, wajah tampan/ cantik, otak pintar, terlahir sempurna (tidak cacat). Lahir di suku yang menjadi mayoritas pada negara tersebut, di keluarga yang beragama mayoritas dengan orangtua yang kuat mengenal agama tersebut. Jadi kecil kemungkinan kita mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan.

Sayangnya kita tidak bisa memilih. Agama yang kita anut, mayoritas adalah agama turun temurun (sama dengan agama orangtua kita). Apa agama orangtua kita, itu yang diajarkan kepada kita. Memang ada yang setelah dewasa pindah agama, tapi jumlahnya sangat kecil daripada orang yang agamanya sama dari lahir hingga ia meninggal. 

Peluang pindah agama pun bisa jadi sangat kecil jika dalam agama disebutkan pindah agama itu sesuatu yang sangat tidak disukai.

Nah... menyadari satu kalimat ini "Kita tidak bisa memilih terlahir sebagai suku, agama apa, dari orangtua dan negara mana,..." seharusnya kita bisa lebih toleran menerima apa pun agama, suku, adat istiadat, bahasa, dan lain-lain yang tidak sama dengan kita. 

Jangan membenci dan memusuhi orang yang berbeda agama dengan kita, jangan membenci orang yang beda suku/ etnis dengan kita. Coba pikirkan "Bagaimana jika Anda yang berada di posisi mereka? Anda terlahir di suku/ etnis yang minoritas di negara tersebut, agama Anda pun termasuk agama minoritas,..." Penulis yakin, Anda tentu ingin diperlakukan secara adil dan mendapat perlakuan yang sama.

Semua agama mengajarkan kebaikan. Pemeluk agama apa pun merasa agama mereka-lah yang terbaik (setidaknya bagi dirinya sendiri). Kalau agamanya bukan yang terbaik, tentu ia sudah pindah ke agama lain.

Jadi, terlahir sebagi suku/ ras apa pun, agama apa pun, cantik/tampan atau jelek, "sempurna" atau cacat,... bukan pilihan yang bersangkutan. Adilkah jika ia mendapat perlakuan diskriminatif sedangkan semua itu bukan keinginannya?

Kita dinilai dari kerja (tindakan kita). Jika seseorang meraih prestasi, wajar dia diapresiasi. Jika ia berbuat jahat (mencuri, membunuh, korupsi,...), wajar ia mendapat hukuman. 

Nah... jika ia ditakdirkan lahir sebagai (maaf, hanya sebuah contoh) orang Afrika yang kulit gelap, pantaskah kita mencaci maki dan memperlakukannya secara diskriminasi??? Apa pun suku/ ras-nya, apa pun agama-nya, itu bukan pilihan, itu takdir-nya. Kita tidak boleh memperlakukannya secara diskriminatif. Kalau sesorang berbuat jahat (kriminal), wajar bila ia dihukum, apa pun suku/ rasnya, apa pun agamanya,...

Cara termudah ber-empati (menerima dan mengerti keadaan orang lain) adalah bertukar posisikan (memposisikan diri kita sebagai dia yang mendapat perlakukan tidak menyenangkan). 

Apakah saya bersalah lahir sebagai suku/ ras ini, apakah salah saya lahir sebagai pemeluk agama ini??? 

Cobalah berpikir jernih dan renungkan hal ini...

Apa Sih... Kehebatan Jokowi-Ahok???

Jika Anda membaca berita tentang sepak terjang Jokowi-Ahok di internet lalu Anda baca komentar tentang mereka, Anda akan sampai pada satu kesimpulan: pasangan ini luar biasa. Didukung dan dicintai begitu banyak orang (rakyatnya). Anda tidak percaya? Silakan cek sendiri. Siapa saja yang mengejek, mencaci maki, menjelekkan pasangan ini, mengkritik tanpa dasar yang jelas, Anda akan membaca sebagian besar komentar menghujat balik rival Jokowi-Ahok. 

Siapa saja yang pernah "berseteru" dengan Jokowi-Ahok? Yang pernah penulis baca dan lihat antara lain: Muhammad Rizki (presenter TV), Alaydrus (anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Demokrat), Haji Lulung (DPRD DKI Jakarta dari Partai Persatuan Pembangunan), Uchok Sky Khadafy (LSM Fitra), Farhat Abbas, dan Ruhut Sitompul (politisi Partai Demokrat). Silakan Anda googling berita satu persatu dengan kata kunci nama salah satu dari mereka dan Jokowi atau Ahok. Baca beritanya lalu lihatlah kolom komentar, pasti mereka semua di-bully habis-habisan.

Balik ke pertanyaan di judul posting ini: Apa Sih Kehebatan Jokowi-Ahok???

Menurut penulis, "tidak terlalu hebat." Apa yang mereka lakukan, sebagian besar adalah hal biasa saja. Hanya saja masalahnya mereka bagai beberapa ember air di padang pasir yang tandus. 

Apa yang mereka lakukan, sama dengan pelajaran yang pernah kita dapatkan di sekolah. Pemimpin itu harus jujur dan jadi teladan. Pemimpin itu tugasnya melayani rakyat, bukan minta dilayani. 

Selama ini, yang kita temukan di kenyataan tidak sama dengan teori yang kita pelajari di sekolah. Harus jujur, jadi teladan bagi rakyat, mau melayani, dekat dengan rakyat, dan lain-lain. Apa yang kita dapatkan dari pelajaran di sekolah hanya seperti dongeng pengantar tidur yang tidak pernah kita temukan di dunia nyata. Dan sangat wajar, ketika sekian lama kita mengalami hal tersebut, kini kita mendapatkan pemimpin ideal tersebut, kita SANGAT GEMBIRA & BERSYUKUR.



Sedikit catatan penulis tentang Jokowi-Ahok (harap dimaklumi, tidak sanggup mencatat semua kerja beliau yang baru sekitar 10 bulan bekerja):
  1. Jokowi-Ahok peduli dengan rakyat kecil, bukan pro orang kaya/ pengusaha.
  2. Mencari solusi terbaik untuk kemacetan, banjir, PKL. Tidak hanya menggusur, meski PKL adalah pihak yang salah (jualan di pinggir jalan dan meyebabkan kemacetan), mereka memindahkan ke tempat baru yang layak (malah bonus GRATIS biaya sewa 6 bulan), penghuni liar di tempat tak layak diberi tempat (rusun plus aneka perabotan: TV, lemari, kulkas, kompor gas, tempat tidur susun, lemari, perlengkapan salat, pakaian, dan perkakas dapur,...). Baca: Merdeka, Detik, Kompas, Kompas 2
  3. Bekerja cepat, bahkan sebelum APBD ketok palu. Dilantik 15 Oktober 2012, APBD disahkan 28 Januari 2013. Baca: Kompas. Baca juga (klik saja): Merdeka, Merdeka 2, Merdeka 3, Kompasiana, Kompasiana 2.

 
Banyak yang mengkritik kerja Jokowi-Ahok lambat, blusukan boros banyak uang tanpa hasil, dan lain-lain. Berikut sedikit catatan penulis tentang kritik tersebut:


  1. Jalanan di kawasan Pasar Tanah Abang macet karena PKL. Semua orang tahu hal itu (termasuk semua gubernur sebelumnya, anggota DPRD, dan lain-lain). Baru 10 bulan bekerja, lihatlah hasilnya. Apa hambatan pemimpin terdahulu? Msyarakat susah diatur? Dana kurang? Takut pada preman? Ada kepentingan di sana? Atau...?
  2. Penataan Waduk Pluit.
  3. Cukup 2 ini saja deh... Silakan googling atau cari di YouTube juga banyak faktanya...











Tambahan (klik saja):  

Bagaimana Pendapat Anda Tentang Pemikiran Ahok Ini???

Tanpa banyak komentar atau pengantar, langsung saja tonton video ini dan kemukakan pendapat Anda di kolom komentar. Terima kasih...



(Ketika Masih Menjadi Anggota DPR)

Fitra Serang Jokowi, Rakyat Makin Cerdas






Uchok Sky Khadafy dari Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) mengeluarkan pernyataan tentang uang operasional dan blusukan Jokowi. Untuk jelasnya apa saja yang dikatakan, bisa Anda lihat dan dengar dari video di atas ini (juga berita-berita lain di internet, klik saja: Fitra Serang Jokowi).



Sekarang saksikan video apa penjelasan Ahok tentang tuduhan Fitra (video di bawah ini). 








Sebenarnya memprihatinkan melihat pasangan Jokowi-Ahok yang bekerja dengan jujur (setidaknya sampai saat ini tidak ada tuduhan korupsi yang terbukti), kok begitu banyak yang menyerangnya. Padahal kalau mau bongkar kasus korupsi, di luar sana sangat banyak sekali kasus korupsi yang bisa diungkap.  

Tapi apa pun itu, jika pengungkapan keburukan Jokowi-Ahok tidak dilengkapi data yang valid dan hanya berdasarkan rasa tidak suka apalagi atas pesanan, rakyat bisa menilai. Jika Anda baca sebagian besar pemberitaan tentang Jokowi-Ahok di internet, pada kolom komentar, sebagian besar membela Jokowi-Ahok. Demikian pula pada komentar di video YouTube, dan yang Like video Jokowi-Ahok jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang Dislike

Mungkin yang tidak suka akan membantah fakta ini. Ah... itu bisa-bisanya pengguna internet saja atau hal lain. Silakan saja, sah-sah saja kok...

Satu hal yang menarik untuk disimak dari berbagai serangan ke Jokowi-Ahok, simpati rakyat makin besar kepada pasangan ini. Makin diserang, makin cemerlang. Makin diserang, rakyat makin cerdas karena lewat penuturan Ahok, banyak fakta terungkap.

  1. Mengapa hanya Jokowi-Ahok yang diserang?
  2. Rakyat jadi tahu bahwa tidak banyak (atau tidak ada?) pemimpin provinsi lain yang berani setransparan mereka soal keuangan. Menampilkan laporan penggunaan anggaran di situs resmi mereka. Ayo mampir ke (klik saja): Pemprov DKI
  3. Mengunggah video-video kerja mereka ke YouTube (provinsi lain boleh meniru hal baik ini) agar rakyat makin percaya dengan kerja dan kejujuran pemimpinnya. Kalau perlu, video rekaman CCTV sidang anggota dewan juga diunggah ke YouTube (untuk melihat mana yang serius, mana yang hanya main ponsel, baca koran, tidur, ngobrol, bahkan pernah ada yang tertangkap kamera membuka situs porno).
  4. Rakyat jadi tahu ternyata banyak pejabat (gubernur, menteri, utusan khusus presiden,...) juga punya dana operasional namun laporan penggunaannya tidak dipublikasikan.
  5. Pejabat BUMN bisa dapat bonus yang sangat besar (ini bukan fakta negatif). Sama seperti kata Ahok, "Kalau mau punya dana operasional sangat besar, jadi gubernur dong..." Begitu juga soal dana operasional, ingin dana operasional makin besar agar semakin banyak rakyat yang bisa dibantu dan sejahtera, peluang mewujudkan Jakarta Baru lebih baik, kerja dong (tingkatkan PAD = Pendapatan Asli Daerah) sehingga angka yang dikalikan dengan 0,15 lebih besar sehingga dana operasional jadi lebih besar. Tapi harus diingat, dana itu bukan untuk masuk kantong sendiri.
  6. Rakyat tahu, tidak banyak (atau tidak ada?) pejabat yang berani menantang untuk diperiksa dinas pajak dan KPK tentang penghasilan dan harta kekayaan mereka.
  7. Rakyat juga makin jelas, mengapa Fitra justru menyerang Jokowi-Ahok dan bukan menyerang yang lain? Ada apa semua ini???

Ahok sudah membantah dengan penjelasan terperinci, sekarang kita tinggal menunggu gebrakan Fitra dalam menjawab tantangan Ahok: Beranikah Fitra mengungkap ke mana saja penggunaan dana operasional pada gubernur lain atau menteri dan mempublikasikannya???

Istri yang Lebih Banyak di Rumah

Wanita suka ngerumpi, begitulah pandangan umum masyarakat kita. Penulis memang sering mendapati sekelompok ibu yang ngumpul di warung ketika membeli pulsa. Belanjanya sedikit, ngobrolnya yang banyak (baca: lama).

Penulis lebih suka istri yang di rumah saja, mengurus anak dan suami daripada ngumpul dan ngerumpi. Dan beruntung penulis mendapatkan istri yang sesuai kriteria tersebut.

Banyak aktivitas yang lebih bermanfaat yang dapat dikerjakan di rumah daripada sekedar ngumpul dan ngerumpi. Memasak, mencoba resep kue baru dari tabloid, membaca atau hal lain jauh lebih bermanfaat. Kalau ngerumpi, selain melakukan perbuatan yang tidak baik, juga bisa mendatangkan akibat yang tidak baik.

Bisa saja apa yang dibicarakan sampai ke yang dibicarakan, akhirnya terjadi perselisihan. Suami harus turun tangan dan hubungan dengan tetangga pun jadi kurang baik. Dan urusan seperti ini tampaknya tidak akan terjadi di keluarga kami.

Sejak masih belum berkeluarga, penulis sering mengamati perilaku para tetangga. Ada yang suaminya pulang kerja, istri hampir selalu tak ada di rumah. Suami harus menyusul ke warung atau rumah tetangga tempat sang istri biasa berkumpul. Tidak hanya jarang di rumah, sering timbul perselisihan juga akibat bergunjing. Dari sanalah penulis belajar dan memetik pelajaran penting dari sekolah kehidupan, istri sebaiknya lebih banyak di rumah daripada ngumpul dan ngerumpi.

Ehm...  penulis beruntung dan bersyukur mendapatkan istri yang demikian. Ssst... jangan disampaikan ke istri saya ya, kalau di blog ini dia dipuji. 

Bicara dan Berpikirlah dengan Jernih

Sejauh yang penulis lihat dan baca dari media, kinerja Jokowi-Ahok sudah bagus (jauh di atas kinerja pejabat-pejabat pemerintah yang selama ini ada). 

Tapi begitulah manusia, susah untuk bisa netral dalam memberikan komentar. Komentar atau tepatnya dan kritik yang keluar, seringkali bukan murni dari diri sendiri tapi ada kepentingan lain yang bermain (biasanya berujung pada uang) atau bisa juga rasa sakit hati/ kebencian.

Penulis kutip kembali tulisan di awal artikel {klik saja: Tuan Makan Senjata (Mulut-mu, Harimau-mu)}
Ada orang yang sulit mengeluarkan uang. Anda akan menyebutnya apa? Hal itu sangat tergantung siapa orangnya.  



Dia kawan Anda. Anda akan mengatakan "Ia orang yang irit" lalu Anda akan mengemukakan berbagai alasan untuk mendukungnya.



Dia lawan (musuh) Anda. Anda akan mengatakan "Ia orang yang pelit" lalu Anda akan mengemukakan berbagai alasan untuk mendukung perkataan Anda.


  * * * * * * * * * * * 

Gaya blusukan yang murah meriah pun dikomentari negatif (mengapa tidak di kantor saja, habiskan biaya, tidak percaya bawahan, dan lain-lain). Silakan baca, klik link ini:  Jokowi Blusukan: "Pemerintah Kebobolan"


Untuk memperbesar tampilan, silakan klik pada gambar

Mereka yang bertugas di DKI Jakarta sudah tahu Pak Jokowi suka blusukan pun masih berani santai-santai dan tak menjalankan tugasnya. Bagaimana kalau hanya menerima laporan dari bawahan saja? Seperti kita ketahui, laporan yang masuk biasanya ABS (Asal Bapak Senang), semua berjalan lancar dan baik meski kenyataan tidak.

Masih banyak lagi komentar (baca: kritik pedas) untuk kinerja pasangan ini. Jika kinerjanya sush dikritik, apa saja dicari untuk memberi kesan negatif kepada pasangan ini.

Jokowi yang memang tidak suka menggunakan pengawal (voorijder) dan mungkin berjanji tak akan pakai pengawal, ketika ada urusan penting dan harus sampai tepat waktu, dengan terpaksa pakai pengawal, hal ini pun diributkan. Melanggar janji! Kita harus berpikir jernih-lah. Niat Pak Jokowi memang tak ingin protokoler, dekat dengan rakyat agar mudah menyerap aspirasi dan tahu permasalahan rakyatnya, beliau tak ingin pakai pengawal. Tapi harus diketahui, ketika ada urusan yang lebih penting untuk tiba tepat waktu dan ditunggu pejabat lebih tinggi sementara jalanan di Jakarta macet, apa ini tidak bisa dipahami?

Kita semua mungkin akan mengatakan, saya berjanji tidak akan membunuh (itu tindakan kriminal, melanggar hak asasi manusia dan seterusnya). Tapi ketika di tempat sepi Anda ditodong perampok yang juga akan membunuh Anda, tindakan bela diri dan jika sampai mengakibatkan perampok terbunuh, itu bisa dipandang sebagai pengeculian.

Penulis bingung dengan reaksi negatif orang-orang terhadap pasangan ini. Memindahkan PKL Tanah Abang (diberi kios dan gratis sewa selama 6 bulan) yang selama ini tidak pernah tersentuh pejabat sebelumnya dan semua tahu daerah itu sangat macet, ketika dilaksanakan secara manusiawi, banyak yang tetap mempersoalkan hal lain (bahasa yang keras dan dianggap tidak sopan, tidak persuasif, dan lain-lain). Selama ini para komentator ke mana saja? Tidakkah seharusnya hal lebih keras dilontarkan sejak dulu??? Apakah tidak tahu kalau jalan itu untuk kendaraan bukan untuk jualan? Apakah tidak tahu daerah itu macet? Apakah tidak pernah tahu PKL berjualan di jalan mana pun tidak pernah gratis memakai tempat itu (kalau bukan preman pasti ada oknum PNS yang memungut biaya)?

Ketika terjadi perseteruan Ahok dan H. Lulung, semua tiarap. Hanya Prabowo yang pasang badan membela Ahok. Ahok di posisi yang benar (menjalankan tugas, memfungsikan jalan raya agar tidak digunakan PKL, merelokasi mereka ke tempat yang layak) seolah berperang sendiri (nyawa sebagai taruhannya) melawan semua yang merasa dirugikan dengan kebijakan ini. Apa kerja pejabat sebelumnya sampai kemacetan demikian parah akibat ulah pedagang kaki lima??? Tidak tahukah mereka? Atau tidak mau tahu??? 
Bahkan sebuah stasiun TV mengangkat kasus ini dengan pengantar yang sangat provokatif. Seolah PKL benar: banyak menyerap tenaga kerja, tak banyak dibantu pemerintah, dan mereka yang punya hak asasi mencari nafkah kok akan digusur?

Begitu juga relokasi penghuni liar yang baru ada saat Jokowi-Ahok, pemindahan penghuni liar (menetap di lahan milik negara secara ilegal) diberi rumah gratis plus perabotan lengkap! Kalau zaman dulu, tinggal di-buldozer saja, terserah mau pindah ke mana. Sekarang setelah cara manusiawi ini dijalankan, masih ada juga yang tidak puas. Sampai ada yang lapor ke Komnas HAM, minta uang ganti rugi, dan lain-lain. Membangun rumah di tanah milik pemerintah secara ilegal (melanggar), mungkin tak punya IMB (kalau ada, siapa yang beri izin, pasti oknum pemerintahan masa sebelumnya), ketika diminta pindah dan diberi rumah plus isi, malah minta ganti rugi bangunannya. Tak terpikirkah bahwa selama ini pakai tanah negara sekian puluh tahun tapi belum bayar? Berapa biaya sewa plus denda selama sekitar 20 tahun?

Penulis tidak secara membabi buta membela Jokowi-Ahok, tapi cobalah berpikir sedikit jernih. Semua kebijakan demi kebaikan bersama, sebagian besar masalah yang ada di DKI Jakarta (banjir, macet, PKL di jalan, bangunan liar, dan lain-lain) adalah warisan belasan sampai puluhan tahun yang lalu. Mereka tidak menerima uang dari PKL atau pemilik bangunan liar, mereka hanya dapat warisan dari pemimpin sebelumnya. Ketika mereka menjalankan tugas sesuai koridor hukum, kok malah mencari-cari kesalahan untuk mengganjal mereka??? 

Lucunya lagi, baru menjabat beberapa bulan, terjadi banjir besar. Ramai orang protes dan menyalahkan Jokowi-Ahok. Padahal mereka sudah berusaha maksimal (kerja cepat), dan banjir masih terjadi. 

Saat banjir besar, Anda menyalahkan mereka. Tidakkah Anda berpikir sebaliknya, andai sekarang bukan mereka yang bergerak begitu cepat mencoba mengatasi banjir, apakah banjirnya "hanya" sebesar itu???

Apakah Anda tidak berpikir, sudah beberapa kali ganti gubernur pun tetap banjir (dan sekali masa jabatan gubernur itu 5 tahun), lha... 5 tahun saja (yang sudah sekian kali 5 tahun) dicoba ternyata masih banjir, bagaimana sekian bulan diharuskan bisa selesaikan masalah sekian puluh tahun??? 

Mari berbicara dan berpikir dengan jernih... Setelah itu bantu kerja mereka dengan tidak buang sampah sembarangan, disiplin berlalu lintas, dan usaha lainnya. Semoga Jakarta Baru segera bisa diwujudkan.

Telepon Tidak Dijawab, Anda Bisa SMS Dong...

Jika ada telepon masuk ke HP penulis dari nomor tidak dikenal, pasti tidak akan diangkat. Seringkali ada telepon masuk menggunakan nomor yang tidak dikenal dan yang bersangkutan menelepon berulang-ulang.

Setelah tahu tidak diangkat, sang penelepon tidak pernah kirim SMS. Semestinya kirim SMS: Hai... nama saya si Anu, kok telepon saya tidak dijawab?

Penulis malas angkat telepon dari orang tidak dikenal karena seringnya hanya berupa penawaran pinjaman, asuransi, penipuan undian berhadiah, dan lain-lain. Jika Anda kenal saya dan merasa ada perlu, tidakkah Anda tahu ada fasilitas SMS?

Percuma saja Anda menelepon berulang-ulang karena tidak akan saya jawab. Toh... jika Anda merasa ada keperluan, pasti Anda akan SMS. Satu lagi... jangan terlalu rajin ganti nomor ponsel sehingga jika Anda menelepon saya, ponsel saya mengatakan itu nomor yang tak dikenal. 

Kalau Urusan Uang, Tidak Ada Saudara!!!

Uang memang mahadahsyat pengaruhnya. Apa pun akan dilakukan, siapa pun yang jadi penghalang akan dihancurkan, Tuhan pun tak takut dilawan. Anda pasti sudah pernah membaca kisah tentang ini

Penulis mengalami langsung mahadahsyatnya pengaruh uang ini. Kisah ini terjadi di lingkungan keluarga besar kami. Masih tentang Bibi Mecin (baca dengan cara klik: Banyak Teori Tapi Tak Bisa Beri Bukti).

Sewaktu kakek penulis (yang memiliki 7 anak: 4 putra, 3 putri --> 1 putri tinggal di Hongkong, lainnya di Indonesia) masih hidup, beliau menulis surat wasiat yang isinya kurang lebih seperti ini: Ada 2 ruko, satu ruko untuk anak laki-laki, sebut saja namanya Safei, satu ruko lagi untuk 2 orang (sebut saja namanya Bibi Cincin, adik perempuan Papa yang tidak menikah  dan Papa, 50%-50%). 

Yah, 1 ruko untuk Safei, 1 ruko lagi bagi dua untuk putra sulung dan putri bungsu. Harap maklum saja penulis tidak bisa menuliskan secara detail apa isi surat wasiat itu karena ditulis dalam huruf kanji (China). Penulis buta aksara China.

Di awal ketika surat wasiat ini diketahui anak-anak, Bibi Mecin mengeluarkan kata-kata pedas yang tak pantas ke Papa penulis "Pasti kamu memaksa Papa menulis surat wasiat ini!"


* * * * * * * * * * *

Lama tak terdengar kabar lagi tentang surat wasiat ini. Hidup terus berjalan. Bibi Cincin yang menyadari bahwa ia tak punya pendamping dan anak, kepada siapa ia akan menggantungkan hidup? Pilihannya jatuh ke keluarga Safei yang rukonya persis bersebelahan dengan ruko yang kelak 50% jadi miliknya. Cincin pun mulai menyiapkan segala sesuatunya. Perhatian Bibi Cincin kepada kami (anak-anak Papa) dan anak-anak bahkan saudara jauh Safei terlihat jelas perbedaannya. Kami jarang dapat hadiah, sedangkan anak-anak bahkan saudara jauh Safei (saudara dari istri Safei) mendapat banyak hadiah. Yah... dengan demikian yang dilakukan Bibi Cincin, ia berharap kebaikannya nanti nanti akan mendapat balasan (ia akan dirawat di usia tuanya kelak).

Kami sekeluarga akhirnya pindah ke Bandung. Urusan 50% ruko sudah tak bisa diharapkan. Jangankan dapat 50%, semula Papa diberi tempat berjualan di ruko tersebut, makin hari semakin digusur. Tempat dipersempit, fasilitas dikurangi. Sampai akhirnya semua barang dagangan Papa dikeluarkan dari ruko dan hanya boleh jualan di depan ruko. Akhirnya listrik pun tidak diberikan, hingga akhirnya Papa yang berjualan alat listrik (lampu) mendapat listrik dari toko tetangga (terima kasih buat Om Ming Hay, papanya Chrisfian alias Fei-Fei). 

Bayangkan saja, ruko yang berdasarkan wasiat dari kakek penulis, 50% jatah Papa penulis, akhirnya Papa penulis diusir dari ruko (tak boleh berjualan di ruko itu). Hanya boleh di emperan toko. Hingga akhirnya, lampu depan ruko setiap malam listriknya sengaja dipadamkan. Jualan alat listrik 9lapu dan lain-lain) di waktu malam tanpa listrik. Bukan cuma gelap, tidak bisa tes apakah lampu yang dijual itu nyala atau tidak! Justru listrik didapatkan dari tetangga!

* * * * * 

Entah itu ulah Safei atau Bibi Cincin. Akhirnya Papa pindah ke Bandung, meninggalkan kota LL (Sumsel). Ruko yang 50% punya Bibi Cincin dan 50% milik Papa mungkin jadi100% punya Bibi Cincin (nantinya). 

Lama tak dapat kabar, akhirnya penulis dapat kabar Bibi Cincin dan Pak Safei tidak akur. Info yang penulis dapat, Bibi Cincin yang tadinya "mengusir" Papa penulis dari ruko itu juga mendapat "karma" yang sama. Siap terbuang di sisa hidupnya.

Tiba-tiba saja Bibi Mecin turun tangan dan mencari Papa penulis. Apakah Papa menyimpan surat wasiat dari almarhum kakek penulis? Surat wasiat, yang dulu kata Bibi Mecin ditulis oleh kakek atas paksaan Papa penulis. Dulu awalnya semua tak mau mengakui surat wasiat itu karena tak ingin Papa penulis dapat bagian 50% dari ruko itu. Sekarang, ketika butuh uang untuk hari tua, surat wasiat itu diakui.

Surat aslinya tak tahu di mana. Tapi Papa penulis punya foto copy-nya. Ini jadi kabar gembira buat mereka. Bibi Cincin yang nyaris terusir dari ruko miliknya punya peluang mendapatkan ruko itu. Dengan senjata foto copy surat wasiat ini dan bantuan para sesepuh keturunan Tionghua di kota LL akhirnya ruko ini bisa diambil kembali. Semua anak diajak berunding dan ditanya, apakah benar ini surat wasiat tulisan tangan Ayah kalian? Semua mengakuinya. Jadi surat wasiat dinyatakan sah dan akhirnya Pak Safei pun "terpaksa" menyerahkan ruko itu. Untuk urusan ini Papa penulis harus bolak-balik Bandung-LL.

Tiba-tiba terdengar kabar, ruko itu berhasil dijual seharta Rp 1,125 miliar. Apakah Papa penulis dapat? Itulah yang tertera pada judul tulisan ini: "Kalau Urusan Uang, Tidak Ada Saudara."

Tidak ada cerita 50%-50%. Tidak ada cerita bagaimana "jasa foto copy surat wasiat" itu hingga akhirnya 1 ruko berhasil diambil alih. Bibi Mecin dan Bibi Cincin menghilang, konon kabarnya ke kota Madiun.

Teman-teman Papa penulis di LL mungkin ada yang tidak percaya jika Papa penulis tidak mendapat bagian 50% dari penjualan ruko itu. Padahal jika Papa mendapat jatah 50% tentu saja beliau tidak akan melupakan jasa para sesepuh dan teman-teman di kota LL yang tetlah membantu menyelesaikan konflik perebutan warisan ini. Pasti beliau akan ke kota LL untuk membagi kebahagiaan ini. Setidaknya traktir makan-makan. Sekarang, jangankan uang untuk traktir makan, ongkos pulang pergi Bandung-LL pun tak ada gantinya. Padahal bolak-balik Bandung-LL, Papa penulis pakai uang sendiri dan semua ini untuk "merebut" kembali 1 ruko dari tangan Safei (ada jatah bibi Cincin di dalamnya).

Jadi pada kesempatan ini, penulis menegaskan bahwa: Papa penulis tidak menerima serupiah pun uang dari penjualan ruko tersebut. Begitu ruko dijual, Bibi Mecin dan Cincin menghilang begitu saja.

Tulisan ini penulis buat di blog ini bukan untuk menagih 50% uang penjualan ruko kepada Bibi Mecin ataupun Bibi Cincin, hanya sekedar menuliskan sejarah yang terjadi. Sebuah pelajaran sangat berharga tentang serakahnya manusia bila berhadapan dengan uang! Tidak pandang orangtua sendiri (yang melahirkan mereka), saudara kandung, anak, apalagi sekedar seorang sahabat, manusia bisa berubah menjadi "harimau" yang akan memangsa siapa pun yang menghalanginya untuk mendapatkan uang tersebut.

Apa pun agama Anda, di mana pun Anda tinggal, yakinlah bahwa apa pun yang Anda lakukan, tidak akan ke mana-mana. Semua akan kembali kepada Anda. Semua akan diperhitungkan di dunia ini atau nanti setelah maut menjemput Anda. Anda akan diadili seadil-adilnya setelah Anda mati atau tabungan perbuatan Anda-lah yang menentukan bagaimana kehidupan Anda kelak. 

Terakhir penulis dapat kabar dari Papa penulis, Bibi Mecin pernah menelepon ke Papa penulis "Saya dengar kabar di Bandung terjadi gempa ya?" Papa penulis yang mengenali suara itu dari adiknya (Mecin) langsung mengatakan "Anda tidak perlu pura-pura baik. Kita memang saudara kandung, itu tak mungkin berubah. Tapi apa pun yang terjadi padamu, tak perlu memberi kabar pada saya. Apa pun yang terjadi pada saya, saya pun tidak akan mengabari Anda."

Kalau urusan uang, memang tidak ada saudara. Meski itu adik atau kakak kandung, bahkan orangtua kandung. Tak peduli latar belakangnya sebagai seorang pendidik (guru), urusan dunia, semua orang bisa gelap mata.


Kesimpulan:

  1. Awalnya, semua tak mengakui surat wasiat itu, seolah surat wasiat itu tidak sah. Bibi Mecin memfitnah dan mengatakan, surat wasiat kakek tulis atas paksaan Papa penulis. Semua kompak agar Papa penulis tidak dapat warisan.
  2. Ketika butuh uang untuk hari tua (entah karena kalah judi atau apa), semut-semut pun sudah tidak kompak menyatakan surat wasiat itu tidak sah. 
  3. Cari surat wasiat (karena tak tahu dokumen asli tersebut ada di mana).
  4. Papa penulis punya foto copy-nya
  5. Satu ruko (jatah 50%-50%) berhasil diambil alih berkat foto copy surat wasiat dan campur tangan para sesepuh.
  6. Setelah dapat dan ruko berhasil dijual, langsung menghilang bagai ditelan bumi.
  7. Jangan mudah percaya siapa pun di dunia ini jika sudah berurusan dengan uang.
abcs